Kerap dianggap terlalu emosional, dan terkadang bitchy. Namun, survei terbaru menunjukkan bahwa atasan wanita lebih disukai.
Pasti yang ada di kepala Anda setiap mendengar kata “bos wanita” adalah seorang sosok yang dingin, galak, emosional, single, dan kesepian. Well, mungkin itu dulu – wanita modern tak perlu menjadi sosok menyebalkan untuk bisa memimpin perusahaan dengan baik. Survei membuktikan demikian.
Ya, kabar baik, ladies. Sebuah penelitian yang dimuat dalam Journal of Business Research baru-baru ini membuktikan bahwa bos wanita lebih baik dalam memimpin daripada bos pria, sebab sebagian besar responden yang disurvei mengakui bahwa atasan wanita cenderung memimpin dengan cara yang lebih demokratis dan mengizinkan para karyawannya untuk berpartisipasi dalam membuat keputusan, sehingga menciptakan hubungan komunikasi yang lebih baik. Selain itu, studi yang sama juga mengungkap bahwa atasan wanita jauh lebih menghargai work-life balance. Sebaliknya, atasan pria akan lebih cepat meledak bila menemukan anak buah mereka sedang asyik membuka Facebook, Twitter, berbelanja online, atau sibuk dengan panggilan pribadi.
Lain lagi dengan penelitian serupa yang dilakukan oleh perusahaan telekomunikasi asal Inggris, Vodafone, terhadap attitude dari 1000 pemimpin perusahaan. Sebagian besar atasan wanita sepakat bahwa batasan-batasan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan semakin pudar semenjak para pekerja aktif menggunakan smart phone di kantor. Dan para atasan wanita ini pun bisa memahaminya, selama tanggung jawab para staf terhadap pekerjaan mereka tetap dijalani sebagaimana mestinya. Berbeda dengan bos-bos pria yang lebih disiplin.
Masih dari penelitian yang sama tahun lalu, delapan dari sepuluh orang atasan wanita menganggap anak buah mereka sebagai teman. Mereka beranggapan bahwa batasan formal antara atasan dengan bawahan tidak perlu dianggap terlalu kaku. Hasilnya, staf pun akan merasa jauh lebih bisa terbuka dalam menyampaikan pendapat dan ide-idenya kepada atasan yang bisa berdampak positif pada kemajuan karier mereka.
Dari semua uraian di atas bisa disimpulkan bahwa komunikasi adalah kelebihan utama yang dimiliki para atasan wanita. Profesor Nitin Nohria dari Harvard Business School pernah berkata, “Pemimpin-pemimpin hebat adalah mereka yang pandai berkomunikasi.” Dan seperti yang kita tahu, wanita sangat unggul dalam komunikasi verbal daripada pria. Namun, selain faktor komunikasi, masih ada hal-hal lain lho yang menjadikan wanita bisa memimpin lebih baik daripada pria. Apa saja?
Empati
Secara positif, empati berhubungan langsung dengan kinerja para karyawan. Kemampuan wanita dalam memahami perasaan atau isi hati orang lain – untuk mendeteksi apakah mereka mengalami kesulitan atau kelebihan dalam beban kerja – adalah kemampuan yang sangat berguna dalam kepemimpinan yang efektif.
Visi Bersama
Sebagai seorang atasan, wanita biasanya lebih terbuka dengan visi mereka. Contohlah Kanselir Angela Merkel yang dengan berapi-api menyampaikan visinya kepada seluruh rakyat Jerman, “Dunia sedang mengawasi Jerman dan Eropa. Mereka sedang menanti apakah kita siap menghadapi krisis terburuk Eropa sejak akhir Perang Dunia II!” Yup, visi yang dikomunikasikan kepada seluruh staf dapat menimbulkan semangat di antara mereka untuk maju bersama sebagai tim dan mencapai tujuan perusahaan.
Sudut Pandang
Sudah pasti wanita melihat suatu persoalan dari sudut pandang yang berbeda daripada kaum adam. Tentunya sudut pandang ini akan jauh lebih menguntungkan, mengingat jumlah penduduk wanita yang menjadi konsumen juga kian bertambah dan hampir menyamai pria. Siapa lagi yang lebih bisa memahami mereka selain wanita? “Tim terbaik dibentuk dari komposisi skill dan latar belakang yang beragam, sehingga bisa menumbuhkan semangat inovasi dan kreativitas dalam organisasi,” tulis Sylvian Perrins dalam Financial Times.
