Kisah Inspirasi: Bersyukurlah Bila Karpet Masih Kotor

Fimela diperbarui 04 Okt 2013, 16:01 WIB

Ini adalah sebuah kisah nyata. Tentang seorang ibu, suaminya dan keempat anak lelakinya. Wanita ini adalah ibu yang sangat tanggap dan cekatan. Ia mampu mengatasi berbagai pekerjaan rumah tangga, termasuk belanja, memasak, mencuci, hingga menjaga kebersihan rumah.

Namun ibu yang sangat senang akan kebersihan ini, paling tak suka bila karpet di rumahnya kotor. Padahal ia memiliki 5 orang laki-laki yang mana hanya satu di antaranya yang mungkin bisa memahami peraturan bahwa istri dan ibunya tak suka karpet kotor. Tentu saja hal ini cukup membebaninya, keinginan akan sebuah karpet yang selalu bersih

Untuk mengatasi permasalahannya ini, keluarga wanita tersebut menyarankan agar dirinya bertemu dengan psikolog bernama Virginia Satir. Psikolog ini mendengarkan cerita wanita tersebut dengan seksama. Kemudian sambil tersenyum, Virginia berkata, "Ibu harap tutup mata ibu dan bayangkan apa yang akan saya katakan".

Wanita itu kemudian menutup kedua matanya. Ia mendengarkan instruksi dari sang psikolog, "Bayangkan rumah ibu yang rapih dan karpet ibu yang bersih mengembang, tak ternoda, tanpa kotoran, tanpa jejak sepatu, bagaimana perasaan ibu?"

Sambil tetap menutup mata, senyum ibu itu merekah, mukanya yang murung berubah cerah. Ia tampak senang dengan bayangan yang dilihatnya.

Virginia Satir melanjutkan "Itu artinya tidak ada seorangpun di sisi ibu. Tak ada suami, tak ada anak-anak, tak terdengar gurau canda dan tawa ceria mereka.”

“Rumah ibu sepi dan kosong tanpa orang-orang yang ibu kasihi."

Mendengar apa yang dikatakan oleh Virginia, seketika wajah sang ibu berubah keruh. Senyumnya seketika menghilang, nafasnya terburu seolah terisak. Ada guncangan dalam perasaannya, serta langsung merasa gelisah memikirkan suami dan anaknya di rumah.

"Sekarang lihat kembali karpet itu, ibu melihat jejak sepatu & kotoran di sana, artinya suami dan anak-anak ibu ada di rumah, orang-orang yang ibu cintai ada bersama ibu dan kehadiran mereka menghangatkan hati ibu," ujar Virginia.

Ibu itu mulai tersenyum kembali, ia bisa membayangkan hal di rumahnya kembali membaik.

"Sekarang bukalah mata ibu," kata Virginia. Ibu itu membuka matanya. "Bagaimana, apakah karpet kotor masih menjadi masalah buat ibu?" Ibu itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya,"Aku tahu maksud Anda," ujar sang ibu. "Jika kita melihat dengan sudut yang tepat, maka hal yang tampak negatif dapat dilihat secara positif."

Sejak saat itu, sang ibu tak pernah lagi mengeluh soal karpetnya yang kotor, karena setiap melihat jejak sepatu di sana, ia tahu, keluarga yang dikasihinya ada di rumah.

Kisah di atas adalah kisah nyata. Virginia Satir adalah seorang psikolog terkenal yang mengilhami Richard Binder & John Adler untuk menciptakan NLP (Neurolinguistic Programming) . Dan teknik yang dipakainya di atas disebut Reframing, yaitu bagaimana kita 'membingkai ulang' sudut pandang kita sehingga sesuatu yang tadinya negatif dapat menjadi positif, salah satu caranya dengan mengubah sudut pandangnya.

Dari terapi itu, kita diingatkan akan beberapa hal. Ibarat sebuah rumah besar namun dengan penghuni sedikit dan jarang bertemu, tentu akan lain halnya dengan sebuah rumah kecil yang hangat akan canda dan suka duka bersama keluarga. Ibarat rumah yang selalu bersih namun selalu sunyi, apalah artinya bila dibandingkan dengan rumah yang harus selalu dibersihkan karena selalu hidup dan berpenghuni.

Kesempurnaan yang kita inginkan, janganlah menyingkirkan kehangatan yang kita miliki. Syukurilah apapun yang diberikan oleh-Nya. Semua ada untuk menyempurnakan hidup kita, baik itu manis maupun getir.

Semoga kisah ini bisa membuat kita lebih menghargai setiap momen bersama keluarga. Karena kesempurnaan bukan segalanya, melainkan kebahagiaan yang kita inginkan.

(vem/gil)
What's On Fimela