Oleh: Wenny Sri Widowati
Semakin dekat dengan tanggal 21 April (tanggal penting bagi para perempuan dan wanita Indonesia), kita semakin sering membaca artikel atau menyaksikan tayangan yang mencurahkan berbagai argumen para wanita tentang kesetaraan gender dan emansipasi wanita. Kita seringkali membaca atau mendengar kata-kata "Perempuan lebih hebat daripada laki-laki," atau "Wanita lebih tahan banting dan tekanan dibandingkan para pria," dan kalimat-kalimat sejenis yang seolah mengedepankan kaum Hawa di gardu peperangan, seolah jika wanita lebih hebat, keren, tahan banting, dll dalam hal apapun dibandingkan pria, maka itulah keberhasilan emansipasi.
Yang menjadi pertanyaan saya selama ini adalah..
1. Apakah emansipasi memang bertujuan pada.. "Kami bisa lebih hebat dari pria"?
2. Jika memang tolak ukur lebih 'tinggi' dari pria menjadi tujuan akhir, apakah hal itu cukup membanggakan?
Yang saya lihat dan rasakan selama ini, ada kecenderungan para perempuan untuk bangga jika berada di posisi yang tinggi, anti diinjak oleh kaum pria dan sebisa mungkin harus berada di atas kedudukan mereka dalam hal apapun. Hal tersebut tidak bisa dikatakan salah 100% karena baik pria ataupun perempuan punya kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri di berbagai sektor, dari yang paling mudah saja, pendidikan dan pekerjaan. Tentu baik jika para perempuan mengetahui apa hak dan kewajibannya, kami akan senang jika para perempuan sadar bahwa perilaku KDRT adalah sesuatu yang tak sepantasnya diterima siapapun, terutama bagi para perempuan.
Tetapi semakin bertambahnya tingkat pendidikan para perempuan, semakin tinggi kesadaran akan persamaan hak-hak antara pria dan wanita, semakin tinggi juga kebanggaan para perempuan jika mereka bisa melebihi para pria. Apakah hal itu menjadi tolak ukur emansipasi yang kita perjuangkan selama ini? Tampaknya tidak terlalu tepat.
Disadari atau tidak, ada perbedaan antara perempuan dan pria, seperti yang tertulis pada buku Why Men Don't Listen & Women Can't Read Mapkarya Allan Pease dan Barbara Pease.
Sederhana saja kalau masalah yang paling mendasar di sini adalah: pria dan wanita berbeda. Bukan karena ada yang lebih baik atau lebih buruk; tapi hanya berbeda. Itu saja... Masyarakat dunia saat ini sudah meyakini bahwa kaum pria dan perempuan memiliki keterampilan, kemampuan yang potensi yang sama. Padahal ironisnya, ilmu pengetahuan membuktikan bahwa mereka sesungguhnya benar-benar berbeda.
Lebih jauh lagi, buku tersebut membahas tentang perbedaan otak, psikologis dan evolusi dari sisi pria dan wanita. Masih tidak percaya jika pria dan wanita berbeda? Contoh mudahnya begini, jika Anda pergi ke toilet dan meminta teman perempuan Anda menemani, maka hal itu akan tampak biasa saja. Tetapi jika seorang pria meminta teman prianya untuk menemani ke toilet, maka hal itu akan menjadi--eww--awkward. Anda tentu lebih merasa nyaman meminta pendapat sahabat perempuan untuk menilai penampilan Anda, sedangkan pertanyaan "Aku lebih pantas memakai baju merah atau biru?" menjadi pertanyaan yang terdengar seperti "Kamu mau racun serangga atau racun tikus?" di telinga para pria.
Kita berbeda dengan mereka, terima hal itu. Maka mendekati titik perayaan emansipasi di Indonesia, sikapi hal ini dengan bijak. Ada banyak sektor di mana perempuan bisa mewujudkan passion-nya sebaik pria, bahkan lebih. Tetapi ada juga bagian di mana seorang perempuan dapat menunjukkan sisi lembut yang menjadi bagian yang tak bisa dilakukan pria. Dan ya.. sepertinya kita harus mulai meredam sisi 'Wanita lebih (isi sendiri) daripada pria' karena sekali lagi, bukan karena ada yang lebih baik atau lebih buruk antara perempuan dan pria, tapi hanya berbeda. Itu saja. Tidak penting mana yang lebih baik atau hebat, selama Anda bisa menjadi orang yang hebat bagi diri sendiri dan orang lain, itulah emansipasi yang sesungguhnya.
(vem/re-yel)