Imbas Gempa, Pariwisata Lombok Berpotensi Kehilangan Rp 1,4 Triliun

Ahmad Apriyono diperbarui 09 Agu 2018, 16:30 WIB

Jakarta Pasca-gempa yang terjadi di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Tim Tourism Crisis Centre Kementerian Pariwisata masih memantau dan memastikan wisman yang berada di kawasan wisata tersebut dalam keadaan aman.

Ketua Tourism Crisis Centre Kementerian Pariwisata, Guntur Sakti, menurut informasi yang diterima Liputan6.com, Rabu (8/8/2018), masih bertahan di kepulauan Gili. Berdasarkan hasil penyisiran di tiga Gili, beberapa orang yang masih bertahan adalah pemilik properti dan peralatan diving, sebagian lagi masih menunggu charter helikopter menuju ke Bali.

 

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Layanan Terbaik

Tak hanya Gili Trawangan, kini Lombok juga terkenal dengan Pantai Mawun yang garis pantainya melengkung mirip tapal kuda.

Untuk mengantisipasi wisman yang membutuhkan bantuan dan layanan, Kadispar Provinsi NTB telah menyiapkan tempat menginap di kantor Kadispar. Bahkan food truck Poltekpar disediakan di halaman kanntor Kadispar tersebut.

Hingga kemarin, terhitung 15 negara yang mengeluarkan travel advice ke Lombok, antara lain Prancis, Selandia Baru, Inggris, Siprus, Luxemburg, Belgia, Jerman, Kanada, Tiongkok, Australia, Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, Brasil, dan Swiss. Hal ini tentunya memberi dampak langsung pada pariwisata Indonesia, khususnya jumlah kunjungan wisman.

 

3 dari 3 halaman

Kehilangan Rp 1,4 Triliun

Menteri Pariwisata Arief Yahya telah menghitung sementara imbas dari gempa bumi ini yaitu sekitar 100 ribuan wisman.

“Perbandingan jumlah wisman Bali dan Lombok itu lima banding satu, jika di Bali setahun dibulatkan 5 juta, di Lombok 1 juta. Lalu masa bencana di Bali lebih lama, dibandingkan Lombok, perbandingan dua banding satu. Maka jika di Bali 2017 lalu berdampak 1 juta kunjungan, di Lombok satu banding 10 nya, atau 10 persennya, 100 ribuan,” kata Arief Yahya.

Penurunan jumlah wisman ini tentunya juga memberi dampak ekonomis. Dengan asumsi satu wisman mendapat USD 1.000 per kunjungan, penurunan bisa mencapai USD 100 juta atau sekitar Rp 1,4 triliun. Jumlah ini belum ditambah kunjungan wisnus dengan spendingnya sekitar Rp 850 ribu per kunjungan.