Fimela.com, Jakarta Hidup di bumi, urusan manusia tak hanya sekadar sesama manusia saja. Lebih dari itu, ada hubungan dengan makhluk hidup lain yang harus dijaga sama baiknya. Hewan dan tumbuhan, contohnya. Namun, pada kenyataannya, sebagian dari kita masih ada yang mengabaikannya.
Dalam hal ini, bukan hanya perkara membuang sampah pada tempatnya, namun juga memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk meningkatkan kualitas hidup.
Seperti yang dilakukan Dewina dan teman-temannya di Komunitas Selaras Alam. Perempuan lulusan IPB ini mencoba untuk mengubah gaya hidupnya dari yang konvensional menjadi natural. Terutama, setelah ia terdiagnosis memiliki penyakit autoimun Psoriasis dan Myasthenia Gravis.
Bagi orang-orang yang memiliki konsep hidup selaras dengan alam, Komunitas Selaras Alam atau yang akrab disebut KSA ini sendiri mungkin sudah tidak asing lagi di telinga. Di sana, anggotanya bisa sharing tentang apa pun, mulai gaya hidup hingga produk untuk dikonsumsi sehari-hari.
"Aku punya penyakit autoimun, lalu Tuhan mempertemukan aku dengan Komunitas Organik Indonesia, belum lama, sih, aku juga skeptis tentang gaya hidup selaras alam, dan ketika aku dekat sama teman-teman KSA, aku jadi 'ketularan' untuk memiliki gaya hidup yang sama," kenang perempuan yang akrab disapa Wina ini saat ditemui Organic, Health, Green Expo 2018 (OGH Expo) di Lippo Mall Puri Jakarta, Minggu (14/10).
"Mulanya switch ke produk natural nggak berasa apa-apa, terasa kayak sama saja, malah lebih boros, tapi ketika badan kamu sudah 'bersih' dan kamu 'nakal', itu akan terasa, pernah suatu hari aku makan mie instan, badanku langsung gemetar nggak berhenti dalam hitungan jam dan itu menghambat produktivitasku, aku ingat habis makan mie instan tapi aku nggak sadar kalau itu karena mie instan, setelah itu aku coba lagi makan mie instan, dan berefek gemetar lagi, di situ aku baru sadar kalau itu karena mie instan," tutur Wina.
Di lain sisi, berdirinya KSA tak lepas dari campur tangan Christopher Emille Jayanata atau Emil, founder Komunitas Organik Indonesia, yakni sebuah wadah bagi para petani, artisan, dan produsen yang memproduksi produk-produk organik.
"Komunitas Selaras Alam ini adalah komunitas khusus yang dibentuk oleh Komunitas Organik Indonesia (KOI), karena kami paham nggak semua orang punya usaha tapi hampir semua orang ingin hidup sehat. Pertama kali dibentuk, KOI ternyata lebih mengarah pada artisan dan produsen, bukan di luar itu. Ketika makin berkembang, kami berpikir untuk merangkul konsumen karena produsen juga harus menjalin hubungan baik dengan konsumen, dan ketika keduanya ada maka bisa saling mengevaluasi dan mengoreksi," jelas Emil di tempat dan waktu yang sama.
Diskusi lewat grup WhatsApp
Perkembangan teknologi semakin canggih. Hal tersebut membuat banyak hal menjadi mudah, termasuk menyatukan banyak orang dalam satu tempat di waktu yang sama untuk berdiskusi, seperti yang dilakukan Emil dengan para anggota KSA. Menurut Emil, mulanya, KSA ini dibentuk melalui diskusi online yang diadakan sebulan sekali lewat grup WhatsApp.
"Awalnya kami bangun KSA ini melalui diskusi online sebulan sekali, jadi teman-teman yang punya kemampuan sharing tentang tema tertentu di grup WhatsApp, dan di sana ada interaksi juga selama dua jam, jika setelahnya masih mau bahas, silahkan, tapi dua jam itu kita gunakan untuk sharing dan diskusi," papar pria kelahiran 17 Oktober ini.
