Eksklusif Ray eks Nineball, Tak Mau Disebut Dakwah Lewat Musik

Anto Karibo diperbarui 06 Jun 2018, 08:40 WIB

Fimela.com, Jakarta Ray Shareza memutuskan untuk hengkang dari band yang membesarkan namanya, Nineball. Hijrah menjadi alasan baginya ketika meninggalkan teman-teman seperjuangannya di grup tersebut. Ya, Ray tak lagi berkeinginan menjadi vokalis dari Nineball yang masih membawakan lagu-lagu populer. Ia memilih untuk berjalan meninggalkan popularitas yang sebelumnya demikian diidamkan oleh jiwanya.

***

Pergolakan batinnya terjadi ketika makna popularitas serta kesuksesan duniawi yang ingin dicapainya ternyata demikian kosong. Satu role model-nya di industri musik dunia adalah Kurt Cobain. Pentolan band grunge, Nirvana itu di puncak popularitasnya justru mengatakan kalimat yang membuatnya berpikir.

“Dia bilang bahwa dia membenci dirinya sendiri, bahkan ingin mengakhiri hidupnya sendiri. Saya jadi berpikir ulang tentang makna kesuksesan atau popularitas yang selama ini ingin saya capai,” kata Ray Shareza kala menyambangi kantor Bintang.com, kawasan Gondangdia, Jakarta Pusat, belum lama ini.

Eksklusif Ray Shareza (Foto: Bambang E Ros, Digital Imaging: Muhammad Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Beruntung Ray tak berakhir seperti idolanya tersebut. Beberapa teman yang telah mengenal Islam terlebih dahulu mengajaknya, mengenalkan kepada ajaran-ajaran Islam yang demikian damai, menyejukkan hatinya yang tengah galau. Ia pun akhirnya tertarik dan berusaha mendalami ajaran agama yang dianutnya tersebut.

Sedikit demi sedikit gayanya pun berubah. Dari penampilan yang sering bergamis, juga jenggot yang dibiarkan tumbuh di dagunya. Bagi kawan-kawannya saat itu, Ray telah berubah. Ray dianggap sudah tak lagi sehaluan karena sering mengajak kepada kebaikan seperti salat, juga ajaran agama lainnya. Namun, Ray ternyata memiliki alasan lain.

“Saya lebih kepada ingin bertanggung jawab. Karena dulu saya mengajak mereka kepada keburukan atau dosa, sekarang kebalikannya,” imbuh jebolan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) tersebut.

Alasan ini pula yang akhirnya dipegangnya ketika ia memutuskan untuk tetap berada di jalur musik, meski genre yang diambilnya adalah musik religi. Ia mencoba tak berkutat pada polemik mengenai halal atau haramnya bermusik. “Hanya berharap musik yang saya buat bisa menjadi hal positif. Ini bentuk tanggung jawab saya kepada mereka yang masih senang dengan musik,” ucapnya.

Eksklusif Ray Shareza (Foto: Bambang E Ros, Digital Imaging: Muhammad Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Namun, Ray menampik ketika ia dianggap menjalani dakwah menggunakan musik religi. Baginya antara musik dan dakwah merupakan hal yang sangat berbeda, tak bisa dicampur adukkan. Apalagi Rasulullah SAW sebagai pembawa risalah Islam tak pernah mengajarkan demikian. “Saya cuman ingin melalui media ini, menjadi sebab kebaikan khususnya kepada saya pribadi. Juga bagi orang yang masih senang mendengarkan musik,” tukas Ray.

Hijrah telah menjadi proses yang telah mengubah Ray Shareza dari sisi jelek kepada baik. Dengannya, beberapa kebiasaan pun berubah total. Kepada Bintang.com, Ray menceritakan bagaimana proses awal dirinya menemukan cahaya Allah SWT, mendapatkan tentangan dari kawan-kawannya sampai berkeinginan untuk terus berkarya di jalur musik religi.

2 dari 3 halaman

Cerita Ray Shareza Dimusuhi Kawan

Eksklusif Ray Shareza (Foto: Bambang E Ros, Digital Imaging: Muhammad Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Pepatah bilang, antara kebaikan dan keburukan tak akan pernah bersatu sampai kapanpun. Demikian yang dirasakan mantan vokalis Nineball, Ray Shareza ketika memilih untuk berhijrah, mendalami agama Islam yang dianutnya. Ia yang berusaha menjadi baik sesuai dengan ajaran agama ternyata justru dianggap berkebalikan oleh kawan-kawan seperjuangannya. Ia pernah merasa dikucilkan.

Hijrah, bagaimana perjalanannya?

