Terima Kasih Mengajariku Membaca Dan Menulis Wahai Guruku

Fimela Editor diperbarui 01 Nov 2021, 16:05 WIB

Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru

Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku

Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku

Sebagai prasasti terima kasihku

Tuk pengabdianmu

Waktu kecil, kita sering menyanyikan lagu ini di sekolah. Mungkin saat itu, lagu ini hanya sebuah lirik yang dinyanyikan begitu saja, tak begitu diresapi maknanya. Begitu dewasa, kita menyadari bahwa setiap guru sangat layak diapresiasi dengan lagu ini. 

Kalau melihat kita hari ini, ada 3 hal yang perlu kita syukuri. Orang tua, guru dan pertumbuhan. Ketiganya adalah elemen penting yang memberikan kita pengetahuan, pendidikan, pengasuhan dan perkembangan sehingga kita menjadi makhluk mandiri yang bisa hidup di tengah-tengah masyarakat. 

Hari ini, 25 November, adalah Hari Guru Nasional. Sudahkah Anda mengucapkan selamat dan terima kasih pada sosok-sosok guru dalam kehidupan Anda? 

Ada banyak jenis guru dalam kehidupan. Guru di sekolah, guru musik, guru silat dan berbagai macam guru lainnya. Namun bila ada yang ingin saya beri apresiasi, maka beliau adalah guru yang mengajari saya membaca dan menulis. Saya ingat, namanya adalah Bu Theresia. 

Menurut saya, tanpa bisa membaca dan menulis, maka saya akan buta pada semua ilmu dan bahkan buta pada kehidupan yang saya miliki. Saya bersyukur waktu itu Bu Tris (nama panggilan Bu Theresia), adalah sosok guru yang baik, sabar dan telaten membimbing seisi kelas kami. 

Saya suka setiap kali Bu Tris membuka papan belajar baca, kemudian mengambil kartu-kartu kecil  berisi huruf alfabet dan mulai mengajar b-a ba, c-a ca. Maka akhirnya saya tahu cara membaca dan bisa menuliskannya. 

Di buku tulis kotak besar kecil, kami belajar menulis huruf balok secara proporsional, meski milik saya tulisannya sebesar gajah. Begitu pula saat belajar menulis huruf latin, pasti tulisan saya keriting. 

Selain Bu Tris, adapun ibu saya yang juga seorang guru. Ibu saya lebih disiplin dan tegas dibandingkan Bu Tris, malah lebih keras. Tapi saya bersyukur. Kalau tidak ada ibu, mungkin tulisan saya sampai sekarang akan sebesar gajah dan keriting. Can you imagine that? 

Kedua sosok guru ini yang memberhasilkan saya melewati guru-guru lainnya. Guru bahasa Inggris, guru Matematika, guru PPKn bahkan guru Bahasa Indonesia. Semua guru sangat berjasa dalam kehidupan kita, namun saya sangat berterima kasih yang utama pada guru yang membuat saya bisa membaca dan menulis. 

Kini saya tak hanya bisa membaca dan menulis, namun bisa memahami sebuah tulisan dan memahami lirik lagu Hymne Guru di atas. Lagu tersebut adalah ciptaan Pak Sartono yang punya lirik indah dan mendalam. Beliau juga merupakan seorang sosok guru. 

Anda pasti juga punya nama sosok guru yang berkesan. Mungkin Anda bisa menyebut namanya atau mungkin guru itu berupa pengalaman. Apapun itu, ingatlah bahwa kita bisa sehebat sekarang juga berkat para guru. 

Guru memang pelita dalam kegelapan dan embun penyejuk dalam kehausan akan pengetahuan. Selamat Hari Guru wahai pahlawan tanpa tanda jasa. Terima kasih telah membuat kami menjadi insan yang berpendidikan dan berbudaya. 

(vem/gil)