Nenek Korban Perang Memaafkan Pelaku Dengan Mengadopsi Cucu Sang Komandan

Fimela diperbarui 19 Jan 2015, 13:30 WIB

Memaafkan orang lain yang telah menyakiti kita adalah hal yang paling sulit di lakukan. Kemarahan dan dendam terkadang masih menyelimuti seseorang yang tersakiti. Bahkan, ada rasa tidak ingin bertemu atau berinteraksi dengan orang yang telah menyakiti. Itu manusiawi, hanya saja diperlukan rasa lapang dada untuk memaafkan agar mendapat pahala. Dan menerima masa lalu yang pahit yang kemudian menjalin silahturahmi yang terputus merupakan perbuatan mulia.

Itulah yang di lakukan oleh seorang korban selamat peristiwa Holocaust dulu yang mengadopsi cucu salah satu komandan tertinggi Nazi yang telah membunuh orang tuanya, seperti yang dilansir oleh Dailymail.co.uk.

Pada saat usia 10 tahun, menjadi waktu yang begitu buruk bagi seorang Eva Mozes Kor dan saudara kembarnya, Miriam. Si kembar yang lahir di Rumania, dibawa paksa dalam truk untuk sapi dan diangkut ke kamp konsentrasi Nazi Auschwitz bersama dengan seluruh keluarga korban yang tidak pernah mereka lihat lagi. Kemudian, dipaksa bertahan dalam sebuah eksperimen medis yang mengerikan oleh Dr.Mengele yang dikenal dengan malaikat maut.

Meskipun cobaan yang dilalui Eva yang kini berusia 80 tahun, namun dia masih memiliki belas kasihan dan memaafkan atas penyiksanya yang dilakukan Nazi. Dengan mengadopsi secara tidak resmi cucu seorang komandan SS Nazi. Sepuluh tahun setelah perang dunia kedua berakhir, Eva menerima surat dari Rainer Hoess yang kini berusia 49 tahun, cucu Rudolf Hoess, yang menyaksikan pembunuhan sekitar 1,1 juta orang di Auschwitz.

Rainer telah memutus hubungan dengan keluarganya sendiri dan mengatakan pada Eva bahwa dia begitu muak dengan kakeknya sendiri bahkan dia akan buang air kecil di atas kuburnya walau sekali, yang diketahui kakeknya meninggal karena dijatuhi hukuman gantung pada 1947.

Menurut Eva, dia bangga menjadi nenek angkat Rainer, dia mengagumi dan mencintainya. Rainer membutuhkan cinta yang tidak pernah didapatkan dari keluarga. Eva menceritakan bahwa Rainer telah tumbuh untuk mencintainya dan hubungan mereka berdua seperti sahabat dan saling memahami secara emosional.

Dia menambahkan bahwa orang-orang dari tempat berbeda yang memanggil satu sama lain sebagai cucu dan nenek dapat menandakan suatu harapan. Eva mengisahkan bahwa dia bersama adiknya tiba di kamp konsentrasi tahun 1944 yang diambil paksa dari desa tempat mereka tinggal di Rumania setelah diserang Nazi.

Setelah perjalanan menggunakan kereta api dalam kondisi mengerikan, Eva ingat kedatangan mereka merupakan hari terakhir melihat orang tua dan kakak perempuannya Edit dan Aliz. Ayahnya dan saudaranya diseret paksa menghilang dari keramaian. Eva dan saudara kembarnya hanya bisa menangis dan meraung-raung, memeluk ibunya yang akhirnya diseret juga. Si kembar mengalami pelecehan seksual dan menjadi objek eksperimen medis yang mengerikan.

Eva dan saudara kembarnya tidak dibunuh karena si dokter 'malaikat maut' tertarik dengan penelitian gen tentang kembar genetik dengan melakukan percobaan seperti sengaja menginfeksi mereka dengan tifus atau penyakit lain dan kemudian transfusi darah satu sama lain dan melihat apakah mereka berdua selamat atau sebaliknya. Jika salah satu dari kembar tidak selamat, maka kembar lain yang selamat akan di bunuh juga. Sehingga, mereka dapat membuat laporan post-mortem komparatif.

Si kembar itu salah satu dari 200 pasangan kembar yang berhasil selamat dari kamp dari 1.500 pasangan kembar ketika dibebaskan oleh tentara Soviet pada bulan Januari 1945.

Eva telah menulis sebuah buku tentang pengalamannya di Auschwitz, berjudul 'Surviving The Angel Of Death', di mana dia menyatakan telah mengampuni Nazi untuk apa yang mereka lakukan. Pada tahun 1984, saudara kembar itu mendirikan sebuah yayasan bagi korban percobaan mematikan laboratorium anak Nazi di Auschwitz, sebuah organisasi yang didedikasikan untuk menceritakan kisah kembar Mengele.

Miriam meninggal karena kanker ginjal 11 tahun kemudian. Eva sekarang mengajar di yayasan, di mana ia berbagi cerita dan mempromosikan pesan harapan dan pengampunan. Dia telah kembali untuk upacara penghormatan di Auschwitz, bukannya merasa sedih dan takut justru menari di aman dia kehilangan keluarganya.

Menurut Eva, di sanalah mereka mengambil suka cita hidup Eva dan keluarganya, dengan cara itu dia merebut kembali kebahagiaannya. Rainer, yang masih tinggal di Jerman mengungkapkan bahwa tetap tidak bisa memaafkan kakeknya dan menganggapnya pengkhianat untuk tidak mengakui dan mencela mereka.

Rainer merupakan satu-satunya anggota keluarga komandan Nazi yang berani bicara menentang Hoess, yang tertangkap oleh pasukan Inggris di tahun 1946 dan diadili di Nuremberg. Kini, Eva aktif di Twitter, di mana ia berbagi pandangannya tentang cinta dan harapannya. Pada malam tahun baru dia menulis sebuah status Twitter  'Mulai tahun baru dengan bersih'. Bagaimana menurut Anda ladies?

(vem/nip)