Berbagi Pelajaran Tentang Ikhlas

Fimela diperbarui 29 Okt 2014, 16:10 WIB

Dicurangi orang yang dekat dan mestinya mengerti keadaan kita itu rasanya pasti tidak menyenangkan. Mau marah, tapi kita terlanjur mempertimbangkan bahwa dia adalah orang yang dekat dengan kita. Tapi, sejauh ini ada satu orang yang paling lihai menghadapi itu semua. Ada.. 

Beliau adalah ayahku. Orang yang hampir tidak pernah menggunakan klakson saat menggunakan mobil, meski motor atau mobil lain di sekitarnya sudah agresif di sekitarnya, bagaikan sedang konvoi. Ayahku tetap menyetir dengan baik di jalurnya. Ayah yang setiap hari sepertinya tersenyum dan membuat kami tersenyum pula.

Ayah adalah pekerja keras dan boleh dibilang paling mapan di antara deretan saudaranya. Sebagai seorang kepala keluarga, beliau masih sering diminta bantuan oleh saudara-saudari atau sahabat-sahabatnya. He's a big man with a big heart. 

Sekalipun itu sulit, kalau ada yang minta bantuan, ayah akan mengusahakan untuk membantunya. Itulah kenapa, aku sekarang jadi orang yang agak sulit menolak bila ada orang minta bantuan. Namun kadang, aku tidak benar-benar ingin melakukannya. 

Suatu ketika, keluarga kami dicurangi oleh seorang teman yang dekat dengan ayah. Hal ini menyangkut keadaan yang sangat penting bagi banyak keluarga, yaitu perekonomian. Katakanlah, ayah ditipu oleh temannya dan menyebabkan kami hampir hutang ratusan juta pada suatu agen peminjaman uang. 

Sebagai seorang pria, ia mencari jalan yang paling win-win solution dengan siapapun yang terkait dengan masalah itu. Pastinya tidak dengan temannya, karena orang itu sudah hilang entah ke mana. Daripada rumah kami didatangi penagih hutang berbadan dempal, ayah menyanggupi untuk menyelesaikan urusannya dengan rutin setiap bulan. Itu pun dengan negosiasi yang alot. 

Saya sangat geram dengan masalah ini dan kasihan melihat ayah. Orang itu sudah seperti saudara sendiri, tapi tega sekali mengkhianati ayah. Rupa-rupanya, ini juga bukan pertama kalinya. 

Suatu malam, ayah mengajak kami duduk bersama di meja makan. Menjelaskan keadaan rumah tangga kami sekarang. Ia paham betul bahwa kami sulit menerima dan menanggung kenyataan yang harusnya bukan milik kami ini. Ayah berpesan, "Tak usah balas dendam. Tetap tenang dan jangan emosi saat kamu dicurangi, karena semua ini adalah bentuk ujian juga. Bukan sekedar sebab akibat atau siapa benar dan siapa yang salah."

Ayah menambahkan, "Kalau kita yang dicurangi, belum tentu kita kekurangan. Kalau mereka mencurangi, belum tentu mereka mendapatkan lebih," kata ayah.

"Tentu saja, ayah memperjuangkan keadilan yang terbaik. Tapi, apapun hasilnya, ayah yakin bahwa keluarga kita tak akan hancur meski ada kejadian seperti ini. Ujian akan membuat makin bijak. Yakin pada Tuhan dan kita akan dibantu, ikhlaskan maka kita akan kuat," kata ayah. 

Itu adalah salah satu momen paling menggetarkan dalam hidup keluarga kami dan aku ingat untuk selamanya. Awalnya aku meragukan hal itu. Namun urusan dunia ini memang bukan hanya milik manusia. Ada campur tangan Tuhan yang membuat kami akhirnya mampu mengatasi masalah utang piutang itu sedikit demi sedikit. 

Dan yang pasti, mengingat kalimat pertama yang ayah katakan, membuat aku perlahan-lahan mengerti akan keikhlasan. Mengikhlaskan cobaan yang diberikan, mengikhlaskan bahwa ini semua adalah kehendak-Nya. 

Ladies, kadang dunia terasa begitu tidak adil. Tapi, bahkan badai dan hujan pun akan reda, setelah itu muncul kembali sang mentari dan hidup jadi lebih berpelangi. Bagaimana Anda menyadari pelajaran akan keikhlasan dalam hidup Anda? Silakan share di sini untuk berbagi inspirasi. 

(vem/gil)