Dibha: Breastfeeding Saves My Life

Fimela diperbarui 02 Apr 2012, 11:19 WIB

Vemale.com - Chatty Chant: Farahdibha Tenrilemba (Diba), Konselor Laktasi, Sekretaris Jendral Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI), Indonesian  Breastfeeding Mothers Association (IBMA)

Chantal Della Concetta (Ch): Hai Dibha, sekarang kegiatannya apa saja?

Farahdibha Tenrilemba (FD): "Hai dear. Kegiatanku lumayan beragam. I’m a mother of 19 boys! 1 anak kandung, RJ, usianya 9 tahun, sementara 18 anak lain adalah anak-anak remaja asuh. Mereka adalah anak-anak dari pelosok Sulawesi Selatan lulusan tsanawiyah (setara SMP) yang saya angkat untuk disekolahkan dan tinggal di Jakarta. Mereka mendapat beasiswa penuh untuk menyelesaikan SMA dari yayasan yang saya pimpin. Tujuannya sih simple, memberi kesempatan anak-anak daerah untuk berjuang di kehidupan lebih nyata (baca: Jakarta). Seru bgt punya 18 remaja cowok!

Lalu kegiatan yang gak kalah pentingnya, di AIMI - Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia. Di sini, saya sebagai Sekjen dan sebagai Konselor Menyusui (KM). Sebagai sekjen, membantu menjalankan dan mengembangkan organisasi nirlaba yang bertujuan mempromosikan-mendukung-melindungi praktek pemberian ASI di Indonesia. Sebagai KM membantu para ibu untuk menyusui dengan memberikan konseling via telepon, email dan tatap muka. Kegiatan saya yang terakhir adalah sebagai foodpreneur, pengusaha pisang ijo RAJA, yaitu produk penganan khas Makassar yang workshopnya di rumah dan melayani pesan-antar. Kegiatan ini dalam rangka membina dan mengkaryakan warga sekitar biar mereka lebih produktif aja.

Intinya, saya enjoy berkegiatan yang melibatkan orang banyak, mencoba menjalankan seperti yang selalu ayah saya ingatkan, selalu berbuatlah untuk masyarakat"

(Ch): Dibha adalah ibu dari seorang putra. Apa yang paling menyenangkan dari proses melihat anak bertumbuh?

(FD): "Saya rasa yg paling menyenangkan adalah... aya bertumbuh bersama dia. Saya merasa menjadi perempuan seutuhnya once I have him. Saya sangat menikmati mengasuh, mendidik dan membesarkan anak. Dulu saya kira momen paling menyenangkan di saat dia menjadi first-timer in everything, pertama bisa jalan, pertama bicara, pertama masuk sekolah, dll, tapi ternyata semakin dia tumbuh besar, semakin seru dan selalu ada aja hal baru yang saya gak pernah bayangkan sebelumnya, atau baca di manual manapun atau dengar share orang lain. Itu makanya saya merasa dia salah satu guru kehidupan saya yang terbaik!"

(Ch): Apa yang membuat Dibha begitu peduli pada proses menyusui/pemberian ASI pada anak?

(FD): Awalnya karena saya mengalami sendiri. Alhamdulillah saya berhasil menyusui RJ sampai 2 tahun-lebih. Saya beruntung memiliki dukungan yang saya perlukan sehingga bisa menyusui RJ, walaupun ada saat-saat lowest point of life, karena ketika RJ 1,5 tahun saya melalui masa perceraian. Jargon 'breastfeeding saves my life' literary kena di saya! karena menyusuilah yang menyelamatkan dan menenangkan saya. Juga karena perasaan dibutuhkan saat itu yg membuat saya meneruskan pemberian ASI. Saya melihat banyak ibu yang mudah menyerah dalam memberikan ASI. ini terjadi karena mereka tdk dapat dukungan, tidak dapat informasi yang lengkap tentang menyusui. Inilah yang menjadi pemicu saya ingin membantu mensosialisasikan menyusui. Kala itu belum banyak yang mengekspos mengenai ASI. Media belum banyak mengangkatnya. Social media juga belum banyak dipakai untuk mengkampanyekan sesuatu. Tidak dapat dipungkiri menyusui merupakan tameng awal kehidupan seorang manusia. Menyusui juga yang menggoreskan jalan hidup, karena seorang anak dapat tumbuh berkembang secara maksimal dengan kesehatan yang prima, dengan otak yang cemerlang dan dengan akhlak yang memadai karena diawali pemberian ASI, dan pemberian kasih sayang lewat dekapan saat menyusui. Untuk nantinya Indonesia memiliki generasi penerus yang kuat dan tangguh, klise memang.. but, that’s how I feel and that’s how I care.