Dulu cita-cita ingin jadi entertainer yang sukses. Entah sebagai vokalis band, aktor atau apapun. Dan disitu saya berusaha focus, masuk ke IKJ, ikuti role model karena kesuksesan mereka di entertainment. Cuman kesuksesan yang saya inginkan tak sesuai dengan ekspektasi. Kesuksesan yang saya inginkan adalah kesuksesan yang bertahan lama bahkan tak bisa turun. Kesuksesan yang tak ada persaingan di dalamnya.

Sementara ketika menjalani ini banyak yang terlanggar. Banyak muncul band baru, ada penurunan popularitas karena ada entertainer lain yang lebih bagus dari kita. Usia juga semakin berkurang. Dan saya melihat kehidupan entertainer lain tak seperti keinginan.

Seperti apa?

Misalkan yang saya lihat dari Kurt Cobain. Dia sudah mencapai popularitas yang saya inginkan, namun apa yang dia bilang, I hate myself and I want to kill myself. Maka saya berpikir balik, kesuksesan yang saya inginkan ternyata orang lain gak menginginkan.

Bertepatan dengan itu, saya dipertemukan oleh orang-orang yang membawa saya ke masjid. Bagaimana saya ingin meraih kesuksesan. Ketika saya mulai melangkah, ambil keputusan, saya hijrah. Dalam hal ini saya tidak meninggalkan dunia saya yang lama, kecuali dunia yang membuat saya maksiat. Dunia yang telah membuat saya lalai dalam mengingat Allah. Sementara sahabat dan lingkungan tak pernah saya tinggalkan. Sulit diungkapkan namun saya akhirnya menemukan kesuksesan yang seperti saya inginkan. Ketika saya melangkah untuk belajar hijrah.

Eksklusif Ray Shareza (Foto: Bambang E Ros, Digital Imaging: Muhammad Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Pemgorbanan seperti apa yang dilakukan Ray ketika hijrah?

Pergolakan hati nyaman ama yang dulu, saya gak ngalamin. Ketika dulu saya senang bermaksiat, lalu saya tiba-tiba gak senang, hati saya seperti dibalikkan. Saya gak sadar tiba-tiba loh, saya bisa meninggalkan yah. Yang kedua, lingkungan, gejolak hati dari gejolak lingkungan. Seperti istri yang kaget dengan perubahan. Teman-teman mulai menjauh. Ungkapan seperti becanda tapi beneran itu ada. Awas Ray datang, nanti diajak salat loh.

Tanggapan teman demikian, Ray nge-drop?

Ungkapan seperti kasihan ama Ray, jangan-jangan dia tersesat. Karena memang ada perubahan yang tiba-tiba. Tiba-tiba berjenggot, senang pakai gamis, dan senang dakwah. Akhirnya seperti mengikuti satu aliran tertentu. Padahal saya sendiri biasa aja. Ketika mendengar itu sedikit terguncang. Kenapa saya pengen baik kok malah diomongin. Tapi saya yakin, kalau ini baik, pasti hasilnya baik. Saya buktikan, teman banyak yang merapat, yang menjauh makin mendekat. Kehidupan mulai membaik.

Sempat takut rejeki seret saat hijrah dan tinggalkan Nineball?

Dulu ada, manusiawi. Sempat berkata, keluar dari Nineball tapi bisa tetap hidup. Saya belajar istiqomah, dan tidak sesuatu yang bertambah buruk dalam hidup saya. Itulah namanya pengalaman iman. Ketika keluar dari Nineball sempat mikir bagaimana agar dapur tetap ngebul. Ya percaya aja, Allah yang kasih rejeki. Saya mencoba meyakini itu, kalau saya ingin berubah ke lebih baik masa iya Allah gak mau perhatikan, dan itu telah saya buktikan.

Kenapa bisa sekuat itu?

Iman butuh penogrbanan. Bisa gak nih kita berkorban, meninggalkan keluarga, tapi bisa gak Allah jamin rejeki. Seperti nabi Ibrahim yang dibakar dengan api, ia mengetahui kalau api sifatnya membakar namun ia menyerahkan sepenuhnya kepada Allah, akhirnya api pun berasa dingin. Ternyata Allah selamatkan.

Tingkat mereka para nabi ya, kalau kita kan masih urusan dapur negbul. Seperti juga Musa yang dikejar Firaun dan di hadapannya adalah laut, seolah dihadapkan pada hal yang mustahil, namun ketika yakin bahwa Allah beserta kita, pasti ada solusi dan jalan.

Eksklusif Ray Shareza (Foto: Bambang E Ros, Digital Imaging: Muhammad Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Dampak Nineball pada Ray, pernah menyesal usai hijrah?

