Belajar ‘Ilmu’ Keuangan Dari 5 PENGUSAHA

Fimela diperbarui 17 Des 2012, 08:30 WIB

Oleh Fiona Yasmina

Perencanaan dan pengelolaan keuangan yang baik, bisa membuat pondasi bisnis menjadi kokoh. Mulai dari melipatgandakan keuntunga, hingga menggunakan laba dengan efektif untuk mengembangkan usaha. Setiap jenis bisnis memiliki tantangan masalah keuangan berbeda. Anda bisa langsung belajar dari pengalaman para pengusaha berikut ini.

SEMUA ORANG BISA MENIKMATI WAGYU

Lucy Wiryono (34) dan Afit Dwi Purwanto (33)

Saat ini, kedua pasangan suami istri ini memiliki salah satu bisnis restoran wagyu sederhana di kawasan Senopati dan Kelapa Gading yang dibangun dalam dua tahun bernawa Holycow! Steakhouse by Chef Afit.

Mulai Berbisnis: 2010 

Modal: Lucy mengumpulkan hasil bonus suaminya, Afit, hingga Rp 70 juta. Dana diprioritaskan untuk kesejahteraan karyawan, baru kemudian untuk alat pemanggang, bahan baku dan simpanan dana. Konsep Wagyu for Everyone menunjang restorannya untuk memberikan tempat yang sederhana dengan kualitas menu makanan seperti hotel.

Penetapan Harga: Keputusan menetapkan harga sempat dipikirkan dengan seksama. Akhirnya mereka menetapkan harga Rp40.000 – Rp150.000.

Keuntungan: Keuntungan mereka tak lebih dari 20%, sebab harga bahan baku yang fluktuatif. Lucy dan Afit berkonsentrasi mendapatkan jumlah pesanan. Semakin banyak porsi yang terjual, maka keuntungan mereka akan semakin berlipat ganda.

Strategi Bisnis: Mengandalkan promo yang tak butuh banyak modal, misalnya memberikan gratis menu wagyu untuk pengunjung yang berulang tahun. Menyediakan tiramisu untuk pengunjung yang menulis tweet, juga minuman untuk ibu hamil yang ada di daftar tunggu. Mereka juga menggunakan berbagai gimmick. Salah satunya membuat kompetisi mengumpulkan bendera (terdapat di steak wagyu) terbanyak untuk mendapatkan sebuah smartphone.

Cara Mengelola Keuntungan: Mereka sangat hati-hati mengelola laba. Mereka menyicil hasil pinjaman ke bank, meningkatkan kualitas makanan yang dijual, menambahkan pilihan menu, dan meningkatkan kenyamanan restoran. Barulah sisa keuntungan digunakan untuk investasi pribadi.

[initial]

Source: GoodHouseKeeping, Edisi Oktober 2012, Halaman 94

(GH/gil)
What's On Fimela
2 dari 4 halaman

MENGANDALKAN SYAL

(c) shutterstock.com

Carline Darjanto 925) dan Ria Sarwono (25)

Dua perempuan muda ini berhasil membuat bisnis clothing online Cotton Ink dan mempopulerkan convertible atau multiway shawl dari bahan kaos katun di kalangan remaja dan ibu rumah tangga.

Mulai Berbisnis: November 2008

Modal: Mereka hanya memiliki modal di bawah Rp1 juta termasuk domain Rp500.000 (website). Sisanya bisa mereka gunakan untuk membeli setengah lusin pakaian. Sistem penjualan berdasarkan konsep kredit ke pabrik. Setelah mendapatkan hasil penjualan, langsung mereka lunasi. Penjualannya cepat, maka pergerakan keuangannya juga berjalan dengan baik.

Sumber Daya Manusia (SDM): Awalnya mereka hanya memiliki satu karyawan, namun sekarang sudah didukung tujuh karyawan. Masing-masing karyawan diberi gaji sesuai standar pemerintah.

Prioritas Bisnis: Produksi dan pengembangan produk menjadi beberapa bentuk yang lebih variatif.

Keuntungan: Di awal bulan, keduanya berhasil meraih keuntungan. Namun biaya operasional yang sangat kecil di awal, mulai terasa besar belakangan ini. Namun mereka berhasil mengatasinya karena mereka menggunakan keuntungan untuk berinvestasi saham, emas, dan juga obligasi.

Kendala Pertama: Suatu waktu mereka pernah membeli bahan-bahan berlebihan, sehingga keuangannya tidak bisa diputar. Kerugian ini menyebabkan mereka harus berkreasi lebih banyak lagi. Atau dengan kata lain, hasil bahan-bahan yang sudah dibeli, mereka jadikan produk-produk baru yang bisa dijual sehingga mereka bisa mendapatkan keuntungan. Keuangan pun bisa diputar baik untuk pembelian bahan material maupun untuk membayar gaji karyawan. Kesalahan ini membuat mereka harus menekan pengeluaran. Hal itu diatasi antara lain dengan menilai ulang kebutuhan yang tidak terlalu penting.

