Saya Bersyukur Ketika Sahabat Mualaf Mau Menampar Saya

Fimela diperbarui 08 Jul 2015, 17:50 WIB

Saya menyadari bahwa saya manusia yang kurang syukur ketika bertemu teman lama. Sebut saja Ti namanya. Ti, si tomboy teman sekelas saya semasa SMP itu sudah menikah dan memiliki dua anak. Ia mengaku profesi resminya adalah ibu rumah tangga. Sementara saya waktu itu bekerja di salah satu kantor distributor, masih single, dan tinggal bersama orang tua.

Ti nampak bahagia bertemu saya. Maklum sudah bertahun-tahun kami tak bersua, saya pun senang bertemu dengannya. Tetapi, di balik kegembiraan itu mencuat cerita tidak terduga. Bagaimana Ti dan kehidupannya.

Ti, yang mualaf mengisahkan betapa berat hidup yang dijalaninya. Pernikahannya dengan seorang pria muslim rupanya tak seindah yang terbayang di mata. Beberapa tahun setelah menikah sang suami mulai gemar berlaku kasar. Ditampar, ditendang, sampai digantung pernah dialami Ti. Motif ekonomi-lah penyebabnya. Maklum kala itu usaha yang dijalani suaminya bangkrut. Membuatnya menganggur dan kehilangan sumber pendapatan. Tak urung situasi ini membuat sang suami frustasi dan melampiaskannya kepada sang istri yaitu Ti.

Kondisi tersebut membuat Ti putus asa, sampai-sampai terbetik hasrat untuk bunuh diri. Hasrat yang mulanya kecil itu membesar melihat intensitas perilaku kasar sang suami. Namun, Allah masih sayang. Meski berulang-kali melakukan percobaan bunuh diri, niatnya untuk mati tak pernah kesampaian. Allah selalu mengirim orang untuk menolongnya. Bahkan percobaan yang terakhir memberi nasihat yang mendinginkan. Memberi Ti semangat untuk menjalani hidupnya yang suram.

Perlahan kehidupan Ti membaik saat ia mendapat pekerjaan sebagai penjaja kue keliling. Pemasukan mulai mengalir meski kecil, membantunya menegakkan periuk nasi di dapurnya. Ti begitu menikmati pekerjaannya ini. Seiring membaiknya perekonomian keluarga, perangai suaminya pun melunak. Ia tak sekasar dulu lagi. Keadaan itu bak angin segar di tengah himpitan masalah  keuangan yang masih mendera keluarga Ti.

Ya, Ti mengaku mengalami masalah keuangan. Dengan suami yang tidak bekerja, sementara hasil menjual kue hanya berkisar Rp 15.000,00-Rp 20.000,00 per hari, rasanya tak mungkin mencukupi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari. Disaat itulah uluran tangan datang. Kawan-kawan lamanya menjamin kehidupan Ti akan membaik jika ia kembali ke agama lama. Mendengar tawaran menggiurkan itu Ti terdiam. Ia memang butuh uang, tetapi menggadaikan dengan agama rasanya ia tidak rela.

“Aku memeluk agama Islam bukan atas paksaan siapa-siapa. Tak juga oleh suamiku yang notabene muslim sedari kecil. Akulah yang memutuskan sendiri. Jika aku keluar dari agama ini maka sia-sia pengorbananku selama ini,” katanya pada saya.    

“Aku teringat ucapan ustazah yang menolongku saat aku bunuh diri. Ia berkata “Allah takkan mencoba umat-Nya melebihi kemampuannya”. Aku percaya. Aku yakin cobaan ini sudah ditakar oleh-Nya sesuai kemampuanku. Kadang-kadang aku memang tidak kuat. Aku bertanya kenapa harus aku? Tetapi, perasaan itu luntur melihat wajah anak-anakku. Jika aku tidak kuat bagaimana dengan mereka?” ujarnya.

Sembari tersenyum ia lalu menambahkan ,”Apapun yang terjadi aku bersyukur, kawan. Semua yang peristiwa hidup kualami pasti ada maknanya. Aku yakin satu hari semua akan berujung bahagia.”

Melihat senyum itu dan ucapan syukurnya saya merasa ditampar. Ia yang mengalami kejadian begitu berat saja masih bisa bersyukur, lalu bagaimana dengan saya? Selama ini hidup saya bahagia, tidak kurang suatu apa. Kalaupun ada cobaan rasanya tak sebanding dengannya. Namun bukannya bersyukur karena sudah diberi kehidupan menyenangkan, saya malah mengeluh panjang lebar. Ck, ck... betapa saya ini manusia yang tak tahu diuntung.

Sungguh, Allah sangat baik mempertemukan saya dengan Ti, kawan lama saya. Melalui dia, Allah seolah mengingatkan jangan sampai menggadaikan keyakinan meski kesenangan dunia adalah tawarannya. Itu yang pertama. Yang kedua,  pentingnya rasa syukur saat berada dalam kondisi apapun, bahkan kondisi yang buruk.

-oOo-

LOMBA KISAH RAMADAN VEMALE.COM

 

Menyambut bulan Ramadan 1436 H, Vemale.com mengajak para pembaca untuk membagikan kisah inspirasi. Kisah ini bisa tentang suka duka ketika memutuskan memakai hijab, kisah seru di bulan Ramadan, bagaimana rasanya jauh dari keluarga saat Lebaran atau kisah apapun yang meningkatkan sisi spiritual dan kedekatan Anda dengan Allah SWT.

Kirim kisah Anda melalui email ke redaksivemale@kapanlagi.net dengan subjek: KISAH RAMADAN VEMALE

30 kisah yang ditayangkan akan mendapat bingkisan cantik dari Vemale.com. Kami tunggu kisah Anda hingga tanggal 24 Juli 2015. Pemenang akan kami umumkan tanggal 28 Juli 2015.

 

Dari satu kisah, Anda bisa menjadi inspirasi bagi jutaan wanita Indonesia.

Share your story :)

(vem/yel)
What's On Fimela