Walau Ayah Bekerja Jauh di Negara Lain, Cintaku Tak Pernah Jauh Darinya

Fimela Editor diperbarui 13 Jul 2021, 22:18 WIB

Kisah ini dikirim oleh Selvi Dwi Yanti dan menjadi salah satu pemenang dalam Lomba Kisah Aku dan Ayah.

***

Dimulai saat usia saya 5 tahun, saya sering memancing ikan lele bersama ayah di belakang penginapan kami. Saat saya masih kecil, ayah bekerja di salah satu perusahaan kertas Malaysia. Setiap kali pergi jalan-jalan, ayah selalu bilang "Kalau menyeberang jalan, lihat kiri-kanan dulu!". Bayangkan sahabat Vemale, SETIAP kali pergi jalan SELALU mengingatkan hal yang sama. Kalau dipikir-pikir, apa tidak capek ayah selalu mengulang kalimat itu? Hehehe.. Kalau jalan-jalan ke kebun binatang, saya selalu digendong ayah, karena saya pendek, jadi nggak bisa melihat binatang-binatangnya. Saat jalan-jalan ke pantai, ayah yang mengajari saya berenang.

Usia saya beranjak dan sudah saatnya masuk sekolah dasar. Dengan sangat terpaksa, saya harus berpisah dari ayah. Saya harus pulang kampung untuk sekolah di Indonesia, karena sekolah di Malaysia biayanya mahal. Inilah saat-saat sedih ketika saya berusia 6 tahun, harus terpisah dari ayah yang sangat saya sayangi. Satu hal yang membuat saya kuat adalah kata-kata ayah:

Nak, tidak ada orangtua yang rela meninggalkan anaknya, tapi keadaan kita terpaksa harus berpisah. Ayah harus pergi demi mencari uang untuk sekolah kamu dan kakakmu. Ayah tidak ingin kalian hanya tamat sekolah dasar seperti ayah. Ayah ingin kalian melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.

Memang, di kampung saya ada sawah dan kebun yang cukup untuk kehidupan sehari-hari, namun tidak cukup untuk biaya pendidikan. Maka dengan berat hati saya berpisah dari Ayah. Hari demi hari saya lewati, saya belajar sungguh-sungguh. Setiap kali penerimaan rapor, ayah tidak bisa datang, padahal namaku dipanggil sebagai murid berprestasi. Kami berkomunikasi hanya lewat surat pada masa itu. Ayah hanya bisa pulang jika sudah mengumpulkan cuti bulanan. Beliau pulang sekali dalam setahun pada bulan Ramadan hingga Lebaran. Beliau di rumah hanya beberapa saat, setelah Lebaran kembali lagi ke Malaysia.

Singkat cerita saya menyelesaikan pendidikan dengan lulus dan predikat yang baik, hingga akhirnya tiba masanya saya masuk ke perguruan tinggi. Alhamdulillah, saya diberikan kesempatan untuk kuliah karena ayah yang selalu berjuang. Ayah selalu memberikan yang terbaik untuk kami anak-anaknya. Beliau tidak memikirkan seberapa besar pengorbanan untuk saya. Yang ayah rasakan pasti berat, harus bekerja jauh dan terpisah dari anak-anaknya. Semua agar saya bisa sekolah.

Saya memutuskan untuk mengambil jurusan teknik komputer di salah satu universitas ternama Sumatera Barat. Saya ikuti jalannya pendidikan dengan sepenuh hati, hingga tiba waktunya saya wisuda. Saat wisuda saya didandani cantik dan rupawan, memakai toga yang terpasang di kepala. Saya ingin ayah datang melihat saya sudah lulus. Saya ingin beliau bangga melihat moment kelulusan.

Ayah dan saya berkomunikasi lewat telepon, beliau berjanji akan datang di hari wisudaku. Saya ingin beliau mendengar langsung saat saya dipanggil, “Selvi Dwi Yanti, anak dari Bapak Mawardi dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan,”.

