Pewarnaan Batik Alami, Diharapkan Jadi Trend di Industri Fashion

Fimela Editor diperbarui 09 Jun 2017, 17:50 WIB

Tidak dapat dipungkiri, batik dan kain tradisional lainnya sudah menjadi bagian dari identitas masyarakat Indonesia, terutama industri fashion tanah air. Sudah lama menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat, popularitas batik kian bertambah, terutama sejak ditetapkannya poduk budaya ini sebagai Intangible World Heritage of Humanity oleh UNESCO pada tahun 2009. Terbukti, batik sudah menembus pasar global dengan nilai ekspor sebesar 1.49 triliun rupiah pada tahun 2016 dengan pangsa pasar utama adalah Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang. Industri fashion setempat yang kian gemar mengenakan kain tradisional sebagai bahan baku atau inspirasi, menjadi primadona industri kreatif. Pada tahun 2015, kontribusi industri fashion di Produk Domestik Bruto (PDB) industri kreatif menempati lebih dari setengah, yaitu 56%, menggapai angka 154 triliun rupiah, seperti diungkapkan oleh Wawan Rusiawan, pelaku riset dari Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (BEKRAF).

Dengan fakta di atas, bukan lagi suatu pilihan bagi industri raksasa ini untuk memalingkan wajah dari isu lingkungan. Limbah produksi dan overproduction sudah lama menjadi isu. Sudah sepantasnya industri mode memerhatikan dampaknya terhadap lingkungan, dan pewarnaan batik dengan metode tradisional atau alami dapat menjadi awal mulai yang baik.

Isu ini pun ditanggapi oleh Yayasan Batik Indonesia yang tiap dua tahun mengadakan event Gelar Batik Nusantara. Mengangkat tema Pesona Batik Warna Alam, organisasi nirlaba yang diketuai oleh Ibu Ginandjar Kartasasmita ini berkomitmen mempromosikan batik yang sudah memakai pewarna alam dan proses pewarnaan tradisional itu sendiri.

Meningkatkan pengetahuan pengunjung, talkshow dan workshop seputar batik dan pewarnaannya pun dihadirkan. Mulai dari pembelajaran jenis batik, peningkatan kualitas dan keanekaragaman warna alam, peran batik warna alam di pasar global, sampai prediksi trend mode dan hubungannya dengan batik dikupas tuntas oleh para narasumber, seperti Dina Midiani selaku anggota Indonesia Trend Forecasting, Dr. Rahardi Ramelan dari Yayasan Batik Indonesia, dan masih banyak lagi pelaku industri dan ahli di bidang tekstil dan fashion.

Event ini juga turut serta menghadirkan penampilan seputar batik, seperti Gitar Batik Haryo Sasongko yang akan tampil pada Sabtu, 10 Juni besok dan demo langsung membatik oleh pembatik dari Danar Hadi yang dapat disaksikan tiap harinya selama acara berlangsung di Main Lobby.

Melihat potensi sustainable batik, Indonesia Trend Forecasting, bagian dari BEKRAF, pun ikut ambil bagian. Dalam salah satu seminar, dipaparkan dengan jelas bagaiamana para pelaku industri batik dapat ikut mengaplikasikan trend forecast 2017-18 pada produknya. Trend-trend yang mengedepankan minimalisme dan kalkulasi seperti “Vigilant”, sampai warna-warna cerah dan unexpected pattern seperti “Digitarian” dipaparkan dengan detail oleh para ahli untuk memberi inspirasi bagi para pelaku batik, dengan harapan dapat tercipta sektor untuk batik yang inovatif dan lebih menyadari trend.

Dengan kontribusi berarti di sektor non-migas dan potensi untuk menjadi bagian dari fenomena eco-fashion, pewarna alam tentu, selain menjadi solusi ramah lingkungan, juga dapat menjadi solusi ekonomi yang mumpuni dengan terus bertambahnya minat masyarakat global dengan produk yang ramah lingkungan.

Ingin berkontribusi? pelajari lebih jauh pembatikan warna alam lewat rangkaian acara yang ada di Main Lobby, Cendrawasih Hall, dan Assembly Hall JCC sejak 7 Juni sampai 11 Juni 2017, pukul 10.00 – 21.00 WIB. Dukungan terhadap sustainability dan slow fashion juga dapat kita berikan lewat 400 lebih stand lokal yang menjual berbagai macam produk mode dari batik warna alam dan kain nusantara lainnya, aksesori dari hasil laut Indonesia, aksesori kulit, sampai perabotan kayu. Koleksi batik pun dapat dilihat di galeri mini yang dihadirkan. Membantu industri yang ramah lingkungan dengan berbelanja dan mengagumi keindahan karya tangan pengrajin lokal, what could possibly be better?

 

 

(Teks: Owen Kumala)