Ladies, bisa diceritakan seperti apa sosok ayah untuk Anda? Apakah dia adalah sosok yang hangat dan selalu membuat kita tertawa? Atau justru ia adalah sosok yang tak banyak berkata-kata tapi semua yang dilakukannya sudah merangkum semua makna kasih sayang? Bagi seorang anak perempuan, ayah adalah sosok yang selamanya tak akan tergantikan. Ketika nanti sudah menikah pun, seorang anak perempuan tak akan bisa menyandingkan besar cinta ayahnya dengan cinta dari suami sendiri.
Berikut ini adalah kisah dari seorang pengguna Facebook bernama Yana Nurliana. Ia menceritakan pengalamannya bertemu dengan seorang bapak yang sedang mencari sepatu yang pas untuk putri tercintanya. Di akhir cerita, kita pun akan kembali mengingat sosok ayah kita sendiri yang merupakan lelaki nomor satu di hidup kita.
***
Sore kemarin, bapak ini bikin hariku biru. Sebenarnya sudah berkali-kali bapak ini mondar mandir di depan stan sepatuku. Tapi setelah agak sepi, barulah beliau mendekat .
“ Hmmm… Begini, Bu... ."
Beliau mengeluarkan sesuatu yang membuatku sedikit bingung, yaitu beberapa potongan tali rafia kecil-kecil.
“Anak perempuan saya, 13 tahun, punya badan gemuk dan tinggi. Saya susah sekali menemukan sepatu anak perempuan nomor 42. Kalau bisa lebih besar lagi, saya mau beli, Bu."
Saya melongo.
Diam.
Hening.
Menatap potongan tali yang begitu detil. Talik dengan ukuran untuk panjang kaki, lebar kaki, jarak jepit jempol jika ingin mencari sandal jepit pun ada.
Permintaan bapak ini sungguh berat. Ukuran sepatu dan sandal wanita yang ada di stan saya yang merupakan stok toko sepatu kawan saya di Mojokerto adalah ukuran orang Indonesia pada umumnya, paling besar ukuran nomor 40.
Tapi, saya tak mungkin menolak beliau..
Tatapan mata beliau mengingatkan saya pada almarhum bapak. Pria hebat yang sangat dekat dengan saya. Semangat berkeliling dunia pun saya dapatkan dari beliau. Seorang pelaut tanpa pendidikan formal, yang punya kemampuan membawa kapal penarik minyak, yang bergaji murah. Skill beliau menarik tag boat, keliling Indonesia, bahkan mungkin tak dihargai 10 persen dari gaji karyawan berpendidikan tinggi di perusahaan minyak milik asing kala itu. I love him so much.
Ketika beliau pergi, saat itu saya masih duduk di kelas 2 SMK, saya sempat membenci takdir saya kala itu.
Kembali saya memandang seorang bapak di depan saya, mungkin tatapan inilah yang juga dimiliki almarhum bapak ketika beliau ke Surabaya, dan saya menitip boneka susan lengkap dengan petunjuk model boneka yang saya inginkan.
“Pak, bonekanya harus bisa ngomong, bisa bergerak, bisa nyanyi… Pokoknya seperti Susan yang dipegang Kak Ria Enez," kata saya yang waktu itu masih belum duduk di bangku sekolah.
Masih jelas di ingatan. Saya bertemu bapak hanya seminggu dalam sebulan. Bapak menghabiskan hari-hari beliau di laut, membawa barang dari Surabaya ke Balikpapan, pulang pergi.
Sebulan kemudian, bonekanya memang saya dapatkan. Tidak persis tapi mirip. Boneka dengan empeng dimulut. Jika empengnya dicabut dari mulut boneka, boneka mirip Susan itu akan mengeluarkan suara tangisan bayi meraung-raung. Dan jika empeng dipasang kembali, bonekanya akan mengeluarkan suara terkekeh-kekeh, sambil mengucapkan, "I love you, Mama."
Balikpapan waktu itu tidak sebesar saat ini. Apalagi kampung baru. Mainan boneka saya saat itu adalah yang terbaru di Surabaya, apalagi di Balikpapan. Saya langsung memamerkan boneka itu dari ujung jembatan gang sampai depan gang.
Bangganya aku! *melap air mata dulu ya*
Bapak pasti dulu keliling toko mainan di Surabaya untuk mencari boneka pesanan saya. Mungkin bapak saya saat itu sama dengan sosok bapak yang ada di hadapan saya saat ini.
“ Pak, ukuran 42 ndak ada, tapi saya bisa buatkan 2 minggu," kata saya pada bapak yang berdiri di depan saya. Jawaban lancang ini sebenarnya belum saya diskusikan pada teman saya si pemilik sepatu. Tapi bodo amat. Si bapak tidak boleh ditolak.
“Alhamdulillah, sebulan pun tak apa, Bu, asal anak saya bisa punya sepatu baru. Dua tahun lalu, saya pernah belikan dia sepatu laki-laki nomer 42, tapi karena macam tu... sepatu masih pantas dipakai anak perempuan... sampai sekarang sudah kali keberapa itu sepatu sobek dan dijahit ulang."
Beliau sumringah. Menunjuk model 2 sepatu kulit, kemudian mengeluarkan uang 500 ribu, setelah mencatatkan alamat beliau. Beliau dari salah satu desa kecil di Kabupaten Kerinci, Jambi. Bapak ini adalah satu pemilik UKM perwakilan dari Kabupaten Jambi yang membuka stan kain songket Jambi.
“ Bu, jika pun Ibu nanti lupa mengirimkan sepatu saya, saya ikhlas... ada orang nak tau bagaimana perasaan seorang ayah ingin membahagiakan anaknya... itupun cukup sudah."
Dan beliau pergi, membuat mata saya berkaca-kaca.
Ya! Buat kita orang kota, “persoalan” bapak ini bukanlah hal yang susah.
Sepatu perempuan lucu dan unik, sampai No 44-pun ada di Payless Store, di mall–mall besar. Tapi bukan tentang itu.
Tapi ini tentang kisah si bapak. Mungkin sebagian dari kita menganggap bahwa bapak adalah sosok yang dingin, kaku, tidak perhatian, monoton, dan memiliki kosakata terbatas dalam berdialog. Tapi bapak adalah seseorang yang istimewa.
Ketika salah seorang sahabat datang kepada Rasulullah saw dan bertanya; “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku hormati?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Sahabat tadi kembali bertanya, “Kemudian siapa?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Sahabat itu kembali bertanya, “Kemudian siapa?" Beliau menjawab. “Ibumu.” Penasaran, sahabat tadi mengulang pertanyaannya, “Kemudian siapa?” Rasulullah saw menjawab, “Ayahmu.” (Bukhari - Muslim)
Ibumu... ibumu... ibumu… dan bapakmu. Bapak, meskipun disebut setelah nama ibu disebut tiga kali, adalah sosok yang juga sangat penting dalam hidup kita. Semoga kita diberi umur panjang untuk berbakti kepadanya.
Yana.
(*Kisah di atas telah melalui proses penyuntingan oleh Redaksi Vemale tanpa mengurangi konten cerita yang ditulis langsung oleh Yana Nurliana.)