Tapi apalah daya, perusahaan tempat ayah bekerja tidak memberikan izin agar beliau bisa pulang. Di saat itulah air mataku jatuh tak terbendung lagi. Saya biarkan air mata itu mengalir membasahi pipiku yang sudah diberi make-up oleh petugas salon kecantikan tadi.

Tidak lama setelah saya diwisuda, kakak saya yang kedua akan menikah. Kami berharap ayah bisa pulang di pernikahan itu. Dari rumah, saya dan keluarga sudah rapi untuk menuju Bandara Internasional Minangkabau (BIM), siap-siap menunggu kepulangan ayah.

Kring…

Kring…

Teleponku berdering dan ada suara ayah di sana. “Assalamualaikum, nak. Ayah ditangkap polisi saat pemeriksaan paspor di bandara Malaysia. Maafkan ayah tidak jadi pulang,”.

Satu lagi kisah sedih menimpa keluarga saya. Satu cobaan lagi, tapi saya percaya Allah SWT tidak akan memberi cobaan di luar batas kemampuan hamba-Nya. Empat bulan lamanya ayah menjalani hukuman karena masalah paspor yang sudah tidak berlaku lagi. Setelah itu ayah dipulangkan ke Indonesia.

Sekali lagi kami sekeluarga sudah rapi dan berdebar menunggu kepulangan ayah di BIM. Beberapa menit kemudian ayah muncul dari pintu kepulangan. Saya tak kuasa melihat ayah yang hanya membawa kantong plastik hitam. Kantong itu dipakai sebagai tempat membawa barang-barang beliau. Saat ditangkap beberapa bulan sebelumnya, tas ayah dikembalikan ke kerabat yang ada di Malaysia. Saya tak kuasa menahan tangis bahagia dan memeluk ayah. Bersyukur ayah pulang dalam keadaan sehat dan selamat.

Kini tiba kisah bahagia bersama ayah. Saya dan ayah berkumpul lagi di kampung halaman tercinta. Kami menggarap ladang bersama. Banyak sayur dan pohon kami tanam, kami memanen hasil ladang bersama dan ayah menjual hasilnya dengan mengendarai sepeda motor.

Masa-masa itu tidak lama. Hingga tiba waktunya saya yang harus pergi meninggalkan ayah. Saya mendapat panggilan kerja dan diterima bekerja di salah satu kota Sumatera Barat yang jaraknya 4 jam perjalanan dari kampung saya. Saya diterima sebagai staf honorer di SMA kota yang jauh tersebut dengan gaji Rp 600.000/bulan. Walau tak besar, saya berusaha memberi sebagian gaji untuk saya berikan ke ayah setiap bulan. Saya ingin membahagiakan ayah, meski pekerjaan yang saya jalani saat ini jauh dari sekedar cukup.

Terkadang saya bermimpi bisa menjadi salah satu bagian dalam film garapan sutradara Hanung Bramantio. Saya juga ingin menjadi penceramah terkenal seperti umi Pipik, istri almarhum Uje. Semua impian itu saya bayangkan agar honor yang saya terima bisa digunakan untuk memberangkatkan ayah pergi haji dan membelikan rumah untuk ibu.

Sahabat Vemale, itulah sepenggal kisah sedih dan bahagia saya bersama ayah. Saya sertakan juga beberapa foto saya dan ayah panen dan berkebun bersama.

***

----

 Nama Penulis: Selvi Dwi Yanti

Twitter: @chelvydoank

Facebook: Chelvy Ode (Selvi Dwi Yanti)

----

Jarak tak menjadi penghalang untuk saling memberikan cinta dan kasih sayang. Semoga kisah ini bisa menjadi gambaran betapa besar perjuangan seorang ayah di perantauan demi menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak-anaknya. Jika saat ini Anda dan ayah sedang berdekatan, jangan lupa peluk dia sebagai bukti sayang Anda. Semoga impian Selvi memberangkatkan haji ayahnya dan membelikan rumah untuk ibunya bisa segera terkabul :)

(vem/yel)