Fimela.com, Jakarta Mungkin di antara kita tidak ada yang tahu siapa Maria Walanda Maramis. Jika banyak mendengar cerita pahlawan yang memperjuangkan kamu perempuan lahir di keluarga bangsawan, berbeda dengan Maria Walanda Maramis. Ia lahir dari keluarga yang sederhana.
Meskipun lahir dari keluarga sederhana dan mendapat diskriminasi karena terlahir sebagai 'perempuan', Maria Walanda Maramis justru berjuang untuk membebaskan kaumnya dari keterbelakangan pendidikan. Lahir 1 Desember 1872 di Kema Sulawesi Utara, hanya menyelesaikan pendidikannya sampai tiga tahun di Sekolah Rakyat atau Sekolah Pribumi.
Maria Walanda Maramis menghabiskan usia mudanya dengan tinggal di rumah pamannya. Essau, paman Maria adalah seorang kepala distrik dan dihormati. Rumah pamannya sering didatangai banyak kalangan, mulai dari para petani, nelayan, sampai mereka yang berpendidikan, yakni para guru dan penulong (guru agama) Injil. Tidak hanya itu, banyak kalangan pejabat juga sering bertamu di rumah pamannya, seperti misalnya teman-teman sesama kepala distrik atau utusan-utusan dari Residen Manado yang berkududukan di Manado.
Langsung atau tidak langsung tata cara menyambut tamu, menyapa tamu, mempersilahkan tamu masuk, menata rumah tangga dan seterusnya, lama kelamaan mulai dilakoni Maria. Istri pamannya memberikan ruang kepada Maria dan Antje untuk belajar mengenai hal itu. Begitu pun dengan cara berpenampilan, mulai dari kepala sampai kaki dan estetika seluruh tubuh harus diperhatikan.
Lahirnya PIKAT dan Sekolah Keterampilan Perempuan
Pada awal abad 20, kesadaran untuk memajukan kaum pribumi makin terasa. Hal inilah yang memicu lahirnya berbagai organisasi kemasyarakatan yang ingin memajukan rakyat. Dari organisasi ini lahirlah beberapa tokoh pergerakan kebangsaan di daerah.
Maria Walanda Maramis pun merasa pentingnya mendidik perempuan pribumi. Pada tanggal dan bulan yang sama, 8 Juli 1917, ketika PIKAT berdiri, pada saat yang sama ada juga organisasi yang didirikan di Amurang, namanya Perserikatan Maupuupusan oleh Ny. J. Sahelangi.
Setahun sebelum berdirinya PIKAT usaha-usaha ke arah itu sudah dipikirkannya. Di zamannya, tampak jelas di mata Maria, banyak perempuan Minahasa setelah menanjak dewasa tidak siap menghadapi masa depannya untuk berumah tangga. Maria sangat memperhatikan kondisi tersebut. Dengan pengalaman yang ada, terutama ketika berada di rumah pamannya dan banyak belajar tentang urusan rumah tangga, Maria memantapkan tekadnya. Apalagi dia mencermati, setelah lulus sekolah desa, sekolah pribumi, maka perempuan di Minahasa tidak tahu lagi apa yang harus diperbuat.
PIKAT adalah cikal bakal sekolah kejuruan untuk perempuan. Maria tahu pendidikan sangat penting bagi perempuan. Urusan rumah tangga juga perlu dipelajari dalam sekolah umum karena perempuan adalah pencetak generasi bangsa.
Maria adalah sosok yang menginspirasi. Keterbatasan bukan halangan untuk maju. Selama kita berusaha untuk maju, maka pintu kemajuan akan selalu terbuka untuk kita. Untuk perempuan hebat seperti kita. Selamat hari ini, selamat hari pahlawan.