Fimela.com, Jakarta Jika menilik satu dekade ke belakang, keberadaan media sosial di kalangan masyarakat melek internet sedang happening-happening-nya. Mungkin awalnya hanya hits di kalangan anak-anak muda, namun belakangan kini, media sosial juga menyapa semua kalangan. Termasuk anak bayi baru lahir dan lansia yang sebentar lagi tutup usia.
Saya sendiri, kenal media sosial pada era 2005-2006. Saat itu lagi hits banget yang namanya Friendster. Apakah kamu salah satu pengguna Friendster? Seperti konsep media sosial pada umumnya, melalui Friendster, kamu bisa terkoneksi dengan orang-orang dari berbagai belahan dunia. Mulai dari yang satu kota, hingga beda negara.
Dengan fitur-fiturnya, kita, emm maksud saya pengguna, pernah mengalami masa-masa alay pada zamannya. Iya, saya mengakui akan hal tersebut. Mulai dari tulisan yang disingkat-singkat hingga huruf yang besar kecil bikin pusing. Sekarang, sih bikin pusing, kalau dulu gaul parahhh! >.<
Tak lama, kemudian, muncul media sosial baru bernama Facebook. Sejatinya, Facebook sudah ada sejak 2004, tapi di Indonesia, baru terkenal dan happening pada 2007-2008. Friendster yang semula jadi primadona, perlahan tapi pasti mulai ditinggalkan warganya, dan beralih ke Facebook, yang menurut saya pribadi, fiturnya lebih menarik daripada Friendster.
Belum genap setahun saya beralay-alay ria menggunakan Facebook, Twitter hadir menyapa dan menggoda saya untuk membuat akun di sana. Sebagai remaja yang lagi ingin eksis-eksisnya, dengan segera saya pun menjamah platform berlogo burung tersebut.
What's On Fimela
powered by
Di Mana Keseruan Twitter?
Dibanding dengan Facebook, saya merasa jika fitur Twitter kala itu kalah keren. Bahkan, saya cenderung nggak menemukan di mana letak asyiknya berlama-lama ada di sana. Nggak bisa chat, nggak bisa kirim wall, nggak bisa bikin album. Apa itu following? Apa itu followers? Apa itu favorite? Apa itu mention?
Ya, sebegitu pusingnya saya dulu memahami fitur-fitur Twitter, sehingga saya akhirnya memutuskan untuk sekadar punya akunnya saja. Biar kalau ditanya orang "punya Twitter atau nggak?", saya bisa menjawab dengan gaulnya "punya dong!". Walau aslinya nggak ngerti-ngerti banget hahaha.
Patut diakui, meski memiliki konsep yang sama dalam menjangkau orang-orang dari berbagai belahan dunia, namun pada kenyataannya, Twitter memang memiliki fitur yang jauh berbeda dengan dua platform sebelumnya. Seiring berjalannya waktu, sebagai anak muda penggiat media sosial, saya pun mencoba mempelajari Twitter lebih dalam.
Perlahan tapi santuy, saya tahu apa itu yang dimaksud mention, followers, following, direct message, retweet, favorite, trending topic, dan lain sebagainya hingga akhirnya saya jatuh cinta. Ya, jatuh cinta dengan segala kesederhanaan dan keterbatasannyanya. Saking terbatasnya, di Twitter, awal mula, penggunanya nggak bisa menuliskan kalimat lebih dari 140 karakter. Cocok buat curhat yang singkat-singkat. Ups!
Iya, benar. Di sana, saya lebih banyak menghabiskan waktu untuk curhat-curhat singkat ketimbang berinteraksi dengan followers atau following. Lagi pula, di saat saya aktif di Twitter, sekitar 2009, belum banyak teman saya yang menggunakannya dan masih betah mengalay di Facebook. Mungkin nggak lebih dari 10 orang.
Twitter Tetap di Hati
Yang patah tumbuh, yang hilang berganti. Pepatah tersebut rupanya nggak berlaku bagi saya ke Twitter. Di saat dulu saya dan orang-orang meninggalkan Friendster karena ada Facebook, dan perlahan orang-orang meninggalkan Facebook karena ada Twitter, dan perlahan orang-orang meninggalkan Twitter karena ada Instagram, saya masih bertahan di Twitter.
Saya nggak pernah menyangka sebelumnya jika saya sebetah ini untuk berada di sana. Bukan karena saya bisa curhat singkat lagi. Lebih dari itu, di sana terlalu banyak hal yang sayang dilewatkan. Salah satunya adalah kejenakaan. Apa pun problemnya, apa pun bahasannya, apa pun trending topic-nya, apa pun keseriusannya, pasti ada kejenakaan terselip di sana.
Hal tersebut pastinya nggak terlepas dari orang-orang yang saya follow. Di Twitter, saya pribadi tipe orang yang picky dalam urusan follow-memfollow. Bukan bermaksud sombong, tapi, secara tidak langsung dan percaya atau nggak, siapa yang kita follow akan mempengaruhi kualitas hidup, cara berpikir, dan menanggapi suatu masalah ke depannya. Baik di dunia maya maupun nyata.
Sayangnya, nggak banyak orang tahu soal ini. Banyak orang yang meninggalkan Twitter karena dianggap kurang seru dan sepi, sebab orang-orang yang mereka follow sudah beralih ke media sosial lain. Padahal, pada kenyataannya, masih banyak keseruan yang berada di sana. Banyak orang-orang hebat, jenius, dan jenaka di sana, tinggal bagaimana kita mengelola tab following. Nggak percaya? Coba cek tab following Twitter saya; @chichazzz, dan follow mereka. Dijamin beranda Twitter-mu bakal ramai lagi. :p