Sarah Widyanti Kusuma, Pilot Wanita Termuda yang Pemberani!

Fimela diperbarui 26 Mei 2015, 14:40 WIB

Umumnya, profesi pilot adalah profesi yang lebih identik dengan laki-laki. Namun, wanita saat ini bisa kok menjadi pilot. Bahkan kemampuan seorang wanita menjadi pilot tak kalah hebat dengan seorang laki-laki. Sarah Widyanti Kusuma telah membuktikannya. Wanita cantik, pintar, dan pemberani ini sudah bekerja di salah satu maskapai terbesar di Indonesia, Garuda sejak tahun 2009.

Sebagai wanita termuda yang berprofesi sebagai pilot, Sarah mengakui bahwa pekerjaannya tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan. Butuh kecerdasan, disiplin, dan semangat yang tinggi untuk menjalaninya.

Penasaran seperti apa perjalanan hidup dan kisahnya? Yuk, kita ikuti petikan wawancara Vemale bersama Sarah di sela-sela kesibukan dari jam terbangnya:

Sejak kapan tertarik ingin menjadi seorang pilot?

Dari kecil saya memang minat dengan pekerjaan ini, karena orang tua saya juga seorang pilot. Dan saya pernah menjadi Sales Promotion Girlssetahun sebelum masuk, pernah gagal dan masuk dua kali. Tapi saya mencoba kembali beasiswa tersebut dengan mengambil pendidikan jurusan penerbangan di Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug.

Bagaimana menjalani pendidikan selama di STPI?

Kebetulan waktu sekolah 2 tahun sudah bekerja dengan mayoritas laki-laki, satu banding seratus orang. Memang sulit karena waktu SMA main sama perempuan dan aku karakternya agak feminim. Sulitnya perempuan lebih feminim dan perasaan, lebih sensitif, sedangkan laki-laki lebih keras dan merasa kurang suka sensitif.

Dan beratnya pendidikan semi militer, bangun pagi langsung lari, langkahnya panjang-panjang karena semua laki-laki kan, untuk kuat fisik kita lakukan push up, sit up dan sebagainya. Awalnya kaget, 3 sampai 6 bulan saya bisa adaptasi. Tidak ada boleh kunjungan orang tua. Tapi saya senang dan menikmatinya walau berat.

Pertama kali terbang ke udara dengan mengemudikan pesawat, apa yang Anda rasakan?

Pertama kali membawa pesawat itu saat tes masuk, ada tes bakat, dan memang belum pernah mengemudikan pesawat hanya stimulator. Pertama kali bawaan saya kondisi pesawat tidak ada AC, bersama instruktur dan calon murid. Belajar di darat udah dipelajari waktu sekolah, tapi saat terbang di ketinggian 3000 kaki kita harus selalu bisa mengontrol. Yang mengejutkan saat di ketinggian 3000 kaki, instruktur menguji mental kita, tiba-tiba mesin dimatikan dan dilihatlah ekspresi kita, apakah panik melihat kondisi di luar, mual dan sebagainya. Tapi saya berhasil dan lolos.

Kejadian apa yang menurut Anda susah untuk diatasi saat mengendarai pesawat?

Waktu ujian menghadapi cuaca jelek dan sampai sekarang kalau cuaca jelek keburu di atas sudah susah. Karena kalau Garuda kondisi cuaca jelek saat berada di bawah tidak boleh terbang, tapi kalau udah di atas kan mau tidak mau harus mikir apakah perjalanan tetap dilanjutkan atau putar balik. Putar baliknya pun harus dipikirkan dengan matang. Saat-saat itulah yang menurut saya susah dan membuat agak panik juga.

Pengalaman berat apa yang Anda alami saat mengendarai pesawat?

Pengalaman berat buat saya tahun 2011 saat mendarat di Yogyakarta, cuaca yang jelek di atas hujan dan badai. Yogyakarta landasannya kecil minimalis banget dan ekstra panik serta menegangkan buat saya.

Saat ini rute yang terjauh Anda jalani ke mana dan rute yang ingin Anda kunjungi apa?

Saya sudah 4000 jam, dan rute terjauh ke Amsterdam 3 sampai 4 bulan sekali. Dan saya pengen banget ke Kutub Utara, karena ilmu penerbangan medannya juga beda.

Apakah suami Anda mendukung pekerjaan sebagai pilot?

Sebelum saya menikah, saya sudah menjadi pilot, dan kebetulan suami sama profesinya dengan saya. Suami supportsekali karena kita dari dunia yang sama, justru menjadi terpacu dan lebih percaya diri. Dan untuk anak belum dikasih.

Cita-cita apalagi yang ingin Anda capai untuk masa depan sebagai pilot?

Sebetulnya saya ingin menjadi astronot tapi saya tidak tahu linkdi negara ini untuk menjadi astronot. Dan sekarang saya kebetulan lagi ambil sekolah program kapten, lagi proses. Dan saya juga ingin menjadi instruktur.

Menurut wanita kelahiran Bandung 3 Maret 1988 ini, seorang pilot memang memiliki tanggung jawab penuh dengan membawa ratusan penumpang lewat jalur udara, tapi ia sangat mencintai pekerjaannya, selain itu baginya saat mengendarai pesawat dengan tangannya sendiri sangatlah menyenangkan dan membuatnya bangga.

"Tanggung jawab penuh ya karena ratusan nyawa dan saya ekspresinya justru bangga. Enak bawa pesawat, karena saya bisa tahu rutenya, terus bagaimana cuacanya, kalau di belakang kan nggak tahu," ucapnya dengan senyuman.

Wah, Sarah memang benar-benar sosok wanita tangguh yang sangat menginspirasi, ya Ladies. Semoga makin banyak wanita Indonesia yang membanggakan seperti dia.

 
 
 
(vem/yun/nda)