CARI! Kunci Kebebasan Finansial

Fimela diperbarui 10 Des 2012, 14:00 WIB

Oleh Sanita Deselia

“Kebebasan finansial secara sederhana adalah keadaan dimana penghasilan bisa mencukupi kebutuhan dan keinginan tanpa perlu berutang. Akan lebih menyenangkan jika harta yang dimiliki bisa produktif menghasilkan,” ujar Mike Rini Sutikno, CFP, Perencana Keuangan dari MRE Financial and Business Advisory. Kuncinya: cerdas mengelola keuangan. GH Indonesia melakukan investigasi terhadap 50 perempuan (dari berbagai bidang pekerjaan) untuk mengetahui sejauh mana kesadaran menabung, berasuransi dan berinvestasi.

 

(GH/yel)
What's On Fimela
2 dari 4 halaman

Belum Memahami Dana Darurat

Kesadaran memiliki dana darurat semakin baik. Sebanyak 90% perempuan dalam investigasi yang dilakukan tim GH mengaku memiliki dana darurat. Sayangnya jumlahnya masih banyak yang jauh dari ideal. Lebih dari 50% diantaranya memiliki dana darurat hanya sebesar 1-2 kali penghasilan bulanan saja. Bahkan tidak sedikit yang tidak memedulikan jumlahnya. “Saya memiliki simpanan darurat yang jumlahnya dua kali penghasilan,” ujar Sukma Kartini (30), presenter televisi swasta. Sementara Rizka Mulyarini (32), Account Executive, mengaku tidak pernah mematok berapa jumlah nominalnya. “Yang penting uangnya ada saat dibutuhkan,” ungkap Rizka.

Padahal, sebenarnya harus berapa? “Idealnya jumlah dana darurat minimal sebesar 6 kali pengeluaran bulanan,” ujar Mike. Simpanan ini untuk keperluan darurat saat kejadian tak diinginkan terjadi seperti PHK yang menyebabkan kehilangan pendapatan tetap. Dana ini harus ada agar Anda bisa tetap hidup tanpa utang baru (yang akan semakin membelit). Sebab Anda harus tetap membayar biaya rumah tangga, listrik, air, makan dan cicilan kendaraan maupun KPR. Selama penghasilan baru belum datang dana darurat inilah yang jadi penyelamat Anda.

Mengapa harus 6 kali pengeluaran? “Sebab waktu 6 bulan dirasa cukup untuk mendapat pekerjaan baru. Sementara kalau hanya 1-3 bulan masih terlalu riskan. Dana darurat jangan terlalu pas-pasan,” ucap Mike.

Definisi darurat juga perlu diluruskan agar pos-pos pengeluaran tidak bercampur dalam satu amplop. “Biasanya kalau ada pengeluaran dadakan dalam jumlah besar saya ambil dari pos darurat, tapi mungkin nanti kalau sudah terkumpul bisa untuk uang muka membeli rumah,” ujar Sukma. Sementara Ami Lubis (26), ibu rumah tangga sempat menggantungkan biaya kesehatan di dana darurat karena belum memiliki asuransi. Menurut Mike untuk uang muka membeli rumah sebaiknya menabung di rekening terpisah. Menggunakan dana darurat untuk kesehatan sah saja, namun Mike menganjurkan sifatnya bukan dana tunggal. Anda sebaiknya juga punya asuransi.

Kesalahan yang juga terjadi adalah menganggap godaan diskon sebagai keadaan darurat. Meski dana darurat langsung diganti kembali di bulan berikutnya, bagi Mike tidak bisa jadi pembenaran perilaku tersebut. “Menggunakan dana darurat untuk shopping jelas pelanggaran,” ujar Mike. Perilaku pemborosan ini bisa terjadi karena lemahnya komitmen. Misalnya menyatukan dana darurat dengan rekening tabungan. Putri R Peruchka (35), Legal Counselor mengaku menyimpan dana darurat dalam rekening terpisah. “Jadi ada satu rekening yang tidak pernah diotak-atik,” ujar Putri.

Mike berpendapat meski harus terpisah dari rekening operasional, dana darurat tidak harus selalu tersimpan dalam satu rekening. Anda bisa membagi-bagi dana darurat dalam berbagai macam rekening, mulai deposito, tabungan sampai kartu kredit,” tambahnya. Yang penting dana tersebut mudah dicairkan. Kombinasi ini bisa menolong Anda. Misalnya saat terjadi musibah sakit, sebelum asuransi cair Anda bisa menggunakan kartu kredit untuk pertolongan pertama. “Misalnya untuk melakukan deposit atau uang muka. Jangan selalu tergantung pada dana uang tunai. Namun meski darurat, tetaplah bijak saat menggesek kartu kredit. Gunakan kartu kredit untuk pembayaran dengan tagihan paling minimal,” papar Mike.

