Kisah Mangkuk Kayu, Arti Keluarga Yang Sesungguhnya

Fimela diperbarui 30 Mei 2014, 18:30 WIB

Ada seorang pria tua yang raganya sudah lemah dan tinggal dengan anak laki-laki dan menantu perempuannya, tak lupa cucunya yang berusia empat tahun. Karena sudah tua, tangan kakek tersebut bergetar dan jalannya pun susah. Suatu ketika keluarga ini makan bersama di meja makan, karena tangannya yang bergetar dan penglihatannya yang mulai kabur, membuat kakek ini lebih sulit saat makan. Tiba-tiba sendoknya jatuh ke lantai, ketika kakek tersebut berusaha mengambilnya, dirinya lupa jika sedang memegang segelas susu, tak elak lagi, susunya tumpah dan meja menjadi kotor.

Anak laki-laki dan istrinya merasa jengkel dengan kekacauan yang ditimbulkan oleh ayah mereka. Merasa sudah cukup bersabar atas apa yang terjadi pada ayahnya, akhirnya anak laki-laki dan istrinya melakukan sesuatu. Mereka mengatur sebuah meja makan kecil di sudut ruangan, di meja itu sang kakek menghabiskan makanannya sendirian sedangkan anggota keluarga lain makan di meja makan bersama-sama. Makanan untuk kakek disajikan dalam mangkuk kayu, demikian juga dengan air minumnya ditempatkan pada gelas yang tidak bisa pecah.

Ketika anak laki-laki dan menantunya melirik ke sudut tempat si kakek makan, terlihat air mata menggantung di pelupuk matanya, namun justru sang anak memberikan peringatan tajam, jangan lagi sampai ada sendok atau mangkuk yang jatuh. Empat tahun berlalu dengan keadaan seperti ini. Suatu ketika pada malam hari, cucu si kakek bermain di lantai terlihat asik bermain dengan mangkuk kecil terbuat dari kayu. Sang ayah bertanya kepada anaknya, "apa yang sedang kau kerjakan nak?" dan si kecil pun menjawab dengan polos, "Oh, aku membuat mangkuk kecil untuk papa dan mama, nanti akan kuberikan sebagai tempat makan papa dan mama saat aku sudah besar nanti.

Kata-kata ini begitu terasa menyesakkan hati, tanpa mampu mengeluarkan sepatah katapun, air mata suami istri ini mengalir deras, menyadari apa yang sudah mereka lakukan pada ayah mereka. Akhirnya malam itu juga, sang anak memegang tangan ayahnya dengan lembut dan membawanya kembali ke meja makan keluarga dan tak mempedulikan lagi meskipun sang ayah menjatuhkan sendok atau meja makan jadi kotor.

Dilansir dari moralstories.org, Anda menuai apa yang Anda tabur. Terlepas bagaimanapun hubungan Anda dengan orang tua Anda, suatu saat Anda akan kehilangan mereka untuk selamanya. Jangan sampai menyesal ketika hal itu terjadi, maka dari sekarang selalu hormati, peduli, dan cintai mereka. Ingatlah ketika mereka juga melampaui masa-masa yang sulit ketika mereka membesarkan Anda.



(vem/hyn)