Pengasuhan anak laki-laki dan perempuan adakalanya sama. Tapi harus berbeda saat menyangkut kodrat.
Oleh Laras Eka Wulandari
Banyak orangtua mengira, pengasuhan antara anak laki-laki dan perempuan itu sama. Hal itu dilakukan untuk menghindari pola asuh pilih kasih. Namun terkadang membuat orang tua tidak bisa memilah mana yang harus diterapkan pada keduanya, dan mana yang harus diperlakukan secara berbeda bagi anak perempuan dan anak laki-laki. “Seperti adil yang tidak harus selalu berarti dibagi rata. Perlakuan anak perempuan dan juga laki-laki juga demikian. Ada kalanya mereka harus diperlakukan sama, misalnya tentang disiplin. Tapi tidak dengan masalah yang lain yang menyangkut kodratnya, apalagi saat anak sudah mulai masuk masa pubertas,” ujar Dra. Ratu Ade Wazna, M.Psi, Psikolog anak dan remaja dari Klinik Tumbuh Kembang RHE.
CALON Pemimpin Keluarga
Anak laki-laki dibentuk untuk menjadi pemimpin dan pelindung keluarga. Maka dibutuhkan pembentukan karakter yang tegas bagi mereka. “Caranya tak sulit. Biasakan saja melibatkan anak laki-laki dalam segala hal. Terutama pengambilan keputusan sedari dini. Ajarkan mereka juga untuk terbiasa membantu sesama,” ujar Ade.
Dalam pembentukan karakter anak laki-laki peran ayah dituntut lebih besar ketimbang ibu. Apalagi ketika anak laki-laki sudah memasuki masa pubertas. Menurut Ade, ayah adalah role model bagi anak laki-laki. Maka apa yang akan Ayah lakukan akan dicontoh oleh anak. Berilah pengertian apa yang seharusnya mereka lakukan, misalnya bagaimana mereka membatasi diri bergaul dengan lawan jenisnya, dan bagaimana harus menjaga diri.
Sebenarnya dalam fase ini ketergantungan anak laki-laki terhadap ibunya juga harus dibatasi. Jika tidak, anak bisa memiliki ketergantungan besar pada ibunya. Jika terlalu dekat, ibulah akan mnejadi role model bagi anak. Akibatnya sifat feminin anak lebih besar, lebih sensitif dan sulit membedakan kapasitasnya sebagai laki. Dikhawatirkan juga, saat besar anak akan mencari pasangan hidup seperti figur ibunya, suka dengan wanita yang lebih tua, bahkan terus membedakan pasangannya dengan ibunya.
Agar anak laki-laki mendapatkan figur yang cukup dari seorang ayah, jika suami bekerja di luar kota, mintalah bantuan dari oom, pakde, ataupun kakeknya untuk sering berkomunikasi dengan anak laki-laki Anda.
Tapi jika tidak memungkinkan, mau tidak mau Anda harus melakukan peran ganda. Caranya, gunakan buku ensiklopedia untuk menjelaskan anatomi tubuh. Berusahalah menjelaskan dengan bahasa yang tepat, tidak perlu memperhalus kata. “Misalnya jangan pernah menyebut ‘burung’ ketika menjelaskan alat kelaminnya. Ketika mendengar pembenaran dari orang lain anak akan menjawab, ‘kata ibu saya ini burung’. Ini menjadi sulit mengubah pendapatnya,” kata Ade.
Anda harus aktif dan memposisikan diri sebagai teman karena karakteristik anak laki-laki cenderung tertutup dan pemalu. Pahamilah kapan Anda menjadi teman dan kapan menjadi ibu, karena banyak anak laki-laki yang merasa risih jika berdekatan dengan ibunya di tempat umum karena dianggap ‘anak mami’. Selain itu, jelaskan pada anak laki-laki kapan dan alasan ia boleh menangis, karena ia harus menjadi laki-laki yang kuat. Untuk menjaga dirinya, berikan pilihan cara lain selain berkelahi, misalnya menjaga jarak dengan lawan, mengajak bicara, ataupun berani melapor pada guru. Tekankan, bahwa berkelahi bukan pilihan yang baik.
Ibu juga cenderung lebih sulit dekat dengan anak laki-laki. Salah satu caranya adalah menyelami apa yang mereka sukai, misalnya musik kegemaran anak. Dengan masuk ke dunianya dan memposisikan diri sama dengan dirinya, anak merasa nyaman dan yakin ibunya selalu ada untuknya.
Hindari sikap overprotective terhadao anak bungsu laki-laki. Agar anak tumbuh menjadi pria yang mandiri, tidak jadi ejekan saudaranya, tidak dianggap remeh, dan mudah masuk ke lingkungan yang jauh dari ‘perlindungan’ ibunya.
