Memiliki Pasangan Kidult Belum Tentu Jadi Masalah dalam Percintaan

Fimela Editor diperbarui 17 Apr 2014, 12:00 WIB

Memiliki pasangan Kidult memang membuat Sisi (24) bingung sendiri. Selama setahun ini, Sisi menjalin hubungan dengan Bagas (26) yang bertingkah layaknya remaja. Saat dia mapan bekerja sebagai salah satu staff marketing di sebuah perusahaan furniture, Bagas masih belum juga mendapatkan pekerjaan tetap setelah nyaris setahun keluar dari kantor lamanya. Bagas sendiri malah terlihat santai dengan status penganggurannya dan tidak terlihat berusaha keras mendapatkan pekerjaan pengganti. Apalagi statusnya sebagai anak tunggal di keluarga, memang membuat Bagas mendapatkan dukungan finansial yang cukup dari orangtua.

Menurut Sisi, pasangannya ini selalu berganti-ganti pekerjaan setiap bermasalah dengan atasannya. “Walaupun aku nggak terlalu mempermasalahkan finansial karena selama ini aku nggak bergantung sama dia. Tapi, aku khawatir kalau terlalu lama tidak bekerja dan tabungannya habis, dia akan tergantung dengan orangtuanya,” ujar Sisi.

Belum lagi kebiasaan pasangannya yang terlalu sering menghabiskan waktu berkumpul dengan teman-teman daripada membuat rencana untuk masa depan termasuk menikah, semakin menambah kekhawatiran Sisi. “Aku makin khawatir karena dia santai banget kayak anak-anak. Nggak menunjukan kalau dia tahu mau apa ke depan nanti atau gimana caranya supaya nggak stuck di sini aja. Aku jadi khawatir,” jelas Sisi yang mengaku sekarang tengah memikirkan kembali hubungan mereka.

Bisa Jadi Masalah, Bisa Tidak

Ada banyak konsekuensi yang harus dihadapi saat kita memiliki pasangan kidult yang bersikap layaknya anak-anak dan remaja. Menurut Nadya Pramesrani, M.Psi., dari Klinik Psikolog Bingkai, tidak pernah memikirkan serius masalah pernikahan merupakan salah satu konsekuensinya. Umumnya, kidult tidak mau memikirkan serius tentang komitmen atau tanggung jawab.

Karakter kidul bisa atau tidak menjadi masalah dalam hubungan, tergantung dari pasangan yang menjalaninya. Untuk mereka yang memang senang memiliki pasangan dengan sifat kekanakan, mungkin kidult tidak menjadi masalah. "Ada orang-orang yang memang senang memiliki pasangan kekanak-kanakan. Tapi, buat mereka yang mengharapkan pasangan bersikap dewasa sepertinya harus berpikir ulang,"ujar Nadya.

Untuk mereka yang menginginkan pasangan bersikap dewasa, sudah pasti memaksakan diri menjalin hubungan dengan pasangan kidult akan menimbulkan sejumlah konflik seperti perdebatan dan pertengkaran. Belum lagi jika memutuskan untuk tetap melangkah ke jenjang lebih serius, bukan tidak mungkin pertengkaran itu merambah ke keluarga besar kedua pihak.

Masih menurut Nadya, karakter kidult tidak bisa diubah kecuali dengan kemauan si pemilik karakter sendiri. Apakah kita sebagai pasangan bisa mengubah? "Kidult bisa saja diubah tapi dengan kemauan dan kesadaran yang bersangkutan sendiri. Secara psikologis tidak sehat saat kita menuntut pasangan untuk berubah, yang ada hubungan kita dan pasangan semakin memburuk," jelas Nadya.

Kedewasaan memang diperlukan dalam membangun hubungan cinta. Tapi, akhirnya semua tergantung keputusan kamu dalam memilih pasangan, Fimelova.

 

 

What's On Fimela