Joanita Roesma & Nadia Mulya : Merekam Realitas Kelas A Plus

Fimela diperbarui 30 Jun 2013, 10:12 WIB

Kehidupan kelas A plus ‘dipotret’ dalam sebuah buku, mungkin biasa. Tapi jika tokoh-tokohnya adalah peserta arisan dengan berbagai ‘tarikan’nya?

Oleh Asteria Elanda

Joanita Roesma (34) dan Nadia Mulya (33), dua sahabat pencinta arisan dan sering hadir di acara para sosialita. Sebuah ide muncul, lalu dimatangkan hingga menghasilkan buku dengan fakta-fakta mengejutkan. Arisan undercover. Kehidupan sosialita undercover.

T: Butuh sikap tidak menghakimi, untuk menulis buku KOCOK! ini?

Joy: Ya, karena nyatanya ada saja yang menghakimi mereka. Disebut hanya senang-senang. Padahal ternyata ada juga yang rendah hati, berjiwa sosial tinggi. Fenomena arisan heboh tidak perlu ditanggapi dengan sinisme. Ini konsekuensi dari teknologi (media sosial) dan perubahan zaman.

Nadia: Ya, sikap kami yang tidak menghakimi itu melewati proses. Kami temukan banyak hal yang tidak kasat mata. Beberapa orang yang kami sangka ‘dangkal’ ternyata memiliki hati emas, yang kami sangka santai, ternyata sulit bekerja sama. Kami dan pembaca harus bisa mencapai titik dimana kita bisa memiliki pendapat tersendiri. Tapi untuk mencapai titik tersebut, harus terbebas dari sikap judgement.

T: Berapa arisan yang Anda ikuti?

Joy: Saya ikut tiga arisan, paling besar 1,5 juta. Anggotanya paling banyak 25 orang agar suasananya tetap akrab. Akan tambah satu lagi, arisan KOCOK! Isinya pendukung buku ini (Joy tertawa).

Nadia: Saya ikut enam arisan karena sangat menikmati berinteraksi dengan karakter yang berbeda-beda.

T: Anda sendiri termasuk sosialita?

Joy: (tersenyum) Saya memang sering berada di lingkungan tersebut, tetapi bukan berarti saya adalah sosialita.

Nadia: Kami dicap sosialita karena sering menghadiri social events, tapi kondisi itu justru memudahkan proses menulis. Kami juga memiliki teman-teman yang anti sosialita dan anti arisan. Jadi kami memainkan peran pihak netral, pihak pro sosialita, peserta arisan, serta pihak yang kontra. Dengan point of view berbeda, kami mendapatkan pandangan yang kaya dan seimbang.

T: Apa fakta paling spektakuler ketika mengumpulkan bahan?

Joy: Ketika saya mewawancarai sebuah event organizer (yang jasanya sering digunakan sebagai penyelenggara arisan) yang juga menyediakan jasa stripper.

Nadia: Saya terkejut dengan fakta orang menggunakan arisan sebagai ajang penipuan. Fakta itu mendorong kami mewawancarai neuroscientist untuk mengetahui mengapa wanita mudah di-distract dan ditipu. Kemudian kami menulis saran-saran agar pembaca bisa melindungi diri.

T: Buku ini semacam Jakarta Undercover ya?

Joy: Mirip. Memang ada satu atau dua bab berisi hal-hal juicy, dari narasumber yang bisa dipercaya (anonymous arisan insiders). Tapi di bab-bab lain, pembahasan kami netral. Ada pendapat psikolog, sosiolog, perencana keuangan, pengamat gaya hidup, dan pakar fashion. Dilengkapi survei 300 wanita. Bisa dibilang 100% fakta.

Nadia: Awalnya sekadar mengupas arisan dari segala sisi. Ternyata arisan itu begitu menarik sehingga penelitian kami berkembang. Karena tidak ingin menghadirkan isapan jempol belaka, kami ikut melakukan ‘arisan undercover’ agar mendapatkan cerita asli. Fakta dalam buku ini 99%. Sisa 1% karena tidak menutup kemungkinan narasumber mengada-ada.

