Fimela.com, Jakarta Traveling tentu bukan selalu tentang semata menikmati suasana sekitar. Interaksi dengan warga lokal pun jadi satu agenda yang didamba tak sedikit pelancong. Nyatanya, singgungan ini tak selalu hanya dengan manusia.
Pada beberapa kesempatan, destinasi yang dipilih bakal membuat kamu, kita, berinteraksi dengan penghuni lokal yang merupakan satwa 'liar'. Di antara banyak, gajah mungkin jadi satu 'akamsi' yang dijumpai.
Sayang beribu sayang, pertemuan ini kadang dimanfaatkan sejumlah orang untuk menunggangi hewan bertubuh besar tersebut karena beberapa alasan. 'Lho, kalau diminta petugas untuk naik gajah bagaimana?'.
What's On Fimela
powered by
Kita, sebagai manusia yang memiliki akal dan budi, tentu sadar, meski kadang denial, bila sebenarnya bisa menolak 'tawaran' tersebut. Mungkin akan lebih bersulit-sulit, namun pilihan benar kadang tak selalu datang bersama jalan mulus.
Ya, meski sudah sangat membudaya, terutama di kawasan Asia Tenggara, namun mengunggang gajah sebagai salah satu agenda traveling nyatanya bukan lah keputusan paling bijak. Pasal, entah tahu atau tidak, kita sudah menyakiti hewan yang jumlahnya terus menipis tersebut.
Mengapa Kita Harus Berhenti Menunggang Gajah
Pernyataan ini datang tentu bukan tanpa alasan. Sebagaimana dikutip dari thecultureist.com, Kamis (16/8), tulang belakang gajah tak tersusun untuk menopang berat badan manusia. Gajah yang membawa turis di punggung mereka selama berjam-jam setiap hari akan merasaa tak nyaman dan dalam jangka panjang bisa menyebabkan kerusakan tulang secara permanen.
Terlebih, beberapa gajah 'dilengkapi' tempat duduk untuk manusia. Beban tambahan ini bukan hanya merusak tulang si hewan, namun juga bisa membuat kulit gajah luka, bahkan sampai iritasi. Itu baru fisik, belum berbicara tentang mental hewan dengan intelegensi tinggi ini.
Logisnya, hewan liar tentu tak akan secara suka rela membiarkan manusia mengungganginya. Aktivitas yang terlihat sepele ini ternyata menyimpan sisi kelam, di mana bayi gajah akan dipisahkan dari induknya.
Di banyak video yang diabadikan para aktivis yang melawan budaya ini, gajah akan diikat, dikurung, bahkan dipukuli sampai belajar untuk takut dan mematuhi perintah manusia. "Turis mungkin berpikir akivitas menunggang gajah tak berakibat buruk," ucap Dr. Jan Schmidt-Burbach, senior wildlife and veterinary adviser di World Animal Protection, seperti dilansir dari The Dodo, Kamis (16/8).
"Namun, kenyataan pahitnya, itu melukai psikis hewan-hewan ini sampai pada poin di mana mereka membiakan manusia untuk berinteraksi dengan mereka menggunakan kekerasan di setiap tahap," jelasnya.
Ada Cara Lain untuk Berinteraksi dengan Gajah
Bilamana memang sangat ingin berinteraksi dengan gajah, sebenarnya kita punya cara lain, di samping mengunggangi mereka. Banyak aktivitas yang bisa dilakukan seperti memandikan mereka, memberi makanan, dan mengamati mereka.
Cara berinteraksi ini mungkin akan meninggalkan kesan lain dan membuat kita lebih menghargai sang 'tuan rumah'. Bagaimanapun, ketika datang ke sana, kita adalah tamu yang tentu harus mawas diri.
Tema ini saya pilih sebagai editor says sebenarnya karena pada 12 Agustus silam merupakan World Elephant Day, di mana cukup banyak teman-teman yang kembali mengingatkan dan memberi edukasi tentang pariwisata lewat unggahan demi unggahan di media sosial.
Tak bisa ditampik memang, wisata dalam negeri sekarang ini tengah berkembang pesat, terlalu pesat kadang, sampai semua rambu seolah dibablaskan begitu saja. Jadi, mari sama-sama belajar untuk lebih mengedukasi diri agar saat pergi ke tempat-tempat asing tak ada kerugian yang kita tinggalkan!
Asnida Riani,
Editor Celeb Bintang.com