Jakarta Datang ke Cannes Film Festival di Cannes, Prancis Selatan, bersama lawan main dan sutradara dari film terbarunya, Marlina: The Murderer in Four Acts, Marsha Timothy terlihat anggun dalam balutan karya sederet desainer Indonesia. Mempromosikan film tersebut, Marsha pun turut hadir di beberapa event lainnya seperti photoshoot dan premiere dari film lain. Menariknya, di tiap event, Marsha atau yang akrab dipanggil Caca ini terlihat memilih rancangan desainer lokal.
Seperti saat menghadiri acara premiere film Hikari oleh sutradara Jepang, Naomi Kawase, Marsha terlihat glamor dalam gaun malam mute pink dan burgundy dari Sebastian Gunawan. Gaun dengan aksen floral embroidery, pleated voluminous sleeves, dan feather di bagian bawah ini dimaksimalkan dengan perhiasan dari Tiffany & Co. dan clutch dari Rodo oleh sang stylist, Vannie Astecat. Untuk pemutaran perdana filmnya sendiri yang diadakan pada siang hari, Caca mengenakan sequined one-shoulder mid-length dress berwarna perak dengan aksen volume, cocok untuk acara formal di siang hari, memancarkan semua kilau yang ia butuhkan untuk status seorang movie star.
Untuk acara kasual pun Caca tetap konsisten. Contohnya, ia mengenakan blazer dari Wong Hang Tailor, bahkan sampai aksesori pun, Caca memilih sepatu dari Chevalier dan sunglasses dari Bridges Eyewear. Di pemotretan Quinzane des Réalisateurs pun Caca terlihat cantik dalam atasan navy dari ATS the Label.
Crew lain pun kompak memakai karya desainer Indonesia. Di pemutaran Hikari, Mouly Surya, sang sutradara, terlihat chic dalam balutan wrap suit silver aksen fringe dari Sapto Djojokartiko, sedangkan Dea Panendra, lawan main Marsha dalam Marlina, juga mengenakan gaun hitam panjang dari Sebastian Gunawan. Di kesempatan yang lebih kasual, Dea juga mengenakan outfit tenun dari Sekar Kawung dan daridara.
Marlina sendiri menjadi film panjang Indonesia ke-empat yang lolos seleksi dan masuk dalam list festival film tahunan bergengsi ini. Ditampilkan pada 24 Mei kemarin di L’atelier du Festival sebagai bagian dari Quinzaine des Réalisateurs atau Director’s Fortnight, Marlina menceritakan perjuangan keadilan seorang perempuan Sumba yang menjadi pembunuh setelah memenggal kepala perampok yang mencoba menyerang rumahnya. Setelah satu dekade lebih semenjak Serambi (2006) menjadi film panjang Indonesia terakhir yang menembus festival film bergengsi ini, kiprah Marlina tentu patut diikuti.