Kisah nyata ini adalah kiriman dari sahabat Vemale.com bernama Dewi Sari. Perjuangan Dewi memberikan ASI tidak mudah, namun semangat dan kegigihannya membuat sang bayi tetap mendapat ASI hingga sekarang. Semoga kisah ini bisa membuat semangat Anda tetap ada.
***
Lewat kisah ini, aku tak bermaksud menggurui atau merasa sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Allah. Kisah ini berawal dari tekadku untuk memberikan ASI eksklusif untuk my little princess, Ajeng Khaira Azkadina.
Bagi ibu-ibu pekerja yang kurang semangat memberikan ASI eksklusif, sebenarnya Anda bisa melakukannya. Kuncinya dua, harus dengan niat yang kuat dan pantang menyerah. Hal ini sudah saya buktikan sendiri. Bayi saya mendapat Makanan Pendamping ASI di usia 6 bulan, 3 hari. Sampai usia putri saya sudah memasuki 7 bulan, saya masih berusaha untuk memberikan ASI sebagai makanan dan minuman.
Saya melahirkan secara sesar di sebuah rumah sakit bersalin dekat ITC Cipulir. Keputusan untuk sesar teramat berat untuk saya. Niat menempuh persalinan normal tak dapat saya penuhi karena luas panggul tak mampu dilewati oleh janin yang cukup besar, dengan berat 3,4 kg.
(vem/yel)What's On Fimela
powered by
ASI Saya Sangat Sedikit Setelah Melahirkan
Setelah proses sesar, memberi ASI ternyata tak semudah yang dibayangkan. Bayiku tak bisa merasakan ASI pada hari pertama sampai hari ketiga kelahirannya. ASI yang saya keluarkan terlalu sedikit, tapi Alhamdulillah, RSB tempat saya melahirkan pro ASI. Mereka meminta saya untuk selalu mencoba.
[startpuisi]Di masa awal memang susah, nanti lama-lama keluar, yakini saja. Tapi ibu harus rileks dan berpikir positif. Allah pasti tahu sampai sebatas mana kemampuan kita, makanya sejak hari pertama sampai ketiga kelahirannya, bayi masih memiliki cadangan untuk kelangsungan hidupnya.[endpuisi]
kata-kata tersebut masih selalu saya ingat. Dari sanalah semangat saya muncul. Begitu pulang ke rumah, saya tetap berusaha untuk memberikan ASI yang belum begitu banyak. Dengan segala keterbatasan karena sempat mengalami baby blues, saya tetap bersemangat. Saya tetap berpikir positif karena saya sudah melahirkan sesar, rasanya tak sampai hati jika bayi saya harus mendapat susu formula juga. Lantas, di mana letak kebanggaan saya sebagai seorang ibu?
Jika saya dapat memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan, paling tidak saya bisa menceritakan hal tersebut saat si bayi sudah dewasa. Semua saya lakukan demi memenuhi hak bayi saya untuk mendapatkan ASI eksklusif.
Perjuangan Memompa ASI, Walau Tak Banyak Tetap Semangat
Tak terasa, cuti melahirkan selama 3 bulan, tinggal 2 minggu. Saya panik karena belum punya stok ASI cadangan. Saya coba memerah ASI, tapi tidak mendapat banyak, hanya 60ml. Keesokan harinya juga, hanya sebatas itu. Kemudian saya berpikir sepertinya ada yang salah dengan hal ini. Masalahnya adalah.. saya memerah ASI, tapi bayi menyusu dari kedua payudara. Tidak heran jika hasil ASI pompa sangat sedikit.
Akhirnya saya siasati saat memompa selanjutnya. Waktu memerah ASI saya lakukan sebanyak 4 kali, yaitu pagi, siang, sore, dan tengah malam. Hal baru yang saya lakukan adalah memerah ASI sambil menyusui. Dengan alat perah manual, tangan memompa sambil menyusui tiduran. Awalnya saya kesulitan, tapi lama-lama terasa mudah.
Pagi hari, saya memompa di payudara kanan, siangnya payudara kiri, kemudian sore payudara kanan lagi. Malam payudara kiri. Agar ASI melimpah keesokan pagi, maka saat malam, berikan bayi hanya payudara di satu sisi saja, jangan keduanya. Alhasil, pagi-pagi saya bisa mendapat sampai 240ml. Di jam-jam selain pagi saya hanya mendapat 90ml-110ml.
Menjadi Ibu Tidak Ada Sekolahnya, Kita Harus Terus Belajar
Kegiatan itu terus saya lakukan hingga hari ini. Meski awalnya sangat sulit, ASI saya tetap cukup. Kuncinya: bulatkan tekad untuk memberikan ASI eksklusif. Yakinkan diri bahwa ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi, tak ada yang lain.
Jika ada anggota keluarga yang memaksa menambahkan susu formula, tolak dengan tegas. Yang tak kalah penting, minum harus banyak, setidaknya 2 liter perhari. Konsumsi sayur dan buah lebih banyak. Dan ingat, stres sangat berpengaruh terhadap banyak sedikitnya hasil ASI, jadi harus pintar-pintar menyiasati.
Ajak bicara bayi, tatap matanya lekat-lekat. Semakin sering dilakukan, selain menciptakan ikatan ibu dan bayi, produksi ASI semakin melimpah.
Ingatlah, menjadi seorang ibu tidak seperti insinyur, dokter, masinis, nahkoda, dll yang ada sekolahnya. Kita dituntut untuk menjadi sekreatif mungkin, belajar otodidak. Saya bukan ahli, karena saya seorang ibu yang masih baru, yang masih harus banyak belajar.
Itulah kisah yang bisa saya bagikan, semoga bermanfaat untuk pembaca yang lain.
Ibu dari Azka