Oleh: Agatha Yunita
Seorang pria tua yang usianya sudah menginjak 85 tahun duduk di tepi kolam ditemani anaknya, yang usianya 42 tahun.
Ia sangat bangga pada anaknya yang sukses itu. Sekalipun ia tahu bahwa anaknya tak pernah punya banyak waktu untuknya kini. Memecah keheningan, sang ayah bertanya pada anaknya...
"Nak, ikan apakah itu? Warnanya cantik sekali,"
"Ikan koi, ayah. Aku membawanya dari Jepang," jawab si anak.
Merekapun kembali diam. Beberapa menit kemudian sang ayah bertanya lagi.
"Nak, ikan apakah itu? Warnanya cantik sekali,"
"Kan aku sudah bilang tadi. Ini ikan koi, aku membawanya dari Jepang, kemarin," jawab si anak ketus.
Ayahnya mengangguk-angguk dan mengagumi ikan-ikan yang berlarian di kolam tersebut.
Selang beberapa menit kemudian, ia kembali bertanya.
"Nak, ikan apakah itu? Warnanya cantik sekali,"
Dengan geram, si anak tetap fokus pada iPad yang dipegang di tangannya. Tanpa menoleh pada si ayah ia menjawab ketus, "itu namanya ikan koi, yah. Ikan koi!"
Ayahnya tersenyum sambil terus mengagumi ikan-ikan indah tersebut.
Dan untuk kesekian kalinya sang ayah bertanya pada anaknya.
"Nak, ikan apakah itu? Warnanya cantik sekali,"
Si anak langsung meletakkan iPad di genggamannya. "Ayah, kenapa sih ayah menanyakan hal yang sama berulang-ulang? Bukankah aku sudah bilang ini adalah ikan koi. Kenapa ayah nggak ngerti juga?"
Ayahnya terdiam. Dengan gerakan yang sangat lambat ia mengambil dompet di sakunya. Mengeluarkan sebuah foto masa mudanya. Ketika ia pergi memancing dengan anaknya di sebuah danau dekat rumah.
"Ingatkah kau akan foto ini nak? Saat itu kau masih kecil. Rasa keingintahuanmu sangat besar. Setiap kali ayah mendapat ikan, kau akan bertanya pada ayah 'ikan apakah itu, ayah?' dan ayah akan menjawabnya dengan penuh kesabaran. Tak hanya sekali saja pertanyaan itu keluar dari mulut kecilmu. Kau akan mengulangi sebuah pertanyaan sebanyak 25 kali jika kau sangat ingin tahu. Dan ayah tetap menjawabnya dengan penuh kesabaran. Tetapi, mengapa kini ayah baru bertanya 4 kali saja, kau sudah marah?" tanyanya sambil meneteskan air mata.
***
Kejadian ini mungkin pernah dirasakan oleh kita juga. Saat kondisi orang tua sudah mulai menua. Pertanyaan-pertanyaan atau cerita-cerita yang sudah pernah diucapkan akan terus menerus diucapkan. Beliau mungkin tidak ingat, atau hanya terlalu bersemangat membahas sebuah topik. Dan untuk itulah, kita yang dulu juga pernah menanyakan hal berulang-ulang di saat masih anak-anak, hendaknya bersikap sama sabarnya. Menjawab semua pertanyaan yang sama dengan hati ikhlas. Mendengarkan cerita yang sama terus menerus bak belum pernah mendengar sebelumnya.
Setidaknya bahagia orang tua itu sederhana, didengarkan dengan ikhlas.
(vem/bee)