Fimela.com, Jakarta Semburat sinar surya pagi itu perlahan-lahan menerangi cakrawala yang semula gelap. Sejurus kemudian sinarnya makin benderang. Kawah gunung Kelimutu yang tadi samar kini terlihat jelas.
Momen terbitnya sang mentari di puncak gunung Kelimutu adalah pemandangan yang amat menakjubkan. Tak heran kalau wisatawan domestik dari pelosok negeri dan wisatawan manca negara berlomba mendapatkan posisi terbaik untuk mengbadikan momen spesial ini.
Gunung Kelimutu adalah tipe gunung berapi kompleks yang terakhir meletus pada tahun 1886. Yang membuat gunung yang terletak di Desa Pemo, Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende, NTT ini unik karena ada tiga kawa besar yang berada di puncak gunung. Ketiga kawah ini memiliki warna yang berbeda satu dengan yang lain. Perbedaan warna itu karena zat yang ada di dalam danau berinteraksi dengan oksigen yang ada di sekitarnya.
What's On Fimela
powered by
Saat malam masih larut pada Sabtu (13/10/2018) dan pagi segera menjelang kami dari tim DBS Live More Society Daily Kindness Trip sudah harus bangun dan bersia-siap. Tanda waktu menunjukkan pukul 03.00 WITA, suasana masih gelap-gulita. Saat semua sudah lengkap, pak sopir pun mengantar kami menuju pemberhentian terakhir menuju puncak Kelimutu.
Pelan-pelan kendaraan MVP yang mengantar kami meninggalkan penginapan tempat kami beristirahat. Saat itu tanda waktu menunjuk ke angka 03.30 WITA. Jalan menuju puncak gunung lumayan mulus, hanya beberapa kilometer menjelang pemberhentian terakhir saja yang mengalami perbaikan. Ada pelebaran jalan yang membuat jalanan berdebu dan gundukan tanah , pasir dan kerikil masih berserakan di tepi jalan.
Saat kami tiba di pemberhentian terakhir Taman Nasional Kelimutu, hari masih gelap. Beruntung cuaca cerah, cakrawala terlihat bersih dengan hiasan jutaan bintang-gemintang. Rasanya sudah tak sabar ingin mendaki ke puncak gunung Kelimutu.
Sembari menunggu petugas mengizinkan masuk area pendakian, kami menyeruput kopi. Seorang ibu tua datang dari desa terdekat sengaja membuka lapak kedai kopi di area parkir kendaraan gunung Kelimutu.
Antusias
Tak berapa lama menunggu waktu yang dinanti pun akhirnya tiba. Petugas Taman Nasional Gunung Kelimutu mengizinkan wisatawan melakukan pendakiaan. Beberapa rombongan selain kami terlihat antusias hendak mendaki puncak gunung Kelimutu.
Setelah menghitung jumlah rombangan pimpinan rombongan kami memberi aba-aba kalau pendakian akan mulai. Kami sudah siap mendai gunung dengan ketinggian 1.639 m atauu 5.377 kaki.
Perjalanan diawali tanjakan dengan kemiringaan 45 derajat. Lalu berbelok ke kiri dengan kemiringan yang lebih landai. Sisi kiri dan kanan masih belum terlihat jelas, karena gulita masih menyelimuti area pendakian.
Entah sudah berapa ratus langkah akhirnya kami sampai di area puncak gunung Kelimutu. Pohon-pohon pinus dan cemara yang tadi menyelimuti sisi gunung kini sudah jarang terlihat. Malah saat mendekati puncak sama sekali tak ada cemara atau vegetasi yang tumbuh di bebatuan cadas gunung.
Kembar Tiga
Di sisi kanan kami terlihat kawah dua kawah yang bersisian satu sama lain. Satu danau lagi berada di sisi kiri area pendakian. Danau Tiwu Ata Polo (berwarna merah), danau Tiwu Nuwa Muri Koo Fai (berwarna biru) dan danau Tiwu Ata Mbupu (berwarna putih). Masing-masig danau memiliki luas dan kedalaman yang berbeda. Danau Tiwu Ata Polo dengan luas 4ha dan kedalaman 64m. Sedangkan Tiwu Nuwa Muri Koo Fai luas 5,5 Ha dan kedalaman 125 m. Sementara Tiwu Ata Mbupu dengan luas kawah 4,5 Ha dan kedalaman 67 m.
Menurut kepercayaan suku Lio, yang berdiam di sekitar gunung. Danau di puncak gunung Kelimutu adalah tempat bersemayamnya arwah. Danau Tiwu Nuwa Muri Koo Fai adalah tempat bersemayamnya arwah muda-mudi. Sementara danau Tiwu Ata Mbupu adalah tempat berkumpulnya arwah oran tua. Sedangkan danau Tiwu Ata Polo tempat bersemayamnya arwah yang selama hidup melakukan kejahatan.
Bersemayam
Setiap tahun suku Lio menggelar upacara di puncak gunung Kelimutu untuk menghormati arwah yang sudah meninggal. Biasanya acara dilakukan setiap 14 Agustus namun waktu pekasanaan bisa berubah. Saat itu dipersembahkan makanan dan sesaji untuk leluhur yang sudah meninggalkan dunia fana.
Saat rombongan kami berkunjung acara tahunan belum lama digelar. Hanya wisatawan dan beberapa pedagang asongan yang berasal dari desa sekitar yang mendatangi puncak gunung Kelimutu.