Demokratis
Terkadang, untuk menjadi pemimpin yang baik adalah dengan melonggarkan sedikit wewenang Anda. Nah, penelitian membuktikan bahwa wanita jauh lebih demokratis daripada pria. Dalam pengambilan keputusan tak jarang pemimpin wanita menanyakan pendapat anak buahnya. Sebaliknya, ego pria kerap membuat mereka memutuskan segala sesuatu secara sepihak. Padahal, survei membuktikan bahwa atasan yang memimpin perusahaan secara demokratis memilki karyawan yang bahagia.
Multi-tasking
Entah disadari atau tidak, wanita lebih terlatih untuk multi-tasking dibandingkan pria. Mengerjakan beberapa proyek sekaligus – mengapa tidak? Bahkan seorang ibu yang bekerja bisa menyeimbangkan antara karier dan rumah tangga dengan baik.
Nurturing
Ini adalah salah satu insting keibuan wanita yang sangat berguna di lingkungan kerja. Wanita dikenal lebih bisa membimbing bawahan ataupun juniornya, dan tak segan untuk mengajari mereka hal-hal baru. Bukannya pria tak mampu melakukan hal ini, hanya saja it’s in your blood, dear. Wanita jauh lebih alami dalam melakukannya.
Dua Kesalahan Umum Atasan Wanita
Miranda Priestly, karakter yang diperankan oleh Meryl Streep dalam film Devils Wears Prada, adalah tipe bos wanita yang paling ditakuti banyak pekerja: Dingin dan kejam. Jelas-jelas menggambarkan kesalahan umum yang sering dilakukan para bos wanita. Bukannya bos pria tak melakukannya, namun dua kesalahan berikut lebih banyak dibuat oleh atasan wanita.
- Salah Mengatur Jarak Emosional
Atasan wanita pada umumnya memilih peran menjadi Ratu Es atau Ibu Peri. Ratu Es biasanya dingin dan tidak dekat dengan anak buah, bahkan mereka tidak peduli dengan cita-cita para stafnya sehingga mereka merasa kurang dihargai. Sebaliknya, sosok ibu Peri malah terlalu mengaburkan batas antara atasan dan bawahan, dan memiliki hubungan emosional yang sangat erat. Kedua peran tersebut membuat lingkungan kerja tidak sehat.
- Tidak Mengakui Kesalahan Perekrutan
Merekrut orang yang tepat untuk suatu pekerjaan bukanlah tugas yang mudah. Bahkan setelah melalui proses wawancara dan tes pun terkadang atasan merekrut orang yang tidak sesuai kebutuhan. Bos yang efektif akan segera melepaskan mereka, namun bos wanita biasanya cenderung kasihan dan memberi mereka kesempatan. Kalau perlu, rekrutan baru ini akan diberi tugas lain sesuai dengan kemampuannya. Dan posisi yang harusnya isipun kembali kosong.
Watch Out for The Queen Bee!
Anda berhasil meraih posisi puncak dalam perusahaan dan merasa sudah sejajar dengan rekan-rekan pria Anda. Namun ada ancaman yang lebih berbahaya daripada sekadar mempertahankan posisi tersebut, suatu ancaman yang mengintai dan harus dijauhi, yaitu Sindrom Ratu Lebah atau biasa disebut dengan Queen Bee Syndrome. Sudah pernah mendengarnya?
Dari namanya saja sudah bisa ditebak bahwa sindrom ini hanya diderita oleh kaum hawa saja. Biasanya, pemimpin wanita yang mengalami sindrom ini memiliki karakteristik khas pria, seperti dominan, ambisius, result oriented, dan selalu merasa terancam ada pihak-pihak - terutama staf wanita lain – yang berniat menggoyahkan pencapaiannya. Akibatnya, pemilik sindrom ratu lebah ini ingin menjadi satu-satunya “ratu” di tempat kerja dan selalu berusaha untuk menghambat karier staf wanitanya. Bahkan ia akan merasa sangat cemburu jika ada rekan atau anak buah wanitanya yang mendapat promosi atau dipuji oleh bos besar. Terdengar kekanak-kanakan memang, namun gejala yang ditemukan pada 1973 oleh G.L Staines, T.E Jayaratne, dan C.Tavris ini memang benar-benar ada.
Source : Cosmopolitan Edisi Maret 2013 halaman 236
(vem/cosmo/dyn)