Ingin Lestarikan Seni Budaya Indonesia, Galeri Apik Hadirkan Pameran Batik

Fimela diperbarui 28 Apr 2015, 19:00 WIB

Galeri Apik Jakarta yang telah menghadirkan pameran karya seni unik beberapa waktu lalu, kini kembali menggelar acara yang mendulang sukses tersebut. Pada eventnya kali ini, galeri yang berlokasi di bilangan Pondok Indah ini menampilkan pameran seni lukis dengan sejumlah batik tulis kuno berusia 80 tahun lebih, kain tenun berusia 50 tahun lebih dan kebaya antik.

Direktur Galeri Apik, Rahmat, mengatakan bahwa pameran kali ini memang istimewa, mengingat bertepatan dengan momen Hari Kartini. Menurutnya batik tulis itu dekat sekali dengan citra seorang wanita yang menggunakan kain.

"Bagi saya, keduanya baik lukisan maupun batik memiliki nilai seni dan budaya tinggi, karena kreativitas perancangnya yang mengagumkan, memiliki banyak arti simbol khas dan dibuat handmade," ungkap Rahmat, saat ditemui dalam acara pembukaan pameran bertajuk Small Bites di Galeri Apik Plaza Radio Dalam 3A Jakarta Selatan Sabtu 25 April 2015.

Lebih lanjut dirinya menjelaskan mengenai tema Small Bites. Lukisan yang dipamerkan seluruhnya berukuran kecil, tidak lebih dari 90 cm x 90 cm. Meskipun demikian, sebagian besar adalah karya old master dari seniman ternama dan maestro yang menggugah hati sangat menggigit.

Mereka adalah Popo Iskandar, Nashar, Gerard Pieter Adolfs, Sunaryo, Made Wianta, Willem Gerard Hofker, Rustamadji, Arie Smit, Leo Eland, HAL Wichers, Willem Imandt, Rudolf Bonnet, Lee Man Fong dan Soedibio.

Sementara untuk kain yang dipamerkan adalah kebaya antik, kain tenun wastra nusantara berusia 40 tahun lebih, dan koleksi batik-batik tua berusia 80 tahun lebih dari kawasan atau daerah perancang terkenal zaman itu.

"Usia batik yang dipamerkan tertua berusia 95 tahun, yaitu jenis batik tulis asli Oey Soe Tjoen dan Kopi Tutung. Jadi yang dipamerkan itu semuanya adalah kain unggulan (wastra prima)," terang Rahmat.

Rahmat kembali menegaskan bahwa kain batik dan tenun adalah bagian dari karya seni, budaya dan desain tradisi. Hanya saja menggunakan media kain, malam, pewarna yang terkadang alami dan canting.

"Semuanya adalah batik tulis. Sebagian dibuat hanya satu-satu saja setiap jenisnya dan tidak dibuat dalam edisi atau banyak artist’s proof seperti patung tembaga. Dalam proses pembuatan batik, bisa memakan waktu cukup lama jika dibuat tekun seperti halnya lukisan," katanya.

Meski diakuinya saat ini masyarakat belum banyak yang memandang batik sebagai barang seni dan potensi investasi namun telah ada beberapa khas batik tulis antik yang harganya di atas lukisan maestro berukuran kecil.

"Ini tantangan untuk membawa batik ke tingkat internasional terutama terasa booming pasca pengakuan UNESCO terutama bagi generasi muda untuk setia melestarikannya sebagai national heritage," tutup Rahmat dengan memberi harapan.

Pameran berlangsung selama satu bulan penuh sampai tanggal 25 Mei 2015. Seluruh lukisan dan batik yang dipamerkan tidak untuk dijual. Bila Anda penasaran seperti apa pameran Small Bites langsung saja datang ke Galeri Apik Plaza Radio Dalam 3A Jakarta Selatan.

(vem/yun/rsk)
What's On Fimela