IDOLA Anak Perempuan
Saat mendidik anak perempuan, sebagai ibu kita harus berada di sampingnya untuk menuntunnya menemukan jati dirinya, fungsi gender-nya dan fungsui sosialnya. Disini peran ibu dituntut mempunyai porsi yang lebih besar ketimbang ayahnya, apalagi ketika anak perempuan masuk usia pubertas. Namun bukan berarti peran ayah tidak dibutuhkan. “Sering bersama ayah akan membantu anak permpuan mengatur perasaannya saat berdekatan dengan lawan jenis,” ungkap Ade.
Dengan ayah, anak bisa berbagi bagaimana ia menghadapi lawan jenisnya, sehingga membuat anak tidak canggung untuk bersosialisasi dengan temannya yang berlainan jenis. Namun ibu harus tetap menjadi role model bagi anak. Karena jika anak perempuan terlalu mengidolakan ayahnya, jika besar nanti ia akan mencari pasangan seperti sang ayah.
Pengertian kata ideal ‘cantik’ juga seharusnya diterangkan pada anak perempuan. Berilah penekanan pada kecerdasan, kerja keras, kemandirian, dan kepekaan dalam diri anak perempuan dibandingkan dengan penakanan pada penampilan yang berlebihan.
“Banyak orangtua yang menginginkan putrinya tampil manis, anggun feminin. Namun jika anak tidak nyaman dengan penampilan tersebut, biarkan mereka tumbuh sesuai dengan yang mereka inginkan. Asalkan mereka punya kualitas diri yang baik, nyaman, dan tetap berdiri di jalurnya,” jelas Ade. Jika anak dipaksakan maka anak akan memiliki perilaku conduct disorder-menentang, dan agresif. Jika dibiarkan dikhawatirkan akan mengarah pada perilaku anti sosial.
Penanaman norma bagi anak perempuan harus lebih ditekankan karena berkaitan erat dengan keselamatan diri pada anak perempuan yang tentunya juga berbeda dengan anak laki-laki. Ketika anak sudah masuk usia pubertas beritahu segera tentang bagaimana seharusnya mereka bersikap. Apa saja yang harus dilakukan untuk menjaga dirinya, serta risiko paling buruk jika seorang wanita terjerumus dalam pergaulan bebas. “Risiko (bagi dirinya dan keluarganya) itulah yang harus diberitahukan oleh anak perempuan sejak dini. Untuk itu ketika mereka sudah mengalami haid pertama adalah saat yang tepat untuk menjelaskan hal tersebut,” papar Ade.
Ajarkan anak perempuan berkompetisi dengan sehat dan tidak menjadi perempuan yang lemah. Kemenangan pada kompetisi akan membangun kepercayaan diri dan kekalahan akan membentuk karakter mereka lebih kuat. Beri motivasi mereka untuk membaca kisah wanita-wanita sukses agar dapat memotivasi dirinya untuk mencapai sesuatu yang besar.
Agar Anak Tidak Bias Gender
- Sedari dini tekankan area gender mereka masing-masing. Terangkan mana yang boleh dan mana yang tidak diperbolehkan. Biasakan selalu memberi alasan logis.
- Jika anak tidak bisa diberitahu, biarkan mereka melakukan hal yang diinginkan. Misalnya anak laki-laki Anda ingin bersolek atau memakai rok seperti ibunya. Ajak anak ke muka umum, misalnya ke hadapan ayahnya atau pun keluarga Anda lainnya. Respon negatif yang diterima anak akan memberikan pelajaran, bahwa sebenarnya hal yang mereka lakukan itu bukanlah sesuatu yang wajar.
Saatnya Berkomunikasi Sebagai Teman
Menghadapi anak laki-laki dan perempuan, komunikasi tetap menjadi kunci. Banyak cara menjembatani hubungan anak dan orang tua. Salah satunya Anda bisa masuk ke ‘dunia’ anak sebagai teman. Caranya dengan menyukai apa yang mereka sukai, lalu mengganti kata ‘mama’ dengan ‘aku’ atau ‘saya’, agar posisi diantara ibu dan anak sejajar. Misalnya, “Kak, apa saja cerita di sekolah hari ini? Aku ingin dengar.” Tapi jika Anda ingin menerapkan disiplin tekankan kata ‘mama’ itu kembali, misalnya, “Kak, mama ingin kamu sudah mandi sebelum belajar”. Melakukan hobi bersama juga dapat mempererat hubungan antara Anda. Setelah hubungan dekat itu tercipta, Anda dapat lebih mudah mengarahkan anak.
Buatlah rapat keluarga sebulan sekali. Dengarkan masalah dan pendapat mereka secara demokratis, dan hindari sikap menghakimi. Dalam kesempatan itu anak akan tahu, setiap masalah selalu bisa dicari solusinya.
Source: Good HouseKeeping Edisi Desember 2012, Halaman 79
(vem/)