Semakin lama, Anda menyadari bahwa ungkapan “nobody’s perfect” terasa sangat dekat dengan cerita cinta Anda dan Mr Right. Susah payah untuk akhirnya menemukan prince charming, tapi ada saja hal kecil yang merusak impian Anda? Yup, masalahnya memang kecil, tapi setelah dibiarkan semakin lama sepertinya, hmm, kian membuyarkan impian Anda. Well. Don’t panic! Karena artikel ini bisa jadi solusi dilema Anda, ladies. Tanpa perlu basa-basi simak beberapa kasus yang Cosmo berikan, dan temukan mana yang paling “pas” dengan kehidupan percintaan Anda agar si dia benar-benar jadi the real Mr. Perfect!
Kasus 1. “Kebiasaan buruknya makan dengan mulut terbuka dan mengecap rasanya jauh dari bayangan Mr. Right yang sarat dengan manner baik. Kalau begini, rasanya malu untuk mengajaknya datang dalam satu perayaan penting deh. Apa kata orang kalau melihat kelakuannya yang seperti itu.” – Jessica, 27 tahun.
Solusi: Kali lain Anda dinner bersama pasangan, siapkan sebuah camcorder. Kalau ia bertanya, bilang saja Anda ingin membuat video kumpulan aktivitas yang sering Anda lakukan bersama sebagai dokumentasi. Psst, jangan lupa untuk memberikan efek zoom in ketika “hobinya” yang mengganggu itu sedang ia lakukan. Remember this ladies, guys are very visual. So, ketika ada kesempatan untuk menonton hasil rekaman ini, adegan minim table manner-nya akan menjadi suatu pesan yang dengan mudah bisa ia mengerti. Teguran halus Anda ini bisa “menyentilnya”.
Kasus 2. “Pria dan hobi telatnya? Tak ada ampun! Kesal sekali rasanya tiap kali si dia datang hampir satu jam lebih lama dari waktu yang ditetapkan. Bayangkan saja, saat menghadiri jamuan makan malam dengan kedua orang tua saya atau hadir ke pernikahan teman, tak jarang saya harus mengarang alasan demi kesan baik si dia di mata orang. Tapi kalau sampai saya harus (selalu) membeli ekstra tiket menonton karena ulahnya ini? Sigh!” – Astrid, 25 tahun.
Solusi: Si dia akan selalu melakukan hal yang sama karena merasa mendapat “dukungan” dari Anda. Ia tahu, kalaupun datang telat (lagi) saat kencan, ia akan tetap menemui Anda yang dengan sabar menunggu di sudut sebuah kafe favorit. Sesekali, saat ia tak kunjung menunjukkan batang hidungnya, tinggalkan tempat janjian Anda, matikan telepon, dan biarkan ia merasa kalau Anda pun butuh dihargai. Kenyataan tak ada lagi orang yang dengan setia menunggunya di restoran itu akan buat ia sadar.
Kasus 3. “Memiliki pasangan yang punya ketertarikan lebih akan dunia fashion seperti saya memang jadi nilai plus. Tapi kalau sampai si dia terlalu “peka” dengan dunia ini hingga kerap berburu aksesori yang, ummm rasanya, lebih pantas saya kenakan...oh please!” – Mala, 26 tahun.
Solusi: Anda tidak bisa memaksa untuk punya selera serupa Anda, instantly. Solusinya, coba Anda minta bantuan the girls, untuk memberikan sinyal buat pasangan kalau pemilihan aksesori yang ia kenakan itu sedikit tidak cocok! Kenapa harus para sahabat? Karena biasanya tipe pria seperti ini memang bertujuan untuk menebarkan atensi lebih buat siapa pun yang melihat dirinya. Jadi kalau sesekali sahabat wanita Anda berkomentar, “Hey, kalung yang kamu kenakan itu bagus deh, tapi rasanya lebih cocok kalau saya yang pakai ya?” bisa jadi serangan ringan untuk menyadarkannya..
Kasus 4. “Pria itu memang cuek, saya mengerti. Saya pun suka dengan pria yang sangat “pria”. Tapi kalau sampai ia terlalu apa adanya tanpa memperhatikan bau badan dan kerapihan tampilannya, sorry to say, setampan apapun wajahnya, tetap saja nilainya minus di mata saya!” – Cindy, 26 tahun.
Solusi: Semakin Anda “berteriak”, pria makin tak peduli, dear! Jadi daripada Anda terlalu banyak bla, bla, bla, lebih baik memberikan aksi terselubung. Misalnya ia tak memedulikan bau badannya, Anda boleh sesekali membelikan perfume dengan dalih aroma yang ditawarkan jelas buat Anda sulit berpaling. Saat pria tahu kalau ia bisa menggoda Anda dengan aksinya, ia pun tak akan menolak untuk menggunakan perfume ini sebagai kebiasaan yang tak boleh tertinggal – which is good for you! [initial]
Source: Cosmopolitan Edisi Juli 2012, Halaman 186
(cosmo/yel)