Jakarta Sekitar 1,5 tahun belakangan ini, namanya memang bersinar terang setelah ia berhasil meraih piala Oscar di tahun 2014 lalu berkat peran transgender-nya di film “Dallas Buyers Club” yang dirilis tahun 2013. Tapi, sayangnya Leto baru akan dipastikan kembali ke layar lebar di tahun 2016 mendatang, saat dirinya menjadi Joker di film “Suicide Squad”.
Jika ditelaah dari daftar film yang pernah dibintanginya, bisa dibilang Jared adalah aktor yang tidak ‘memaksakan’ harus bermain berapa judul film dalam setahunnya. Sebelum bermain apik di “Dallas Buyers Club”, Jared malah sempat ‘absen’ dari dunia akting karena film terakhir yang dibintanginya dirilis tahun 2009. Butuh waktu sekitar 4 tahun untuk bisa kembali menonton aksi dari seorang Jared Leto. Apakah karena kualitas aktingnya yang diragukan oleh para sutradara dan produser? Atau ia sulit membagi waktu dengan band-nya, 30 Seconds to Mars? Apapun persepsi banyak orang, tapi yang pasti Leto memiliki alasan tersendiri mengapa ia tidak selalu muncul di layar lebar.
Lewat sebuah interview dengan Huffington Post, diketahui bahwa dirinya hanya ingin berpartisipasi di sebuah film yang memang menginspirasinya. Menurutnya, hidup ini terlalu singkat, jadi ia berusaha untuk mengerjakan sesuatu yang memang merupakan passion-nya. Jika dirinya memang suka dengan jalan cerita dari film tersebut, maka ia akan mengambilnya. He wasn’t only looking to make a film. Ia bahkan tidak peduli jika harus ‘absen’ dari dunia film hingga 10 tahun, asalkan pada akhirnya ia bisa bermain di film yang memang ia anggap cocok.
Rasanya alasan Jared cukup masuk akal. Pasalnya, di setiap peran yang ia mainkan selalu ia persiapkan dengan sangat baik. Pertanda kalau ia selalu menganggap serius akan peran yang diberikan. Sedikit kilas balik soal pendalaman peran yang ia lakukan, di tahun 1997, saat ia memerankan Steve Prefontaine, seorang pelari Amerika terkenal di tahun 1970-an, di film “Prefontaine”, Leto mempersiapkan peran tersebut dengan berlatih selama 6 minggu dan menemui keluarga serta kerabat dari Steve Prefontaine. Ia bahkan benar-benar berusaha mengadaptasi segala hal dari Sang Pelari, termasuk suara dan cara berlarinya. Di tahun 2000, saat harus memerankan seorang pecandu narkoba, Leto sempat tinggal di jalanan kota New York. Contoh lainnya? Tahun 2007, saat bermain di “Chapter 27”, Leto yang didapuk memerankan Mark David Chapman (penggemar fanatik The Beatles yang juga merupakan pembunuh John Lennon), sampai melakukan interview dengan Chapman sendiri. Di film terakhirnya, “Dallas Buyers Club”, Leto menyempatkan diri untuk berbincang dengan para transgender dan rela menurunkan berat badannya sebanyak 18 kg.
Hal ini pun berlaku untuk karier bermusiknya. Meski Leto sudah belajar bermain piano sejak kecil dan sering main musik bersama kakaknya, tapi saat tahu ia muncul sebagai vokalis di 30 Seconds to Mars, kami merasa sempat terkejut. Well, you know, ada stereotip tersendiri saat kamu tahu ada seorang aktor yang juga terjun sebagai vokalis band. Meski awalnya kami agak ragu dengan kualitas Leto sebagai frontman sebuah band rock, but we think it turned quite well. Don’t you think so?
Belum pernah menembus kelas Grammy Award, memang, tapi prestasi 30 Seconds to Mars bisa dibilang lumayan baik. Kecintaannya dengan musik pun membuat Leto tidak terlalu memikirkan soal penjualan album yang harus meraih jutaan kopi.Yang dianggapnya penting adalah proses pembuatan album tersebut. Diungkapkan kepada Huffington Post, Jared hanya memikirkan betapa exciting-nya proses tersebut dan bisa fokus dalam mengerjakan album-album mereka selama ini.
The point is, Leto tidak peduli dengan pendapat negatif banyak orang soal kariernya yang naik-turun, selama ia bisa mengerjakan project-nya dengan sepenuh hati dan menikmati prosesnya, he feels fine. After all, he just wants to be a part of things that are rewarding and meaningful.