Beberapa waktu yang lalu, saya berbincang-bincang dengan seorang tukang becak yang sudah lanjut usia. Pria ini tidak seperti tukang becak lain yang suka main kartu atau judi, dia lebih suka membaca koran dan mengikuti perkembangan berita di tanah air. Saat saya menghampirinya, beliau mengatakan, "Saat saya muda dulu, hanya orang baik dan berprestasi yang masuk koran. Tapi sekarang, orang keparat dan pelaku kriminal justru jadi berita. Berita baik yang berisi kebaikan justru diletakkan di halaman belakang, itupun hanya sedikit,"
Hati tersentak mendengar cerita sang penarik becak. Jika diingat-ingat lagi, memang benar bahwa banyak media yang lebih sering memberitakan kejadian buruk ketimbang kejadian baik, lebih banyak berita kejahatan ketimbang prestasi. Rasanya mata, telinga dan otak kita sudah terlalu biasa dengan berita-berita miris yang menyedihkan, mulai dari pemerkosaan pada wanita, hingga berita ibu yang tega membunuh buah hatinya.
Sepuluh tahun yang lalu, saat saya masih menjadi murid SMA, membaca berita bayi yang dibuang ke tempat sampah membuat hati saya menangis. Walaupun saat itu saya masih remaja dan impian menjadi ibu masih jauh, sebagai wanita, saya tidak sampai hati membaca berita tersebut. Tetapi sekarang, kasus-kasus bayi yang dibuang semakin sering. Jujur, hati saya sudah tidak menangis seperti dahulu lagi, saya menganggapnya biasa. Entah salah media yang selalu memberitakan kasus ini, atau ada yang salah dengan hati dan sisi kemanusiaan saya.
Sempat saya mendiskusikan hal ini dengan teman-teman sebaya. Mereka juga mengeluhkan hal yang sama. Kami makin biasa melihat dan mendengar banyak kejahatan, banyak hal tidak berperikemanusiaan dan lain sebagainya. Sehingga hal yang seharusnya menyentuh hati, justru terasa biasa saja. Mungkin terlalu sering membaca berita yang isinya tidak pakai hati, hati ini jadi tidak bekerja. Atau mungkin tuntutan zaman yang membuat hati ini tidak lagi menebar benih-benih kemanusiaan.
Di sisi lain, kami juga sepakat bahwa manusia masa kini lebih cuek dengan manusia yang lain. Jika ada orang yang barang bawaannya jatuh, lebih banyak orang yang berlalu dibanding membantu. Coba lihat di dalam bis atau komuter, orang-orang muda duduk nyaman mendengar musik dan membiarkan orang tua atau ibu hamil berdiri. Hanya sedikit dari kita yang rela memberikan bangku untuk orang tua dan ibu hamil, pernahkah Anda mengalaminya?
Banyak orang meneriakkan kedamaian, tapi kasus kekerasan semakin meningkat. Banyak orang ingin hidup damai, tetapi mematikan sikap toleransi. Makin banyak orang ingin hidupnya bahagia, tetapi menginjak kebahagiaan orang lain.
Coba kembalikan hal ini pada diri Anda. Sudahkah hati Anda mati rasa dan menjadi manusia yang hanya hidup untuk dunia? Atau hati Anda masih hidup dan mau melakukan sesuatu untuk orang lain?
Semoga tulisan ini bisa menjadi sebuah renungan dan membuat hati kita hidup kembali. Hati yang selalu membimbing kita pada kebaikan. Hati yang selalu membuat kita dekat dengan Tuhan.
(vem/yel)