Jakarta Satu hal yang paling diingat para pecinta mode tanah air dari desain Auguste Soesastro. Ia tidak menyukai jahitan samping. Itulah mengapa di semua karyanya, tak ada wujud jahitan tersebut. Ia mengolah pembuatan pola dengan cara lain yang jenius. Sebuah cara yang tak mudah dimengerti bahkan oleh pembuat pola yang handal sekalipun. The most genuine pattern that people have ever seen from Indonesian designer. Oleh karena itu, mendapat kesempatan untuk berdiskusi santai dengan sosoknya yang begitu humble adalah waktu emas. Auguste Soesastro, secara terbuka mengemukakan cita-cita masa kecil, studi, desain, dan eksbisi pertamanya.
Di kala semua fashion designer berlomba mengadakan fashion show yang extravagant, Auguste Soesastro tak berpikir hal yang sama. Menurutnya kini fashion show sudah terlalu dieksploitasi. Begitu banyak ragam fashion show, mulai dari yang diadakan di pusat perbelanjaan, hingga sejumlah fashion week dari berbagai pihak penyelenggara. Memang harus diakui, seperti itulah keadaannya sekarang ini. Sebuah eksibisi yang dapat memperlihatkan sisi pembuatan pakaian yang rumit dirasakannya lebih cocok untuk menggambarkan personaliti diri yang tak gemar akan glitz and glam industri fashion.
“Saya ingin menerangkan proses konstruksi, pengerjaan, dan bahan. Di eksibisi inilah proses tersebut dijelaskan lewat video dan artwork yang saya kerjakan sendiri. Sebuah ide yang saya pikir bisa dapat membawa peran saya kembali menjadi seorang artist, sebuah cita-cita masa kecil,” jelas Auguste. Seperti yang banyak dikatakan oleh para pecinta mode dan pengamat seni, karya Auguste Soesastro bentuknya adalah seni, bukan fashion semata.
Eksibisi bertajuk “Architecture of Cloth” dibagi menjadi tiga bagian yaitu, Formation, Fragmentation, dan Reduction. Setiap yang datang diharapkan untuk mengikuti komposisi ruang dan memulainya dari bagian belakang galeri. Formation merupakan sebuah fondasi yang dilatarbelakangi oleh studi Auguste Soesastro di masa kuliah, yaitu arsitektur. “Disiplin yang saya pelajari selama sekolah arsitektur bisa saya terapkan dalam fashion, khususnya soal proporsi dan komposisi dalam pembuatan pola.”
Di bagian kedua, Fragmentation, para pengunjung akan melihat bagaimana proses pembuatan pola tersebut dirangkai menjadi sebuah pakaian berdaya seni tinggi. Inspirasi pola bisa datang dari mana saja. Dari sebuah manekin, lantas Auguste memutar pikiran, tak secara harafiah memecah-mecah bagiannya, kemudian menggambar pola. Jadilah sebuah pola rumit yang digambar di atas bahan linen dua sisi, dijahit depan dan belakang menjadi sebuah jaket reversible. Yang membuat penasaran, inspirasi dari seekor kumbang. Can you imagine that?
Di bagian ketiga, Reduction. Rasanya siapapun yang mengerti benar betapa rumitnya mendesain pola (bahkan lebih rumit dari mendesain model pakaian itu sendiri) akan menyiratkan decak kagum akan karya Auguste Soesastro. Di sinilah Auguste Soesastro menunjukkan kepiawaiannya mengolah bahan tanpa memotongnya, melainkan melakukan segelintir cara agar pola yang dibuat tetap menarik saat dipakai. Tidak terlihat seperti mengenakan sarung, begitu ceritanya.
Inilah mengapa karya Kraton Auguste Soesastro diakui di kota New York, tempat lahir kreasinya. Kembali ke Indonesia tanpa berharap apapun, namun sebaliknya ia menjadi salah satu desainer yang diakui lewat karya seni dan bukan kepiawaiannya dalam bersosialisasi.
Eksibisi “Architecture of Cloth” menampilkan 2 artwork dan 15 pakaian dari Auguste Soesastro dan akan dilangsungkan pada 15-24 September 2016 di Dia.Lo.Gue ArtSpace, Kemang.