Jakarta Peggy Hartanto, desainer bertubuh mungil lulusan Raffles College of Design and Commercy Sidney, sempat terhenyak dan menangis di sebuah mal besar di kota asalnya, Surabaya. Pasalnya, ia mendapati kalau sebuah toko di mal tersebut, memajang berbagai macam (tiruan) hasil karyanya, sampai toko tersebut terlihat seperti butik milik brandnya, Peggy Hartanto.
Ternyata setelah diusut, desainnya yang memang sering jadi favorit para perempuan bergaya feminin, juga dijual di berbagai olshop instagram ataupun facebook, bahkan toko di mal Jakarta dan Surabaya.
Berbagai olshop yang menjual tiruan Peggy Hartanto
Lydia Hartanto, kakak sekaligus Business Manager Peggy Hartanto, bercerita bahwa para penjual olshop ini, bahkan cukup berani untuk meng-endorse berbagai artis dan digital influencer dengan barang dagangan mereka yang notabene adalah tiruan. Penyanyi KL, artis CO, mantan Putri Indonesia AS, tidak ketinggalan fashion blogger dan digital influencers dengan followers puluhan bahkan ratusan ribu; yang sebenarnya cukup terekspos dengan dunia fashion lokal.
Saya dan beberapa teman dekat yang juga editor media fashion serta mantan pekerja media cukup heran dengan keadaan ini. Karena selain Peggy Hartanto, ada beberapa desainer lokal yang juga menjadi korban pemalsuan. Apakah para pembeli tiruan Peggy Hartanto membeli dengan kondisi; tahu kalau itu barang tiruan tapi tidak peduli? Atau memang kurang teredukasi kalau ini adalah karya desainer Indonesia yang masih berjuang untuk survive?
Di satu sisi, ada yang bilang kalau ini bisa dianggap sebagai pengakuan bahwa Peggy dan desainnya memiliki estetika dan nilai jual yang tidak kalah dengan brand Eropa atau Amerika yang memang sudah lama menjadi korban barang palsu. Tapi di sisi bisnis, jika hal ini berkelanjutan, bukan tidak mungkin jadi merugikan Peggy Hartanto sebagai brand fashion.
Sebenarnya, jika diperhatikan lebih lanjut, dress tiruan Peggy Hartanto tidak juga dijual dengan harga jauh lebih murah. Dress (asli) Peggy Hartanto berada di angka 2-5 juta rupiah. Kisaran harga versi tiruan; 750rb sampai 1,5 juta rupiah. Tidak kah lebih baik membeli yang asli, dengan kualitas jahitan dan bahan yang jauh lebih bermutu? Dibanding membuang uang berjuta rupiah dengan kualitas yang bisa dibilang hanya patut untuk sekali pakai?
Pasar barang palsu bertumbuh seiring dengan yang asli. Satu argumen muncul soal barang palsu justru membantu si brand asli, dengan cara (memaksa) siklus fashion menjadi lebih cepat dan menumbuhkan brand awareness. Demand yang tinggi merupakan indikasi kesuksesan sebuah brand. That’s the way it is. Pada akhirnya, tergantung kepada brand tersebut untuk berinvestasi menjaga properti intelektual mereka. Dan mengembalikan kepada pembeli, untuk pintar memilih yang terbaik untuk mereka.
Image: Koleksi Peggy Hartanto