(Ch): Tidak semua ibu memiliki privilege untuk menyusui dalam kondisi yang sehat, bahagia, dan tenang secara psikis. Masih sangat banyak yang dalam proses belajar menjadi ibu, mencoba mengerti kebutuhan bayi, juga menghadapi situasi di rumah tangga yang mungkin kurang baik, atau di lingkungan kerja yang kurang mendukung. Apa yang sebaiknya dilakukan dalam kondisi ini?

(FD): Good question. Yang harus diketahui di awal, way before laboring is find out as many information as possible on breastfeeding. Ketika hamil, bersama pasangan cari tahu: di mana RS/RB/klinik dan dokter/bidan yang mendukung praktek pemberian ASI, bagaimana cara menyusui yang benar, bagaimana mengerti kebutuhan bayi, apa yang bisa ibu lakukan saat bertemu dengan tantangan menyusui, dan masih banyak lagi. Dengan persiapan ketika masa kehamilan itu jugalah tempat ibu menyamakan persepsi dengan ayah tentang pemberian ASI sehingga mendapat dukungan penuh. Begitu pula bagi ibu bekerja, saat masih hamil, sudah memberitahu pihak kantor dan atasan akan keinginan menyusui sekembalinya dari cuti melahirkan. Dengan segala persiapan itu ibu dalam kondisi psikis yang sehat sehingga tenang dalam menyusui dan dapat sukses memberikan ASI eksklusif 6 bulan dan diteruskan sampai 2 tahun atau lebih. [quote]

(Ch): Lalu bagaimana dengan culture lingkungan terdekat? Misal keluarga sudah terbiasa dengan proses lahir caesar, dan terbiasa memberikan susu formula tanpa mencoba memberi ASI. Besarkah pengaruhnya bagi seorang ibu?

(FD): Sangat besar. Sadarkah kita bahwa sehari-hari dicekoki informasi tentang susu formula? Nonton TV ada iklan formula. Baca koran/majalah ada iklan formula. Nyetir mobil di jalan ada papan iklan formula. Browsing internet ada iklan formula. Tanpa disadari masyarakat kita sudah maklum dengan keunggulan Formula, sehingga lupa atau tidak tahu apa saja risikonya. Sebaliknya, iklan tentang menyusui hampir tidak ditemukan di media-media, hanya sesekali berbentuk pemberitaan atau artikel memuat tentang ASI/menyusui. And that’s not fair! People deserve balance information. They need to know the benefits of breastfeeding and the risk of formula. And to do that, we need all support from government, media, health facility and facilitator, and people! Ajak suami, orangtua/mertua, pihak kantor, dan lingkungan sekitar untuk memahami jenis dukungan seperti apa yang bisa mereka berikan. Sehingga sedikit demi dikit dapat 'mengusir' segala budaya yang sekiranya bertentangan."

(Ch): Sebagai single mother, apa tantangan terbesar bagi Dibha dalam membesarkan putra Dibha?

(FD): "Hmm.. apa yaa.. I guess, menyeimbangkan informasi dari pihak

ayahnya yang in my case, tidak mudah didapat, karena komunikasi yang tidak intensif. Karena itulah saya berusaha sebisa mungkin menjalin komunikasi dengan RJ. Alhamdulillah, bonding yang kami miliki cukup erat. Saya bermodalkan, memberikan kasih sayang optimal, harapannya dia tumbuh menjadi anak yang penyayang perhatian dan kelak menjadi orang yang bertanggung jawab dan tegar.

(Ch): Pengalaman apa yang membuat Dibha sadar pentingnya perempuan untuk mandiri?

(FD): "Tidak mudah tumbuh menjadi perempuan yang mandiri di tengah budaya patrilinial. Perempuan dinomorduakan di hampir tiap kesempatan. Banyak perempuan yang tidak tahu haknya sehingga diperdaya oleh kaum laki-laki. Di sinilah saya sadar bahwa perempuan harus membuktikan kemandirian lewat sikap dan keseharian sehingga laki-laki sudi menjadikan perempuan partner dalam segala aspek.

(Ch): Bagi Dibha mandiri adalah...

(FD): Mandiri adalah mendapatkan kepercayaan dari orang-orang sekitar untuk berbuat. Mandiri adalah di kala kita dapat berbagi dan memberi. Dan, mandiri didapat dari pengalaman, karena seseorang berani menjalankan dan berani mengambil keputusan.

(vem/bee)