T: Anda berdua yakin tak ada pihak yang tersinggung?

Joy: Kami tidak menyebut nama atau inisial, dan sangat menjaga kerahasiaan narasumber. Kalau ada yang tersinggung, ya, kami memang tidak mungkin memuaskan semua pihak.

Nadia: Kami berusaha peka agar tidak menyinggung pihak manapun. Buku ini mengupas fenomena yang anyway, sudah menjadi topik pembahasan umum. Tetapi kami menyadari tidak semua pembaca memiliki sense of humour, atau bisa menerima apa yang kami tulis. Jadi kami bolak-balik melakukan proses sensor untuk meminimalisasi kontra.

T: Buku ini ditujukan untuk kelas A?

Joy: Sebenarnya ditujukan untuk wanita urban yang peduli penampilan, senang berkomunikasi, dan bisa menghargai humor.

Nadia: Bukan hanya untuk kelas A plus, melainkan untuk siapa saja yang penasaran dan ingin tahu dunia orang-orang di kelas A plus.

T: Sulitkah menulis berdua?

Joy: Tidak, sebab kami saling mengisi, saat saya meluap-luap, Nadia menjadi remnya. Tapi Nadia bisa juga berperan menjadi gas saya, karena ide-ide Nadia brilian. Kami memiliki gaya menulis yang berbeda tapi punya cara kerja yang sama.

Nadia: Kami menyatukan hasil kerja. Isi buku itu sarat ciri khas kami berdua, tapi tetap seirama. Joy lebih berani dan ekspresif, saya lebih konservatif dan terstruktur. Gaya penulisan kami sederhana, ringan dengan bahasa terkini. Supaya pembaca seperti membaca majalah gaya hidup atau tulisan blogger lifestyle. Konsep kreatif, konten, serta riset merupakan hasil brainstorming kami berdua.

T: Mengapa butuh komentar pakar?

Joy: Kami hanya merasakan sebuah evolusi mengenai perkembangan arisan dan sosialita, tapi bukan kapasitas kami untuk menjelaskan pemicunya. Kami butuh pakar yang netral dan sangat up to date dengan gaya hidup seperti itu. Komentar para pakar membuat buku yang ringan itu tetap ‘berisi’.

Nadia: Untuk menambah bobot dari buku ini, kami hadirkan pendapat para pakar. Tetapi sebelumnya, pakar yang kami pilih harus yang memahami arisan dan pergaulan. Mereka juga harus menganut pemahaman yang sama seperti kami, yaitu tidak menghakimi.

T: Selain promosi hingga keluar kota, apa lagi rencana Anda berdua?

Joy: Target saya dan Nadia, awal tahun depan sudah harus bisa membuat buku kedua. Mengapa Nadia? Chemistry kami cocok dan punya gaya bekerja yang sama.

Nadia: Kami tidak ingin hanya one-hit wonder. Melihat animo masyarakat, kami tengah merencanakan beberapa follow up dari KOCOK! seperti versi novel (fiksi) atau mengangkat fenomena sosial lain. Sudah ada juga yang menanyakan versi bahasa Inggris, jadi itu adalah suatu kemungkinan juga. Kami juga mendapat banyak penawaran kerja sama untuk membuat co-sponsored arisan (seperti yang kami tulis di bab ‘Arisan is a business’).

T: Punya mimpi buku ini difilmkan?

Joy: Buku ini bisa diterima publik saja, sudah membuat kami bangga, apalagi kalau bisa jadi inspirasi film.

Nadia: Menjadi film? Tentu saja itu menjadi ultimate dream kami! Let’s wait and see!

Source : Goodhousekeeping Edisi Maret 2013 halaman 25

(vem/gh/dyn)