Next
Gaung film The Raid 2: Berandal sudah terdengar mulai dari akhir tahun lalu! FIMELA.com pun sempat mengobrol bersama Julie Estelle dan menjadikan perempuan cantik tersebut sebagai cover kami di bulan Januari lalu. Lewat cerita Julie tentang The Raid 2: Berandal, saya yang sama sekali tidak pernah tertarik menghabiskan waktu menonton film action –saya cenderung pencinta drama, mulai penasaran ingin nonton.
Nah, kebetulan Jumat (21/3) lalu, FIMELA.com diundang menyaksikan film yang mendapat standing ovation di Sundance Film Festival 2014 untuk pertama kali sebelum nantinya beredar di bioskop Indonesia, Amerika, New Zealand, maupun Malaysia tanggal 28 Maret 2014.
Sebelum masuk ke ruang bioskop, Gareth membagi pengalamannya saat premiere di Sundance Film Festival dan SXSW Festival 2014. Ia bilang ada penonton yang akhirnya pingsan dan mual saat menonton film produksi Merantau Film ini. Mendengar cerita itu, nyali saya mulai sedikit ciut dan merasa deg-degan. Jujur, saya paling tidak suka film yang mengandung perkelahian, cucuran darah, pembantaian dan sejenisnya.
Tapi (sekali lagi) tulisan di poster The Raid 2: Berandal, “It’s one of the best action films ever made”, ternyata bikin nyali dan rasa penasaran saya kerap memanggil. Ditambah banyak tokoh-tokoh baru seperti Julie Estelle, Arifin Putra, Alex Abbad, Oka Antara dan beberapa nama senior yang mewarnai film ini.
Next
Singkat cerita, film diputar selama dua setengah jam. Jalan cerita kali ini memang sedikit kompleks. Rama (diperankan oleh Iko Uwais) diminta untuk mengusut jaringan koruptor terluas di kepolisian yang dipimpin oleh sosok Bangun (Tio Pakusodewo). Agar dilirik Bangun, Rama mengubah identitas menjadi Yuda dan mencuri perhatian dengan menjadi teman anak Bangun bernama Ucok (Arifin Putra), di penjara.
Kebayang, kan, bagaimana kehidupan penjara yang sarat perebutan kekuasaan dan gencetan. Untuk bisa bertahan selama dua tahun, mau tak mau Yuda harus berlatih lebih keras di dalam penjara agar nyawanya tak melayang konyol di sana.
Terbebas dari penjara, Yuda menjadi anak buah Bangun dan bekerja sama Ucok. Ancaman bagi Yuda justru lebih serius dan berdatangan dari segala penjuru di antaranya dari jaringan mafia Bangun, Goto (keluarga mafia asal Jepang) serta Bejo (Alex Abbad), pemimpin mafia muda yang ambisius dan memiliki anak buah yang tangguh seperti Hammer Girl (Julie Estelle), Baseball Bat Man (Very Tru Yulisman) dan The Assasin (Cecep Arif Rahman).
Sementara dikelilingi perasaan was-was, Yuda tetap harus rapih menjalani misi mengungkap aksi jaringan koruptor yang telah merajalela. Di sisi lain, Ucok yang memiliki karakter emosional dan ambisius akan kedudukan selalu memberikan ‘kejutan’ bagi Yuda.
Next
Yang membuat film ini tidak terasa berdurasi panjang adalah justru adegan perkelahian yang disajikan, Fimelova. Di awal film, reaksi yang muncul memang suara histeris dan keinginan menutup mata. Tapi selanjutnya, saya sangat menikmati tiap adegan pembantaian dengan kompleksitas gerakan berkelahi – percampuran martial art, pencak silat, dan lainnya, yang dibuat oleh Iko dan Yayan Ruhian jauh sebelum film ini dibuat. Saya seperti bisa menikmati adegan itu layaknya menonton tarian yang membangkitkan semangat!
Kecepatan pukulan dan tendangan atau teknik serangan dan pertahanan para pemain membuat saya tercengang. Bahkan nih, Fimelova, adegan perkelahian pamungkas disajikan lebih dari sepuluh menit. Bikin bernafas saja terasa susah!
Bila dilihat dari segi akting, hampir semua pemain memiliki kesan tersendiri dan sulit dilupakan bagi penonton. Dibandingkan dengan pengalaman minim saya menonton film Action, akting Iko Uwais saya berikan nilai melampaui kehebatan Stephen Cow (terutama di film yang saya tonton yaitu Kung Fu Hustle).
Selanjutnya, harus diakui saya salut melihat adegan fighting Julie Estelle yang terlihat ahli menggunakan martil, belum lagi pendalaman karakter Arifin Putra yang pas memainkan sosok emosional dan berapi-api – meski ia tidak mendapatkan porsi adegan perkelahian yang banyak, dan tentu aktor laga baru, Cecep Arif Rahman yang menjadi lawan paling tangguh Yuda di antara semuanya.
Tapi, dari antara sekian adegan memang ada hal yang bikin saya terganggu yaitu perkelahian di bawah hujan salju. Untuk hal yang satu ini, saya langsung bertanya pada Gareth. Ia pun menjelaskan bahwa perlu diingat setting adegan tidak pernah disebutkan di Jakarta atau Indonesia –meski semua tempat syuting di Indonesia, dan setting bersalju dibuat demi bikin adegan perkelahian terlihat dramatis.
Sebagai pencinta film drama, saya sangat menyukai film action The Raid 2: Berandal mulai dari cerita, adegan perkelahian, pemain, dan lainnya. Terlebih saya mengerti mengapa film ini pantas masuk jajaran festival internasional dan (semoga) masuk dalam jajaran top Box Office tahun ini. Ajak sahabat maupun pasangan kamu untuk menonton film laga keren ini, Fimelova!