Berawal Dari Sayur Lodeh, Soekarno Jatuh Cinta Pada Hartini

Fimela diperbarui 21 Feb 2013, 11:00 WIB

Memiliki kharisma yang mempesona membuat mantan presiden RI pertama ini dipuja banyak wanita cantik. Bahkan, sepanjang hidupnya, Soekarno dikelilingi wanita-wanita cantik yang bersedia menjadi istri baginya.

Tercatat oleh negara, sembilan istri sempat dinikahi Soekarno. Berbekal intelektualitas yang tinggi, kesopanan, serta sikap yang hangat, sulit rasanya menolak cinta dari pria yang menjadi nomor satu di bumi pertiwi.

Dalam pernikahannya, istri keempat Soekarno adalah sosok yang dikenal setia mempertahankan status pernikahannya. Sekalipun Soekarno sempat kecantol dan menikah dengan wanita lain, ia tak keberatan dimadu. Sedangkan istri kedua dan ketiganya, memilih hidup tenang dan kembali pada kesendiriannya.

Diceritakan, Hartini dipinang oleh sang proklamator pada 1953. Saat itu Hartini berusia 29 tahun dengan status janda beranak lima.

Dikutip dari Merdeka.com, keduanya mengawali pertemuan di Candi Prambanan, Jawa Tengah. Saat itu Soekarno sedang mengadakan kunjungan kerja. Sebuah sumber lain, penasoekarno.wordpress.com mengatakan bahwa Hartini adalah salah satu ibu-ibu yang sibuk di dapur rumah Walikota Salatiga, di mana Soekarno singgah setelah memberikan pidato di Lapangan Tamansari.

Lelah berorasi di depan rakyat, Soekarnopun diajak mampir dan menikmati menu makan siang yang telah disiapkan. Aroma masakan sayur lodeh yang disiapkan Hartini membuat Soekarno bertanya-tanya, siapa gerangan yang memasak sayur lodeh kesukaannya dengan rasa seenak itu. Di sanalah awal keduanya berkenalan dan berjabat tangan dengan erat.

Sekembalinya Soekarno ke Jakarta, ia tak bisa melupakan paras ayu nan lembut Hartini. Menyadari bahwa ini adalah rindu, Soekarno kemudian mengambil secari kertas, dan menuliskan sebaris kalimat sebagai surat cinta pertamanya:

"Tuhan telah mempertemukan kita Tien, dan aku mencintaimu. Ini adalah takdir."

Senang dengan panggilan kesayangan 'Tien' yang dilontarkan Soekarno, Hartinipun mulai galau. Namun, ia menikmati surat-surat bernada cinta dan telegram-telegram yang semakin sering dikirimkan. Kali ini, Soekarno menyematkan nama Srihana, nama samaran yang dipakai saat menuliskan surat cintanya pada Hartini, yang disebut Srihani. Demikianlah kisah cinta Srihana Srihani terus berlanjut.

Dilamar sebagai istri, tak langsung membuat janda berparas ayu mempesona itu mengiyakan pinangan Soekarno. Ia butuh waktu yang cukup lama untuk mengiyakannya. Pak Osan Murawi dan Mbok Mairah, kedua orangtua Hartini pernah mengatakan sebuah pernyataan atas kebimbangan hati putrinya, "Dimadu itu abot, biarpun oleh raja atau presiden. Opo kowe kuat? Tanyakan hatimu. Apapun keputusanmu, kami memberi restu..."

Berbekal dukungan orangtuanya, akhirnya Hartini tak kuasa menolak pinangan Soekarno lagi. Namun, ia adalah wanita yang tahu diri. Ia meminta Fatmawati untuk tetap menjadi ibu negara, sedangkan dirinya tetap menjadi istri kedua.

"Ya, dalem bersedia menjadi istri Nandalem. Tapi dengan syarat, ibu Fat tetap first lady, saya istri kedua. Saya tidak mau ibu Fat diceraikan, karena kami sama-sama wanita."

Kelembutan, kebijaksanaan dan kesetiaan Hartini ini dibuktikan dengan tetap menjadi istri saat kekuasaan Soekarno sudah memasuki usia senja. Dalam pernikahannya, mereka dikaruniai dua putra yaitu Taufan Soekarnoputra dan Bayu Soekarnoputra.

Hartini tetap mendampingi Soekarno hingga ajal menjemputnya. Bahkan, kabarnya beliau menghembuskan nafas terakhir di pangkuan Hartini, di RS Gatot Subroto, 21 Juni 1970.

(vem/bee)