Kematian Itu Terjadwal I

Fimela diperbarui 28 Jun 2012, 15:00 WIB

Vemale.com - Selamat sore Sahabat Vemale, cerita inspirasi kali ini kami akan mengulas sebuah kisah dari seorang sahabat Vemale yang berdomisili di Jakarta. Semoga kisah dari Ibu Anna ini dapat menginspirasi dan menjadi bahan renungan bagi kita semua. Berikut penuturan Ibu Anna yang dikirim melalui pesan private di facebook Vemale.

 ***

Aku adalah seorang part timer ibu rumah tangga dan full timer wanita karier. Kusebut begitu karena aku memang seperti itu. Aku di rumah hanya sebentar saja yakni saat pagi hari sebelum berangkat kerja dan sepulang kerja untuk tidur. Pencapaian karirku memang sedang pesat-pesatnya. Aku bahkan tak sempat untuk sekedar say hello pada dua anakku yang masih balita. Sungguh, sebenarnya bukan itu inginku. Tapi karirkulah yang memaksaku seperti itu.

Aku menjabat sebagai Direktur Utama di sebuah BUMN milik negara di bidang perbankan. Sebagai Dirut, usiaku memang cukup muda. Apalagi aku seorang wanita, suatu hal yang langka tentunya. Sementara aku mencapai posisi tertinggi di sebuah perusahaan, suamiku adalah seorang karyawan swasta biasa yang karirnya tentu saja jauh di bawahku. Pendapatan kami pun jomplang jauh. Tapi aku memakluminya karena kami sudah berkomitmen sejak awal kami pacaran. Tak jarang, suamiku yang pulang lebih cepat harus mengurus anak-anakku, menggantikan peranku sebagai ibu. Tak apa, dia juga memaklumi.

Rutinitas sebagai Dirut tersebut kujalani sampai hari kemarin, saat aku mendapati anak bungsuku sesak napas di kamarnya. Aku mendapatinya ketika aku ingin melihat kondisi anakku yang kata pembantu kami sedikit panas. Cemas aku melihatnya, aku lantas berteriak-teriak meminta tolong pada suamiku dan siapa saja yang tengah berada di dekat kamar anakku.

Jelas saja aku panik bukan main, menggendongnya saja aku jarang, apalagi merawatnya dalam kondisi kejang dan sesak napas begini. Suamiku yang mendengar teriakanku langsung menghampiriku seraya menggendong anak sulungku yang masih berumur empat tahun. Dengan sama paniknya, suamiku secepat kilat menyambar oxican yang tersedia di kotak P3K yang ada di pojok kamar Bayu, bungsuku.

Berharap apa yang dilakukannya membantu atau setidaknya memberikan sedikit pertolongan bagi Bayu, suamiku terus menerus mengkomando Bayu agar ia mau menghirup oxican sesuai petunjuk suamiku.

Lima belas menit diliputi kegamangan yang luar biasa, sesak napas Bayu mulai mereda, begitu pula kejangnya. Sedikit lega tergambar di wajahku. Kuusapkan peluh pada lengan bajuku seraya berucap syukur. Sementara sesak napas Bayu mulai mereda, tanganku mengusap-ngusap pipinya, ada getaran hebat saat aku melakukannya. Jujur saja, baru kali ini aku berada di jarak yang sangat dekat dengan anakku Bayu. Ada banyak sesal menyeruak dengan ribuan kata maaf yang menyuruhku agar cepat terlontar padanya.

Baca Kematian Itu Terjadwal II.

(vem/tik)
What's On Fimela