Penentuan Produk Andalan: Membuat produk yang sesuai tren dengan harga yang tidak terlalu mahal. Mereka menentukan formula yang unik: setelah harga ditentukan, baru produk diproduksi, bukan sebaliknya. Mereka juga harus selalu mencapai satu target agar biaya operasional bisa tetap berjalan dan pengembangan produk bisa dilakukan.

Biaya Tak Terduga: Menyiapkan biaya tak terduga berbentuk simpanan, asuransi gedung dan kendaraan.

3 dari 4 halaman

BISNIS PAKAIAN HAMIL

(c) shutterstock.com

Nuniek Tirta Ardianto (32)

Inspirasinya datang dari beberapa teman yang membutuhkan dan menyukai pakaian hamil yang sedang ia pakai. Ia pun memberanikan diri membuka bisnis online: www.hamil-cantik.com

Mulai Berbisnis: Februari 2008

Modal: Hampir tanpa modal. Ia menghabiskan biaya internet yang dulunya hanya Rp125.000 per bulan dan sekarang naik menjadi Rp500.000 per bulan. Web domain Rp125.000 per tahun merupakan ‘kado’ dari suami.

Sistem Penjualan: Setelah pembeli transfer, barang langsung dikirim.

Keuntungan: Ia mendapatkan keuntungan 100 persen dan memutarkannya untuk membeli stok pakaian lagi, stationary, membayar gaji satu karyawan, THR setiap tahun, dan bonus setiap bulan yang dikalikan setiap penjualan.

Penentuan Harga: Metode harga psikologis ia pilih untuk menetapkan harga karena belajar dari pengalaman. Dulu ia membeli baju sekitar Rp15.000 kemudian menjualnya Rp30.000 dan laku. Terkadang pembeli tidak selalu tertarik pada harga murah. Banyak pembeli yang justru tertarik pada harga yang agak mahal karena menganggap kualitas barang sebanding dengan harganya. Berbeda ketika ia menjual barang bermerek (yang banyak diminati pembeli di Indonesia bagian Timur), ia tidak mengambil keuntungan besar. Sebab pembeli sudah tahu harga awalnya.

Kendala Bisnis: Produk ditawar. Hal itu diatasi dengan memasang harga fixed (tak bisa ditawar). Harga khusus hanya untuk pembeli partai besar.

4 dari 4 halaman

7 Kesalahan PEBISNIS

(c) shutterstock.com

Yoris Sebastian penulis buku Creative Junkies mengungkapkan kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan pebisnis dan solusinya:

1.Terlalu fokus pada keuntungan. Salah satu teori ekonomi mengungkapkan gunakan biaya serendah-rendahnya untuk mendapatkan margin profit setinggi-tingginya. Padahal sebaiknya fokus ke dampak positif yang dihasilkan untuk konsumen. SOLUSI: Fokus pada konsep triple win atau semua pihak mendapatkan keuntungan. Sehingga semua pihak mendapatkan long term relationship.

2. Penetapan harga berdasarkan supply dan demand. SOLUSI: Fokus pada nilai yang diberikan pada konsumen. Harga dinaikkan bukan karena biaya produksi naik. Harga bisa naik karena ada kreativitas dalam memberikan nilai tambah buat konsumen.

3. Copy Paste Best Practice. Mencontek perusahaan lain secara keseluruhan pada praktiknya tidak selalu bagus. SOLUSI: Sebaiknya ambil inspirasinya saja.

4. Do It My Way Leadership menerapkan gaya Do It My Way. SOLUSI: Buatlah kepemimpinan yang tidak egois, memiliki hati, bersikap terbuka, dan memahami karyawannya. Misalnya bisa mengontrol emosi, bijak dan memiliki misi ke depan.

5. Inovasi saat bisnis turun bukan pada bisnis sedang di puncak. SOLUSI: Persiapkan dana untuk inovasi saat (dan terutama) dalam kondisi puncak agar terus naik dan tidak turun drastis. Bisa disebut sebagai ‘Affodable Innovation’.

6. Diversifikasi hanya berdasarkan kompetisi utama. SOLUSI: Usahakan diversifikasi berdasarkan profil konsumen sehingga konsumen bisa dianggap sebagai komunitas dan perusahaan terus mengupayakan komunitasnya lebih baik dan lebih besar. Jika hal ini dilakukan, pasarnya akan terus tumbuh dan berkembang.

7. Berkembang sendiri di tengah era kolaborasi. SOLUSI: Bekerjasamalah dengan perusahaan yang memiliki profil konsumen sama tetapi kompetensi berbeda. Jika Anda ingin gabungkan, usahakan perusahaan Anda dapat meningkatkan hasil bahkan lebih besar lagi.