Editor Says: Lebaran Sih, Tapi Maaf-maafannya Jangan Jadi Sekadar Basa-basi Aja

fitriandiani diperbarui 20 Jun 2018, 13:46 WIB

Fimela.com, Jakarta Selain ketupat, opor ayam, rendang, THR dan baju baru, maaf-maafan juga tak ketinggalan dari tradisi lebaran setiap tahunnya. Semua bersilaturahmi, mengunjungi kerabat dan menghaturkan maaf atas kesalahan yang diperbuat. Idulfitri waktunya manusia kembali ke fitrah, katanya.

Maaf memaafkan saat Idulfitri mungkin ibarat penyempurna ibadah selama sebulan terakhir, memeriahkan Hari Kemenangan dengan hati yang bersih dan lapang dan segala dendam, amarah, dan benci yang terpendam entah berapa lama. 

Tapi, benarkan ketika kata maaf tersebut terucap, kita benar-benar mengharapkan maaf dan benar-benar memaafkan? Bagaimana bila "Maaf lahir bathin, ya.." cuma sebuah kata-kata template saat bersalaman dengan orang yang ditemui saat momen lebaran?

Menurut saya, sekali lagi, menurut saya, itu sangat bisa terjadi. Momen lebaran akan mempertemukan kita dengan banyak orang, termasuk yang tak pernah bertemu dan berkomunikasi dengan kita, atau yang ketemunya cuma setahun sekali setiap lebaran. Di momen itu kita bersalaman, bertukar maaf, tapi.... untuk apa ya?

Logikanya, bertemu dan terlibat komunikasi secara langsung pun tidak, kecuali di masa-masa absennya pertemuan tersebut kamu dan dia saling bergunjing di belakang satu sama lain--maka permintaan maaf saat lebaran itu jadi semacam... invalid.

2 dari 2 halaman

Menjaga Kesakralan Kata Maaf dengan Tak Mengucapkannya Kalau Untuk Sekadar Basa-basi

Ilustrasi relationship. (Foto: pexels.com)

"Maaf" itu seharusnya tetap bernilai tinggi. Bukan berarti membatasi diri untuk saling memaafkan, namun buat saya kata maaf tak selayaknya jadi remeh temeh saking seringnya diucapkan sebagai basa basi belaka.

Untuk apa bilang maaf, kalau tak benar-benar ingin dimaafkan kesalahan-kesalahannya? Untuk apa bilang maaf kalau sendirinya tak yakin kesalahan apa yang tak pernah diperbuat? Untuk apa bilang maaf, kalau tak sungguh-sungguh ingin memperbaiki kesalahan tersebut?

Kesucian Idulfitri baru benar-benar berarti jika maaf yang terucap benar-benar tulus dari hati dan dimaknai sebagaimana mestinya; tak sekadar basa-basi. Setidaknya itulah yang saya yakini.

Saya bilang maaf ketika saya tahu banyak hal dalam diri saya yang telah menyakiti lawan bicara saya, bahkan yang tak saya sadari sekalipun. Saya bilang maaf ketika saya benar-benar ingin mereka memaafkan saya. Saya pun menerima maaf dari mereka, yang memang benar-benar sudah mampu saya lupakan dengan segenap hati kesalahannya dan takkan saya ungkit kembali di kemudian hari.

Tapi sekali lagi, itu kan yang saya yakini. Kalau keyakinan kita berbeda, ya tidak apa-apa. Hehe. Selamat menikmati sisa-sisa libur Lebaran, semuanyaaa, selamat berkumpul dengan keluarga!