Belakangan kampanye Let Elephants Be Elephants sedang gencar disebar oleh Nadya Hutagalung melalui sosial media, seperti instagram maupun twitter. Saat bertemu dengan Sang Duta Earth Hour untuk WWF ini, ia pun menjelaskan pengalamannya mengunjungi Afrika.
“Satu setengah tahun lalu aku terlibat obrolan bersama dr. Tammie Matson (ahli gajah asal Australia) soal Afrika. Ia pun menyampaikan bahwa keadaan populasi gajah di Afrika semakin memburuk. Gajah-gajah tadi dibunuh demi bisa mendapatkan gading yang dijual secara illegal ke pasar Asia. Setengah percaya, aku dan seorang produser serta cameraman pun memutuskan untuk pergi ke Afrika untuk melihat secara langsung cerita yang disampaikan Tammie,” cerita Nadya panjang lebar.
Benar saja, ia menyaksikan kekejian para pemburu gajah yang rela meracuni binatang yang mampu hidup lebih dari 70 tahun ini demi bisa mendapatkan gading. Seperti yang diungkapkan Nadya, “Permintaan gading terbesar memang berasal dari Asia termasuk Republik Rakyat Tiongkok dan Thailand. Gading tadi nantinya dibuat menjadi perhiasan mulai dari cincin, gelang, anting dan sebagainya,” ungkapnya. “Mengenakan perhiasan tadi sama saja mengenakan perhiasan dengan sejarah berdarah,” tambahnya.
Sayangnya tak banyak yang mengetahui bahwa pengambilan gading gajah dilakukan dengan membunuh gajah dan berikut populasinya. “Gajah betina hidup berkelompok lebih dari 15 anggota dengan satu pemimpin yang mengetahui letak makanan maupun air. Ketika pemimpinnya terbunuh, bisa terbayang bagaimana kawanannya akan melangsungkan hidup mereka?,” ungkap Nadya kembali.
Di budaya Tionghoa sendiri gading merupakan simbol dari kekayaan. Persepsi seperti itu ingin diubah sedikit demi sedikit oleh Nadya dan tim di Let Elephants Be Elephants ini. Dahulu, Eropa dan Amerika sempat mengagungkan perhiasan gading yang memang terlihat eksotik dan sangat adem dipakai. Namun sejak tahun 80-an pemerintah memberikan edukasi terhadap masyarakatnya dan akhirnya mengeluarkan kebijakan untuk tidak menjual perhiasan gading kecuali perhiasan tersebut memiliki sertifikat dan merupakan gading yang berasal dari sebelum tahun 80-an.
Nadya dan beberapa rekan lainnya yang menggagasi Let Elephants Be Elephants berharap bisa menyebarkan edukasi yang sama terhadap masyarakat Asia. Rencananya, Nadya akan mengampanyekan kegiatan tadi bukan cuma di Indonesia namun sampai Thailand maupun Republik Rakyat Tiongkok. Tak hanya itu, ia dan tim lainnya telah meluncurkan sebuah film berjudul Let Elephants Be Elephants yang disutradarai oleh Ernest Hariyanto (sutradara film Jalanan) dan sudah tayang di Fox.
Sebagai perempuan yang selalu mengajarkan pelestarian alam pada anak-anaknya, Nadya merasa sedih manakala Sang Puteri yang meragukan akan melihat gajah paling besar di Afrika. “Saat ke Afrika kemarin, aku menghabiskan waktu dua minggu bersama Tammie dan kru. Lalu, dua minggu berikutnya bersama keluarga. Ketika hari terakhir kami akan pulang, anak perempuanku melihat gajah terbesar di Afrika yang populasinya kini tinggal sedikit. Ia bilang sama aku, ‘Mama when I grow up there’s no more elephants, right?’. Saat itu aku sedih dan merasa harus melakukan kampanye ini,” ucapnya menutup pembicaraan.
We do really hope the campaign will work! Please, give us your thoughts, Fimelova?