Pasti sangat besar. secara pengaruh duniawi. Sebab Nineball saya sampai disini. Saya gak pernah menyesali. Sampai detik ini gak pernah menjauhi anak-anak. Bahkan mungkin karena Nineball saya bisa berhijarah. Gak pernah menghindar dengan anak-anak Nineball. Bagi saya Nineball bagian dari hidup saya. Bagi saya gak mau melupakan, juga menghinakan itu.

Ada yang berubah karakter?

Seperti seorang yang berlatih beladiri, baru satu dua jurus pasti dia bawaannya ingin berantem. Demikian juga saat awal hijrah. Itu hari-hari saya nemuin orang, khususnya sahabat saya yang dulu saya ajak kepada kemaksiatan. Gimana sih perasaannya, wah dulu pernah ajak maksiat, akhirnya kita ingin balas mengajak kepada kebaikan. Dampak itu yang dilihat buruk oleh lingkungan. Padahal kontennya aja yang berbeda. Semangat itu gak bisa dibendung saat awal mengenal hijrah dan hidayah.

Sifat yang masih ada?

Pasti ada lah. Sebagaimana Umar bin Khattab. Di masa jahiliyah dikenal sebagai preman, namun saat hijrah ya tetap menjadi pribadi yang keras, tegas dalam kebenaran. Demikian juga saya. Mungkin orang lain yang tahu, hanya sekarang arahnya aja yang berubah. Mungkin dulu saya sering becanda selengean terhadap perkara yang tidak diperbolehkan, sekarang gak. Gak yang setelah hijrah jadi keustaz-ustazan.

3 dari 3 halaman

Bukan Dakwah Lewat Musik, Ray Hanya Ingin....

Eksklusif Ray Shareza (Foto: Bambang E Ros, Digital Imaging: Muhammad Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Lagu yang dipopulerkan oleh Chrisye, Ketika Tangan dan Kaki Berkata ditembangkan ulang oleh Ray. Baginya, lagu ini merupakan sebuah maestro musik religi dari kolaborasi Chrisye pada lagu dan Taufik Ismail yang mengisi liriknya. Lagu ini merupakan single religi kedua setelah Menuju Ridho-Mu yang dirilis pada 2017 silam. Selanjutnya, Ray kembali melempar single anyar bertajuk Ayo Sholat.

Kenapa memilih lagunya Chrisye?

Single Ketika Tangan dan Kaki Berkata. Jelas pendengar musik juga paham, tema lagu ini apa. Kenapa lagu ini, menurut saya ini adalah contoh lagu religi terbaik. Lagu ini tercipta dengan sangat matang. Bagaimana Chrisye menemukan nada, lalu liriknya diciptakan oleh Taufik Ismail terinspirasi dari surat Yasin. Sampai lagu ini menjadi satu maestro untuk sebuah lagu religi.

Saya coba recycle, aransemen ulang tanpa menghilangkan ruh lagu tersebut. Kami juga sudah mendapatkan ijin dari ahli waris Chrisye. Lagu ini tentang apa yang ada setelah kematian. Lagu ini merupakan lagu religi yang kuat, lengkap. Liriknya begitu mendalam dengan nada yang ringan namun sangat mengena.

Packaging pada lagu seperti apa?

Setiap lirik yang ada dalam lagu-lagu saya adalah pengalaman dari belajar agama, pengalaman dari bergaul dengan orang-orang soleh. Pengalaman saat duduk bersama alim ulama. Perjalanan dakwah. Dari situ menemukan kesimpulan-kesimpulan. Kurang lebih napak tilas saya.

Album?

Belum ada namanya. Karena saya berencana merilis full album, kurang lebih 10 lagu. Namun saat ini baru master 6 lagu, kita ingin rilis per single. Pengen setiap single di album ini hits. Gak mau hanya ada satu hits dalam satu album. Saya ingin setiap lagu diperlakukan khusus.

Eksklusif Ray Shareza (Foto: Bambang E Ros, Digital Imaging: Muhammad Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Memanfaatkan momen Ramadan?

Pasti ada ya. Karena bagaimanapun bulan suci Ramadan orang akan lebih banyak mendengarkan musik religi, namun saya gak mau terpatok hanya pada Ramadan saja. Karena itulah album ini dicicil. Pengen di luar Ramadan ingin jadi inspirasi.

Lagu religi jadi beban?

Tantangan paling di pertanggungjawaban. Menulis lagu religi artinya menyampaikan kebaikan. Selebihnya itu motivasi besar, dengan menulis lagu religi, saya tamabh mencari ilmu, bertanya kepada ulama. Tanggung jawab kepada diri sendiri pun bertambah masa iya kamu ngajak orang salat, kamu sendiri gak salat.

