Kisah ini dikirim oleh Nurul Isnaini dan menjadi salah satu pemenang dalam Lomba Kisah Aku dan Ayah. Segalak-galaknya ayah, dia punya sisi lembut bagi anak perempuannya. Ayah akan berusaha menjaga anak perempuan sekuat yang dia bisa, karena itulah tugasnya. Kelak, anak perempuan inilah yang akan jadi kebanggaan seorang ayah. Semoga kisah ini bisa memberi inspirasi bagi Anda semua :)
***
Bagiku, ayah adalah Malaikat Tanpa Sayap yang selalu berjuang demi kehidupan keluarganya agar lebih baik. Ayahku juga melakukan hal yang sama, beliau selalu berjuang agar anak-anaknya mendapatkan kehidupan serta pendidikan yang layak.
Saya Nurul Isnaini, anak ke-2 dari 7 bersaudara. Usiaku saat ini 21 tahun, Percaya atau tidak, seluruh orang memanggilku anak Abah (panggilanku pada ayah).
Walau Wajahnya Terlihat Galak, Abah Adalah Pria Yang Menyenangkan
Abah adalah mantan TNI AD. Seperti tentara pada umumnya, abah memiliki sifat yang tegas dan keras. Disiplin diterapkannya dalam keluarga. Bisa terbayangkan punya ayah tinggi besar dan sangar? Tetapi abah tidak sesangar yang terlihat, karena sebenarnya abah adalah sosok pria yang baik, lucu, menyenangkan dan mengerti apapun tentang anaknya dibanding mama. Di balik sifat tegas dan kerasnya, ada sifat peduli yang besar dan itulah yang saya rasakan.
Pada tahun 1999, abah mengundurkan diri dari TNI. Keputusan itu membuat rumah tangga abah dan mama mendapat ujian. Saat itu abah dinas di kota Blitar hingga akhirnya pindah dan menetap sementara di Tangerang. Kami menumpang di rumah nenek dari mama, karena mamaku dan aku lahir di Jakarta sedangkan abah asli orang Bangil, Jawa Timur.
Abah punya latar belakang yang bisa dibilang selalu hidup enak, kerjanya pun enak, berpakaian rapi, tapi abah memilih untuk memulai semuanya dari nol. Kami tiba di masa hidup di desa. Jangankan untuk biaya sekolah, makan pun kami susah. Kami makan hanya mengandalkan tanaman di kebun belakang rumah. Setiap hari mama memasak bubur untuk kami untuk berhemat, karena persediaan beras sudah hampir habis.
Singkong dan ubi menjadi makanan pokok kami, kadang kita hanya makan daun-daunan. Susahnya kehidupan keluarga tak ingin kami bagi ke orang lain, bahkan ke saudara dari mamaku. Abah mengunci rapat rahasia keluarga kami, dengan alasan kami tidak mau dikasihani dan Abah masih mampu menghidupi keluarga kami
Saat tak ada makanan yang bisa kami makan, abah turun ke sawah, mencari keong untuk dimasak dan dimakan. Biasanya aku melihat seragam tentara lengkap dipakai abah, tapi saat itu, abah hanya memakai kaos oblong, celana pendek, topi dari kresek dan telanjang kaki. Sempat berkali kali kaki abah terluka menginjak material-material tajam yang ada di sawah. Melihat itu, mama selalu menangis, tetapi abah tersenyum dan berkata semua akan baik-baik saja.
Apapun yang terjadi, abah menginginkan anak-anaknya untuk tetap sekolah. Akhirnya saya dan abang saya masuk Sekolah Dasar dengan biaya yang masih menunggak.
Akhirnya abah pergi ke Jakarta untuk menemui temannya karena ingin mengubah nasib keluarga kami. Segala budi baik selalu mendapat kebaikan pula. Abah mendapat tawaran kerja menjadi Kantib yang mengamankan 22 RT di kelurahan Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat.
Buah kesabaran dan perjuangan abah membuahkan hasil manis. Abah mendapatkan pekerjaan baru, aku bisa sekolah tanpa tunggakan SPP lagi. Pada tahun 2002 kami pindah ke Jakarta lagi hingga tahun 2007.
Boleh dibilang saya adalah anak yang selalu diperhatikan oleh abah, bahkan ikatan batin antara kami sangat kuat.
Saya Sempat Kesal Karena Abah Overprotective
Abah tidak pernah mengizinkan saya keluar rumah dengan tujuan tidak jelas. Sejak kecil saya selalu di rumah membantu pekerjaan mama dan mengasuh adik-adik. Hingga saat ini aku terbiasa di rumah.
Saya sempat iri dengan anak perempuan lain yang bisa menikmati masa remajanya. Tapi abah memberikan penjelasan padaku:
Nak, punya anak perempuan itu ibarat punya telur yang diletakkan di ujung tanduk. Jika telur itu jatuh akan pecah. Kalau pecahnya ke mangkuk bisa dimanfaatkan dan digoreng, tapi kalau jatuhnya ke tanah bagaimana? Kotor kan? Begitu juga dengan kamu, abah menjagamu sekuat tenaga agar kamu tidak sampai jatuh ke tanah, hingga kelak akan ada (pria lain/suami) yang menyelamatkanmu dari tanduk itu.
Abah, engkaulah cinta pertamaku, setidaknya engkau sangat mencintaiku dengan caramu yang dulu aku benci. Namun pada akhirnya aku sadar, cara mendidikmu telah menjadikan aku menjadi wanita yang siap menjadi istri yang sholehah. Maafkan anakmu yang mungkin selalu membuatmu kesal.
Sampai sekarang pun saya masih membutuhkan abah. Bahkan saya tidak pernah bisa tidur sebelum abah mengelus kepala saya. Saat terbagun tengah malam dan sulit untuk tertidur, abah juga terbangun dan menemani saya hingga terlelap lagi. Padahal saya tahu, besok pagi abah harus segera bangun dan bekerja.
Abah adalah ayah terbaik yang ada di dunia, karena beliau bisa menjadi guru, kakak, bahkan teman. Di dekatnyalah saya merasa aman dan tidak takut dengan ancaman di luar sana. Bahkan ketika saya berjalan sendirian, abah selalu mendukung bahwa saya bisa. Di dekat abah, saya merasa senang karena beliau cuek saat menjadi 'badut' agar anaknya tertawa.
Abah, dalam setiap doa dan sujudku,
aku selalu meminta untuk memiliki suami sepertimu.
Aku tidak pernah ragu dengan pilihanmu, karena aku yakin itu yang terbaik.
Dan aku bersyukur, ternyata pilihanku lagi-lagi sama dengan pilihan abah.
Sebentar lagi saya akan menikah, berat rasanya kelak tak seatap lagi dengan abah. Walau begitu, Abah selalu menguatkan hatiku dan berusaha memberi yang terbaik agar anak-anaknya selalu bahagia.
Terimakasih ya Allah, Engkau telah menciptakan aku dan terlahir sebagai anak abah. Berikan abah dan mama umur yang panjang serta kesehatan, agar anakku ikut bangga memiliki kakek seperti Abah.
Semoga cerita ini bisa menginspirasi para calon ayah di mana pun Anda berada. Agar kelak, Anda selalu melakukan yang terbaik. Buatlah anak-anak Anda bangga memiliki Anda.
Selamat Hari Ayah :)
---
Nama Penulis: Nurul Isnaini
Twitter: @Isnaini_Asyiek
Facebook: Isnaini Asyiek
---
(vem/yel)