Sempat tidak diharapkan keluarga, mahir bermain piano. Kini karyanya digunakan sebagai bahan desertasi dan tesis di universitas di tiga benua. Pria ini pernah di drop out dari sekolah musiknya karena dianggap kurang berbakat, tapi hal itu tidak membuatnya putus asa. Terbukti, ia berhasil merampungkan beasiswanya di Belanda hingga S2, dan menjadi seorang pianis handal.
Ananda Sukarlan (44), ia menjadi satu-satunya orang Indonesia yang masuk dalam buku The 2000 Outstanding Musicians of the 20th Century, yang berisikan riwayat hidup 2000 orang yang dianggap berdedikasi pada dunia musik.
T: Mengapa piano? Apa yang membuat Anda jatuh cinta pada piano?
Bukan saya yang memilih piano, tapi piano yang memilih saya. Waktu kecil di rumah ada piano peninggalan keluarga teman ibu saya. Awalnya kakak saya yang les piano sekaligus dia yang diharapkan ibu mahir memainkannya, lama kelamaan justru saya yang menunjukkan bakat bermain piano. Saat itu usia saya sekitar 5 tahun. Tahun 1987 saya mendapatkan beasiswa dari kementrian pendidikan dan kebudayaan untuk sekolah musik di Belanda.
T: Ketika menciptakan karya, sumber inspirasi terbesar datang dari mana?
Bisa dari mana saja. Biasanya saya terinspirasi dari karya seni orang lain, seperti Sapardi Djoko Damono (penyair), dan Chendra E. Panatan (koreografer). Atau dari seni lukis aliran abstrak dan mitologi.
T: Anda menggabungkan musik dan sastra. Bisa diceritakan karya apakah itu?
Itu adalah istilah yang saya rancang untuk menggantikan musik klasik. Karena di Indonesia istilah musik klasik terkesan musik yang membosankan. Musik sastra adalah karya musik yang tertulis, musik yang ada partiturnya, seperti Beethoven dan Mozart. Orang-orang menganggap musik klasik adalah musik yang ditulis di masa lalu, nah, saya ingin mengubah paradigma tersebut.
T: Apa impian tertinggi Anda yang belum tercapai?
Selain berusaha membuat karya yang mendekati sempurna, sekarang waktunya untuk berbagi. Karya seni kita harus termanifestasi, berinteraksi dan berguna di dalam masyarakat. Saya dan teman-teman mendirikan Yayasan Musik Indonesia. Tujuannya adalah mendidik anak-anak yang tidak mampu agar bisa memainkan instrumen musik. Supaya mereka punya sesuatu yang dibanggakan dan dapat membangun kepercayaan diri.
[initial]
Source: GoodHouseKeeping, Edisi Oktober 2012, Halaman 26
(GH/gil)