Saya sudah 6 tahun menikah dengan dan Alhamdulillah dikaruniai 1 orang putri yang kini berumur 5 tahun. Semenjak menikah, kami diminta tinggal serumah dengan orang tua suami saya (mertua), padahal sebenarnya, sebelum menikah kami sudah menyewa 1 rumah untuk kami berdua tempati setelah menikah. Berawal dari itulah saya mulai tidak respect terhadap bapak mertua saya, yang mewajibkan kami berdua untuk tinggal satu rumah dengan mereka.
Saya merasa mertua saya tidak adil
Suami saya adalah anak kedua dari tiga bersaudara, kakak perempuannya sudah menikah, sempat tinggal di rumah itu seminggu setelah menikah, dan diminta bapak mertua saya untuk segera mengontrak rumah. Adik suami saya laki laki. Setahun setelah kami menikah dia pun menikah dan tinggal bersama kami dalam rumah itu, jadi ada 3 keluarga dalam 1 rumah.
Tapi berselang 9 bulan, adik ipar saya yang hendak melahirkan memutuskan untuk kembali ke rumah orang tuanya di Bekasi. Sebagai menantu perempuan yang sama- sama tinggal di sana, saya mengetahui kalau dia tidak suka dengan bapak mertua, dan bapak mertua saya dengan mudah memberi izin kepada anak bungsu dan istrinya pindah dan tinggal di Bekasi. Sedangkan saya dan suami wajib tinggal di rumah tersebut.
Perlakuan tidak menyenangkan dari kakak ipar
Kakak ipar sangat membenci saya, dia menganggap bapak tidak adil dengan menyuruh dia sewa rumah setelah menikah, sedangkan saya boleh tinggal di sana. Dia selalu menganggap bapaknya lebih perhatian kepada kami, padahal demi Allah, saya tidak pernah punya keinginan untuk tinggal di rumah mertua setelah menikah.
Akhirnya kakak ipar saya kembali tinggal serumah dengan kami, karena suaminya meninggal akibat penyakit diabetes. Dan mulailah kondisi rumah mertua tidak kondusif karena seringnya saya mendapat perlakuan kasar dan kata-kata yang tidak menyenangkan dari kakak ipar saya. Tapi saya berusaha untuk sabar, karena suami saya adalah anak yang penurut kepada orang tuanya, dia menuruti keinginan orang tuanya untuk tetap tinggal disana.
Satu rumah 4 keluarga
Akhirnya dalam rumah tersebut ada 4 keluarga yang menempati (mertua, kakak ipar, adik ipar, juga saya dan suami). Adik ipar kembali ke rumah tersebut karena istrinya memutuskan untuk bekerja di luar kota. Istrinya sudah tidak cocok dengan mertua saya dan memilih tinggal di luar kota, bahkan jarang sekali berkunjung ke rumah mertua kami. Dengan kondisi demikian, saya semakin tidak betah tinggal di sana. Ketika anak saya berusia 3 tahun, saya memaksa suami untuk keluar dari rumah tersebut dan berhasil. Kami akhirnya menyewa rumah dan tinggal hanya bertiga dengan sangat bahagia.
Namun kebahagiaan kami hanya selama 6 bulan, mertua saya minta kami untuk tinggal kembali di rumah mereka. Saya hanya bisa pasrah ketika suami saya membawa kami bertiga kembali ke rumah itu. Karena saya ingin menjadi istri yang taat kepada suami dan tidak mau membantah, hari demi hari pun saya lalui.
Saya harus menyembunyikan air mata karena tidak tahan hidup di rumah mertua yang lengkap dengan kakak ipar dan adik ipar. Selalu ada saja masalah, dan saya selalu menjadi pihak yang paling lemah, yang selalu disalahkan. Tapi saya tidak pernah melawan, saya hanya bisa diam dan sabar dengan apapun yang terjadi di sana. Saya lebih memilih untuk menyibukkan diri dengan pekerjaan di kantor dan kuliah hingga malam hari ketika saya sedang jenuh di rumah.
ADA HIKMAH DI BALIK SEMUA MASALAH
Ibu mertua saya sangat baik, beliau sayang sekali dengan anak kami, beliau yang selalu menjaga anak kami, ketika saya dan suami bekerja. Bapak mertua saya orang yang sangat keras, semua keinginannya harus dituruti. Sebagai Imam di rumah tersebut, beliau mewajibkan kami untuk menuruti semua kata-katanya. Sering sekali saya mengutarakan isi hati kepada suami dan meminta agar kami bisa keluar dari rumah itu dan tinggal bertiga lagi. Tapi belum berhasil, Karena suami saya adalah anak yang penurut sekali terhadap orang tua nya.
Selama 3 tahun terakhir saya berusaha menjadi istri yang lebih baik lagi untuk suami saya dengan harapan suatu saat, suami saya mengerti dan mau memutuskan untuk membawa kami bertiga keluar dari rumah tersebut.
Di bulan Ramadan tahun ini ( 1436 H ) bertepatan dengan Ujian Akhir Semester, saya selalu bangun tengah malam untuk melaksanakan salat tahajud, lalu belajar untuk persiapan UAS. Dalam salat tahajud, doa yang selalu saya minta kepada Allah SWT hingga membuat saya menangis adalah keinginan saya untuk bisa keluar dari rumah itu, dan bersama-sama suami saya membangun keluarga Sakinah. Mawadah dan Warohmah.
Pada hari senin, 29 Juni 2015 suami saya dan bapak nya berselisih paham. Suami saya terlihat marah sekali dengan bapak dan tiba-tiba pada hari itu juga suami memutuskan untuk keluar dari rumah.
Saya merasa sangat bersyukur kepada Allah SWT, yang telah mengabulkan doa saya. Penantian saya selama 6 tahun, kesabaran , dan keikhlasan dalam menerima kondisi apapun, berbuah manis pada Ramadhan tahun ini. Setelah minta maaf dan mohon restu kepada mertua, mereka akhirnya merelakan kami keluar dari rumah tersebut.
Sungguh ada hikmah di setiap peristiwa yang kita alami, saya benar-benar merasakan bahwa Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang, kita hanya perlu bersabar dan berprasangka baik kepada Allah. Ketika doa-doa kita belum dikabulkan, percayalah, Allah sudah punya rencana yang indah bagi hamba-Nya yang bersabar.
-oOo-
LOMBA KISAH RAMADAN VEMALE.COM
Menyambut bulan Ramadan 1436 H, Vemale.com mengajak para pembaca untuk membagikan kisah inspirasi. Kisah ini bisa tentang suka duka ketika memutuskan memakai hijab, kisah seru di bulan Ramadan, bagaimana rasanya jauh dari keluarga saat Lebaran atau kisah apapun yang meningkatkan sisi spiritual dan kedekatan Anda dengan Allah SWT.
Kirim kisah Anda melalui email ke redaksivemale@kapanlagi.net dengan subjek: KISAH RAMADAN VEMALE
30 kisah yang ditayangkan akan mendapat bingkisan cantik dari Vemale.com. Kami tunggu kisah Anda hingga tanggal 24 Juli 2015. Pemenang akan kami umumkan tanggal 28 Juli 2015.
Dari satu kisah, Anda bisa menjadi inspirasi bagi jutaan wanita Indonesia.
Share your story :)
(vem/yel)