Saya rasakan tanpa suasana saya bisa jadi gak istiqomah. Saya perlu suasana masjid, suasana beramal soleh, suasana bersama orang soleh, kajian majelis ilmu. Dengan bernyanyi religi, suasana dalam hidup saya terbawa.

Ada lagu yang paling emosional yang pernah diciptakan?

Untuk saat ini belum.dalam album ini non prepare. Ketika ditawarkan, belum punya karya. Dalam perjalanan ketemu ama pengamen namanya Muhammad Ridwan yang punya bakat, punya lagu-lagu bagus. Saya ajak ke studio, malah dia lupa. Akhirnya saya gali, saya bekerjasama ama dia. Kami sama-sama belajar hijrah, akhirnya bekerjasama menciptakan beberapa lagu.

Bermusik religi adalah dakwah?

Saya sejujurnya tak pernah megatakan bahwa musik religi yang saya bawakan adalah dakwah ya. Saya berpandangan bahwa musik adalah musik. Dakwah adalah dakwah. Cuma musik religi yang saya buat adalah dampak dari dakwah. Karena saya terlibat dakwah sekarang ini jadi berimbas pada musik yang saya buat.

Biasanya musik yang saya buat di luar religi, sekarang musik saya terbawa dakwah. Kalau orang banyak mengatakan bahwa Ray sekarang berdakwah lewat musik, itu silakan, yang pasti musik adalah apa yang saya tekuni, dengan perubahan belajar hijrah ini, musik saya berubah menjadi religi.

Eksklusif Ray Shareza (Foto: Bambang E Ros, Digital Imaging: Muhammad Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Musisi hijrah lalu memilih gak bermusik?

Menjalani agama adalah duplikasi ya. Saya gak bisa menilai yang lain yang meninggalkan musik, anggap haram. Saya gak bisa menilai mereka, karena dalam bertindak harus punya satu sosok yang bisa jadi pegangan. Tentunya saya masih punya alasan tertentu. Pertanyaan saya kepada para ulama salah satunya bolehkah saya berhenti dalam bermusik, jawabannya kalau kamu tinggalkan dunia kamu lalu siapa yang akan mengajak kepada kebaikan di dunia kamu. Kami ulama tak bisa masuk ke dunia kamu. Inilah yang saya pahami, saya tak boleh serta merta yang langsung tinggalkan.

Masih berkeinginan nyanyi pop?

Kalau iseng kenapa gak. Tapi fokus sekarang saya di lagu religi. Sekarang saya udah mulai menolak tawaran bernyanyi lagu-lagu non religi, yang mainstream gitu. Jangan sampai konsentrasi saya terganggu oleh yang lain. Ini buat saya pribadi, kalau boleh dibilang nikmat, dua-duanya nikmat. Dulu saya menikmati kala manggung di hadapan seluruh penonton yang berjumlah ribuan orang. Dulu saya menikmati ketika berdiri di panggung pub, dengan euforia  yang ada di sana.

Saat ini saya menikmati ketika berdiri di depan majelis. Dulu bagaimana saya membuat mereka berjingkrak. Sekarang bagaimana saya berusaha membuat penonton berzikir. Saat ini sedang menikmati masa hijrah saya. Satu hal yang berbeda. Banyak yang nanya, apa saya gak rindu untuk kembali ngeband. Jujur, saya ada di satu event kemarin, ama Ivan Seventeen, ngelihat mereka manggung saya masih penasaran, rasa itu masih ada, gak hilang. Cuman saya masih menemukan kenyamanan yang lain.

Pasca hijrah, ada beda dalam memaknai musik?

Otomatis ada. Dulu kita berlima di Nineball, sementara di sini saya sendiri. Perbedaannya cuman satu, dalam berkarya lebih mudah. Ada satu kepala, selebihnya persetujuan label. Saya cuman ingin melalui media ini, menjadi sebab kebaikan khususnya kepada saya pribadi. Juga bagi orang yang masih senang mendengarkan musik.

Hijrah adalah sebuah pilihan dalam kehidupan seseorang. Bagaimana seseorang seperti Ray Shareza mencoba menemukan kenyamanan dan ketenangan lain, bukan melalui riuh popularitas namun  melalui kesederhanaan hidup dan pola pikir. Tentu saja bermusik juga pilihan. Di antara polemik atau perdebatan mengenai hukum tentang kehalalan musik, Ray tetap berdiri pada dunianyang telah membesarkannya, namun dalam format dan tujuan yang berbeda.