Fimela.com, Jakarta Dari 'anonim', sampai jadi asa yang mungkin paling tinggi. Nama-nama baru yang menggelitik penasaran, menumbuhkan keingin tahuan, juga membangunkan keinginan untuk menjelajah. Begitu lah belakangan demam yang melanda geliat traveling di dalam negeri.
Sekian tahun silam, Labuan Bajo boleh jadi semata dipandang sebagai kota pelabuhan di ujung Flores. Siapa sangka kalau ia malah jadi tempat di mana warna-warni langit bisa begitu spektakuler? Juga, dulunya Kei mungkin merupakan wilayah yang bahkan tak diketahui ada di tenggara Maluku.
Namun, lain dulu, lain sekarang. Dewasa ini orang-orang rela berjauh-jauh, merelakan tabungannya untuk bisa menjejak di nama-nama yang semula asing tersebut. Minat yang cenderung tinggi ini pun berdampak pada banyak aspek.
Di samping maskapai yang akhirnya membuka tak sedikit rute baru, hingga pemandangan sesederhana beberapa spot selfie berhias dekorasi sedemikian rupa, semua tak luput dari pemandangan ketika mengunjungi lusinan destinasi kenamaan.
Soal spot selfie di destinasi traveling, penambahan ini sebenarnya sudah sejak beberapa waktu silam menimbulkan pro-kontra, terutama bila terletak di tempat bertajuk wisata alam. Jadi, mari sama-sama menelisik apa yang sebenarnya diributkan dua kubu lain pandangan ini!
Pro-kontra Spot Selfie di Tempat Wisata
Mulai dari bentuk sederhana seperti gardu pandang biasa, sampai dihias ke beragam bentuk, spot selfie ini tak jarang membuat banyak pengunjung rela antre. Eksistensi media sosial atau semata jadi kenang-kenangan mungkin jadi sebab tak sedikit orang rela menyisih waktu.
Berfoto ketika traveling sebenarnya bukan satu hal asing. Namun, karena orientasi perjalanan yang sepertinya terus berubah, pengabadian momen ini jadi lebih pada 'Sudah ada di sana', bukan 'Belajar dari sana'.
Itu lah pendapat yang kurang-lebih saya baca dari mereka yang kontra pada kemunculan spot selfie di beberapa destinasi beken. Singkat kata, orang jadi malas untuk menggali makna, juga semata menikmati suasana karena sibuk antre dan berfoto.
"Namanya juga wisata alam. Ya jadi harus menikmati alamnya dong!" tegas tak sedikit orang. Namun, suara lain juga terdengar dari kubu seberang. Bahasannya soal membantu warga lokal dan mengonsenterasikan mereka yang memang datang hanya untuk berfoto.
Kurang-lebih, foto di spot selfie merupakan salah satu bentuk menghargai karya warga lokal yang sudah susah-payah mengelola suatu tempat tanpa banyak bantuan dari pemerintah.
Yay or Nay?
Setelah menghimpun semua pendapat yang belakangan jadi ramai, saya memilih berada di pihak netral. Maksudnya, saya tentu tak bisa datang ke suatu tempat kemudian membongkar sepeda, piano, pintu, atau apa lah yang merupakan properti foto.
Benar, ada rezeki penduduk lokal di sana. Pasal, untuk berfoto, biasanya akan dikenakan biaya, walau, tentu saja, tak mahal. Namun, bukan berarti saya setuju dengan pengadaan spot selfie yang belakangan sepertinya sudah membuat orang lupa untuk sejenak duduk dan menikmati alam.
Tak salah juga asumsi dari mereka yang mengatakan spot selfie ini malah mengonsenterasikan orang yang mau berfoto. Lagi-lagi, kita lah yang harus menyesuaikan bilamana memang ingin pergi ke tempat yang terkenal akan spot selfie-nya.
Berfoto di sana tentu tak ada salahnya, namun pengonsenterasian ini juga sebenarnya membuat kita jadi lebih cermat untuk melihat dari sudut lain, bercerita dari perspektif berbeda. Menjauhi pemandangan yang itu-itu saja.
Seperti biasa, kita cukup tahu mana yang diingini selama perjalanan. Memilah tempat, waktu kunjung, dan bagaimana menjalaninya adalah opsi yang tentu bisa ditentukan sendiri. Jadi, buatmu, spot selfie di tempat wisata, yay or nay?
Asnida Riani,
Editor Celeb Bintang.com