3 dari 4 halaman

Hindari Perangkap Asuransi

(c) shutterstock

Rayuan agen asuransi apalagi teman sendiri seringkali jadi bumerang. Di awal memiliki anak, banyak yang tergesa membeli asuransi. Sisca Magdalena (35), model dan ibu rumah tangga salah satunya. “Dulu sewaktu awal punya anak, istilahnya asal ada asuransi. Apalagi karena ada yang nawarin, main beli saja,” ujar Sisca. Hal itu diakuinya karena masih dalam euforia baru memiliki anak dan merasa segera butuh perlindungan. Belakangan ia mengetahui asuransi tersebut kurang pas dan memutuskan untuk menutupnya. Awam asuransi juga sempat dialami oleh Putri. “Awal mulanya saat teman menawarkan asuransi saya merasa itu penting tapi kurang paham, akhirnya saya mencari tahu dulu sebelum membeli,” ujar Putri.

“Membeli asuransi asal punya, mumpung ada yang menawarkan, dan teriming-iming rayuan, adalah hal umum yang kebanyakan terjadi. Saat membeli harusnya kita pahami dulu apa yang kita butuhkan,” ujar Mike. Jika tidak terjadilah kesalahan memilih jenis asuransi atau salah menghitung kebutuhan asuransi. Misalnya Anda membeli asuransi jiwa sementara sebenarnya tidak ada seorangpun yang hidupnya di bawah tanggungan Anda. Kesalahan kedua adalah membeli asuransi yang tidak memberikan manfaat maksimal. Tidak sedikit perempuan pekerja yang merasa cukup dengan fasilitas asuransi kesehatan dari kantor. “Hingga saat ini saya tidak memiliki asuransi selain dari kantor. Asuransi belum begitu penting rasanya,” ujar Rizka.

“Sebenarnya ada keinginan untuk membeli asuransi jiwa, tapi belum memulai saja. Sampai sekarang saya merasa masih cukup dengan asuransi yang ada dari kantor,” ujar Andina (29) karyawati perbankan. Sementara kesadaran pentingnya memiliki asuransi baru mengusik Ami saat terkena sakit di rahimnya. “Ternyata biasa kesehatan itu mahal dan kita tidak pernah tahu kapan kita akan sakit. Selama ini saya hanya menggunakan dana darurat untuk kesehatan, tapi ternyata tidak cukup. Sekarang kami sekeluarga sedang dalam proses untuk ikut asuransi kesehatan,” tambah Ami.

Mike menyarankan untuk mengevaluasi asuransi yang kini Anda miliki. Cek preminya dan manfaatnya, apakah sudah seimbang dan sesuai kebutuhan atau belum. Misalnya apakah asuransi kesehatan Anda sudah meng-cover kebutuhan kamar yang Anda inginkan jika harus rawat inap? Apakah premi yang dibayarkan terlalu tinggi dibanding manfaat yang Anda peroleh? Menurut Mike ada tiga opsi yang bisa Anda pilih setelah evaluasi: meneruskan, membeli asuransi tambahan, atau menutup asuransi tersebut.

Kesadaran akan pentingnya investasi pun mulai meningkat. Jika banyak anggapan beredar perempuan takut mengambil risiko dan enggan berinvestasi, nyatanya hampir 80% responden mengaku sadar harus memiliki investasi. Rata-rata tujuan investasi mereka untuk persiapan pensiun dan dana pendidikan anak. “Untuk pendidikan anak inflasinya lumayan tinggi jadi investasi lebih tepat,” ujar Putri. “Saya juga berinvestasi untuk kepentingan hari tua,” tutur Andina.

Ketakutan akan risiko masih terlihat dengan kenyataan bahwa logam mulia dan reksadana menjadi pilihan favorit untuk berinvestasi. “Saya memilih logam mulia karena cenderung aman dan mudah dimengerti,” ujar Sukma. Sementara untuk mempersiapkan sekolah anak-anaknya, Ardina dan Putri memilih investasi di reksadana. “Saya juga mempunyai simpanan emas yang bisa digunakan sewaktu-waktu,” kata Andina.

