Dana Promosi di Medsos Meningkat, 2018 Masih Jadi Tahun yang Bagus untuk Para Selebgram

Melida Rostika diperbarui 15 Feb 2018, 13:00 WIB

Jakarta Fenomena Influencer Ibukota kian hari, semakin ramai. Sebenarnya tak mengherankan, semenjak Instagram jadi media sosial yang paling sering digunakan siapa pun di dunia ini. Hal ini disambut baik oleh berbagai pemasar dari beragam brand, yang ikut memanfaatkan fenomena ramainya Influencer, sebagai salah satu taktik strategi pemasarannya. Beberapa tahun lalu mungkin public figure seperti artis dan selebriti masih jadi pilihan para pemasar dalam menciptakan iklan guna memasarkan brandnya. Namun sekarang semenjak munculnya sosok-sosok berstatus Influencer (sebutan lainnya KOL, selebgram, vlogger, youtuber, dan lain-lain) rasanya pamor artis dan selebriti tak cukup untuk membantu strategi pemasaran suatu merek. 

 

Riset yang dilakukan oleh Social Buzz, salah satu perusahaan management endorse ibukota, menyatakan bahwa para pemasar kini lebih memilih ‘selebriti internet’ ketimbang artis untuk bekerjasama dalam mempromosikan produk. Ternyata 59% marketer menyatakan tipe influencer yang paling sering mereka ajak kerjasama untuk endorse adalah ‘selebriti internet’ dengan status influencer ini, dan hanya 22% yang menyatakan paling sering bekerjasama dengan artis. Salah satu hal yang mendasari perilaku tersebut adalah engagement rate (tingkat keterlibatan dan interaksi followers) dan karakteristik atau gaya hidup influencer yang terkadang cenderung sesuai dengan identitas suatu brand. 

Sekarang pemasar bisa memilih influencer dengan karakteristik dan keunikan tertentu, sesuai dengan strategi komunikasi dan pemasaran yang ingin dijalankan. Hasil riset juga menyatakan 98% marketer melakukan endorse melalui influencer di media Instagram dengan tujuan untuk meningkatkan awareness terhadap produk mereka. Dianggap efektif oleh 83% marketer,  meski sosok-sosok selebgram ini belum tentu seterkenal itu di dunia nyata, mereka berencana untuk meningkatkan anggaran khusus pemasaran menggunakan influencer di tahun 2018 ini. Jadi, kita masih akan melihat selebgram favorit kita berseliweran di Instagram sampai YouTube mempromosikan produk-produk terbaru.

 

Setiap influencer pasti memiliki gaya dan personalitas yang berbeda. Dan identitas followers yang mengikutinya di Instagram hampir pasti memiliki hobi atau kegemaran yang sama, dengan si influencer tersebut. Hal ini sebenarnya mempermudah para pemasar untuk memusatkan target pemasaran yang sudah terkategori demikian. Mungkin para pemasar memandang ini menjadi satu cara yang efektif sekaligus efisien dalam mencapai tujuan pemasarannya.

 

   Wawancara dengan beberapa praktisi digital - bisa ditemukan dalam riset ini - juga mengungkap beberapa poin menarik. Misalnya, kolaboriasi dengan influencer hanya akan sukses bila dilakukan beberapa kali.  Artinya, si selebgram akan terasosiasi dengan merek yang bekerjasama dengannya. Bukan proyek tunggal semata. Kerjasama ini pada akhirnya menjadi sebuah relationship. Karena pada akhirnya, yang paling utama adalah menemukan influencer yang sesuai dengan value brand, dan bisa menciptakan konten promosi berkualitas.

 

 

(Pic: Windy Sucipto)

Baca Juga : Nikmat Tradisi dan Makan Imlek Meriah di Beberapa Hotel dan Resto di Jakarta 

What's On Fimela