Kisah Gaby Gillespie : Anak Perempuan Yang Dijual Oleh Ayah Kandungnya Sendiri

Fimela diperbarui 06 Okt 2014, 15:20 WIB

Seorang ayah memiliki kewajiban untuk menjaga dan melindungi anak-anaknya, terutama anak perempuan. Seorang ayah harus bisa memberikan kebahagiaan bagi keluarganya. Ayah sering menjadi tumpuan hidup bagi keluarga. Tempat keluarga untuk bersandar dan tempat keluarga mencari perlindungan terhadap kerasnya hidup yang dijalani.

Akan tetapi, hal berbeda terjadi pada Gaby Gillespie. Pasalnya, bukan perlindungan dan kebahagiaan yang dia dapatkan dari sosok ayahnya melainkan ketakutan dan penderitaan. Dia dikhianati oleh seorang ayah yang seharusnya melindunginya. Dilansir dari www.mirror.co.uk, ibunya dibunuh oleh ayahnya sendiri. Sementara dia dan kedua saudara perempuannya dijual dan dinikahkan di Yaman ketika mereka masih remaja.

Gaby, yang sekarang sudah berusia 50 tahun telah menulis memoar tentang penderitaan yang dirasakannya selama 20 tahun pada tahun 2001. Akan tetapi, dia tidak mempublishnya selama sang ayah masih hidup. Sementara itu, salah satu saudara perempuannya memilih untuk mengakhiri hidupnya sendiri.

Gaby dibesarkan di Newport dengan ayahnya yang berasal dari Yaman, Ali Abdullah Saleh Yafai, ibunya, Maria, yang berasal dari Birmingham, dan tiga saudara perempuannya Ablah, Ismahan (Isyy), dan Yasmin (Yas). Pada tanggal 2 September 1971, sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-26, Mary tidak datang. Hari berikutnya, suaminya menghilang dan belum setahun, ayahnya ditangkap karena dituduh membunuh ibunya.

Tak lama kemudian, suaminya yang sedang mabuk dan tidur dengan wanita lain memaksa Gaby untuk minum whiski. Lalu, suaminya juga melakukan kekerasan seksual kala anak-anaknya tengah tidur. Secara terang-terangan, suami tersebut juga mengatakan bahwa dia ingin wanita sejati yang menemani tidurnya, bukan anak-anak seperti Gaby.

Lalu, Gaby pun membalas, "Bukan salah saya. Kau menikahi saya ketika saya masih kecil. Kenapa kau tidak menikahi seorang wanita sejati jika itu yang Anda inginkan?.

Setelah melakukan kekerasan terhadap Gaby, suaminya pun meninggalkan Gaby sendirian yang tengah berlumuran darah akibat kaca whiski. Gaby pun akhirnya kebal terhadap kekerasan seksual yang dilakukan suaminya, namun dia membalas ketika suaminya mengancam anak-anaknya.[quote]

Setelah mendapatkan bantuan dari Kedutaan Besar Inggris yang Gaby berhasil melarikan diri Yaman dan pulang ke Inggris pada akhir Agustus tahun 1992. Dan, sesampainya di Inggris, penderitaan belum berakhir. Dia merasa sulit untuk kembali ke rumah tersebut. Dia meninggalkan rumah tersebut ketika masih berusia 13 tahun dan kembali saat usianya sudah 29 tahun dengan kelima anaknya. Namun, dengan penuh keberanian, dia mendatangi rumah ayah angkatnya.

Buku Gaby diterbitkan dengan tujuan untuk membantu gadis-gadis muda yang memiliki kisah yang sama dengannya, yakni dinikahkan dengan cara tidak manusiawi. Sejak buku Gaby diterbitkan, dia telah bertemu banyak saudara dari ibunya. Dia juga mengatakan bahwa meskipun perempuan tidak memiliki kekuatan di Yaman, mereka memiliki kekuatan yang luar biasa dan berkorban untuk membantu satu sama lain.

Saat ini, Gaby merasa diberkati dengan kelima anaknya, Taz (34 tahun), Justina (32 tahun) , Adam (30 tahun), Sandy (29 tahun) dan Lukas (26 tahun) ditambah dua cucunya.

(vem/riz)