Namun berinvestasi tanpa target masih ditemukan. “Saya kebetulan ada investasi di sebidang tanah, tapi belum tahu mau diapakan,” ungkap Rizka. “Kalau saya membeli emas mumpung ada uangnya, belum ada tujuan spesifik,” ujar Sukma. Mengumpulkan uang untuk membeli emas atau reksadana memang baik, tapi investasi baru bisa terasa manfaatnya kalau dilakukan dengan target dan kebutuhan.

“Metode mengumpulkan saja biasanya cepat habis,” ujar Mike. Atau bahayanya Anda merasa sudah cukup banyak memiliki investasi. Padahal arti banyak dalam nilai uang di hari ini tidaklah sama dengan nilai uang di masa depan. Anda harus tahu tujuan investasi Anda dan perhitungkan dengan seksama seberapa besar jumlah yang Anda butuhkan. Hitung jangka waktu yang Anda miliki jangan lupa masukkan asumsi bunga dan inflasi. Karena perhitungan inflasi tinggi inilah untuk dana kuliah anak Putri memberanikan diri untuk menyimpan dalam bentuk saham. “Karena itu cara untuk bisa mencapai target,” kata Putri.

4 dari 4 halaman

Butuh Kekompakan dengan Pasangan

(c) shutterstock

Hobi belanja identik dengan perempuan. Fashion dan mainan anak jadi barang favorit kebanyakan responden saat berbelanja terlebih saat ada diskon. “Barang-barang seperti baju sepatu, tas sering masuk daftar belanja saya. Karena sekarang sudah punya anak, ya jadi keperluan anak juga ikut di dalamnya mulai baju sampai mainan,” ujar Rizka.

Diskon juga sering membuat orang ‘lupa diri’. Seperti Ami yang sulit menahan diri jika melihat diskon kosmetik. Walaupun sebenarnya jarang digunakan. Sementara Sisca mengakui godaan untuk menggesek kartu kredit biasanya lebih besar jika ada promo atau diskon.

Diskon dan kartu kredit memiliki dua sisi. Bisa menguntungkan atau merugikan. “Tawaran promo lewat kartu kredit boleh saja disambut selama memang sudah direncanakan dan ada jatahnya, jangan karena mumpung promo lalu membabibuta wisata kuliner tanpa rencana,” ucap Mike. Kalimat ‘mumpung murah’ bisa jadi boomerang saat barang tak dibutuhkan dan uang sedang tidak tersedia. Saat itulah diskon bisa jadi pemborosan. Mike berpendapat terjadinya pemborosan bisa juga diakibatkan oleh kebiasaan malas mengecek saldo. Sebanyak 60% responden hanya mengecek saldo 1-2 kali sebulan.

Rasa bersalah telah berbelanja berlebihan kerap berujung pada sikap sembunyi-sembunyi terhadap pasangan. “Suami tahu sih, hobi belanja saya, tapi ya kadang-kadang saya suka sedikit menyembunyikan harga dan barang yang saya beli untuk menghindari pertengkaran,” ujar Rizka.

Namun Mike tidak menyetujui hal itu. “Sebenarnya kalau jatah belanjanya ada kenapa harus disembunyikan?” ujar Mike. Keterbukaan dengan pasangan menjadi salah satu kunci mulusnya mencapai tujuan keuangan keluarga. “Cara pandang tentang uang antara suami istri akan memengaruhi pola pendekatan pengelolaan, produk investasi yang dipilih, bahkan tujuan keuangan. Maka pasangan perlu terbuka dan membuat kesepakatan untuk kepentingan bersama,” tambahnya.

Sebanyak 90% responden mengaku saling terbuka dengan pasangan masalah keuangan. “Jika ada yang bertolak belakang kami selalu mencari jalan tengah,” ujar Putri. Sementara Ardina mengaku selalu membicarakan apapun yang ingin dibeli dengan suaminya. “Jika ia tidak setuju saya akan menjelaskan kenapa barang itu perlu dibeli,” ujar Andina. Ia juga mempunyai akses untuk mengetahui jumlah normal rekening suami begitu pula sebaliknya.

Meski tidak mutlak Mike mengemukakan kepemilikan rekening bersama bisa jadi bukti keterbukaan. “Ada pengawasan kolektif terhadap kepemilikan bersama, komunikasi juga terbuka. Kalau soal praktis lebih praktis rekening sendiri-sendiri. Tapi masalah pengelolaan bukan cuma kepraktisan tapi kekompakan,” ujar Mike. [initial]

Source: GoodHouseKeeping, Edisi November 2012, Halaman 96