Dari yang semula sedikit, para anggota di KSA ini setiap hari semakin bertambah, apalagi setelah menggaungkan kegiatan mereka lewat media sosial. "Pertama kali kami buat satu grup, lalu bertambah terus hingga saat ini ada 7 grup, terbantu sekali setelah followers Instagram KOI bertambah," ujar Emil.
Sebagai anggota KSA yang juga menjadi volunteer di KOI sejak 2016 silam, Wina menjelaskan jika grup WhatsApp KSA didominasi oleh perempuan dan ibu rumah tangga.
"Nggak tahu kenapa, kebanyakan anggota KSA itu ibu-ibu dibandingkan bapak-bapak, tapi nggak apa-apa, menurutku mengedukasi perempuan sama dengan mengedukasi satu keluarga, sebab ketika perempuan menjadi ibu, ia adalah decision maker terhadap apa pun yang disuguhkan untuk keluarga, dan itu akan lebih bagus jika perempuan mendapat diedukasi sejak muda," jelas arsitek lanskap ini.
Dibutuhkan kesadaran untuk menjalani hidup selaras alam
Kendati sudah bergabung dengan KSA, Wina mengaku belum seluruhnya mengubah semua produk yang ia konsumsi dengan produk organik dan natural, semua itu ia lakukan dengan kesadaran penuh akan efek dari komposisi produk yang dipakai.
"Disesuaikan saja dengan kebutuhan, kalau ada produk natural yang bisa aku pakai, ya aku pakai, seperti tetes mata softlens contohnya, karena belum ada yang natural, aku beli yang konvensional, tapi harus sadar kalau produk yang dibeli bukan produk natural dan harus sadar memilih produk konvensional karena belum ada penggantinya, jangan sampai tertipu oleh klaim natural padahal tidak," ujar Wina.
Ya, KOI memiliki standar bahan pangan dan perawatan kulit bagi anggota KSA dan anggota KOI sendiri, dan standar itu perlu disadari dan dipahami oleh setiap anggota yang ingin memiliki gaya hidup natural. Menurut Wina berdasarkan pengalamannya, isu produsen 'nakal' yang mengklaim produk buatannya natural padahal tidak natural kini sedang naik daun.
"Aku pernah menemukan penjual sabun nggak natural tapi mengaku natural dan dijual di atas Rp50 ribu sebotol, kalau seperti itu, lebih baik beli sabun konvensional di minimarket, toh komposisinya sama, maka dari itu, aku selalu mengedukasi anggota KSA dan followers aku untuk selalu cek komposisi produk sebelum beli, aku kasih mereka materi bahan-bahan terlarang beserta efeknya," tutur pemilik akun review @_organicbeauty.id di Instagram ini.
Sedikit tips dari Wina untuk orang-orang yang baru ingin menjalani gaya hidup natural di luar sana, menurutnya, pilihlah produk yang harganya murah sesuai standar kantongmu. "Untuk skincare, mulailah dengan yang harganya murah, sebab, produk natural bukan berarti akan cocok bagi semua orang, tetap harus cari yang sesuai," papar perempuan kelahiran 20 Februari ini.
"Formulasi produsen satu dan lainnya pasti berbeda, pun kulit setiap orang berbeda. Mungkin si A alergi kacang, si B alergi jeruk, jadi nggak bisa disamakan, dan sesungguhnya, skincare natural itu memang terbilang nggak murah, karena komposisinya asli dari alam, bukan buatan," tandasnya.
Bagaimana? Tertarik untuk mengubah gaya hidup menjadi organic, green, and healthy living? Atau masih ingin tahu lebih banyak? Langsung saja kunjungi akun Instagram KOI @komunitasorganikindonesia dan KSA @komunitaselarasalam.