Problematika Ketika Si Ahli Solusi Harus Hadapi Masalah Sendiri

Fimela Editor diperbarui 26 Feb 2014, 12:00 WIB
2 dari 8 halaman

Next

Awal bulan Februari lalu, sebuah kabar menggemparkan tersebar di jejaring sosial perihal menghilangnya seorang financial planner bernama Alemantis Syahludin alias Titis. Suami Titis melaporkan telah kehilangan kontak bersama Sang Istri sejak Sabtu (16/2).

Berkat bantuan banyak pihak termasuk masyarakat, Titis ditemukan di sebuah hotel di daerah Kelapa Gading. Banyak orang awalnya mencurigai Titis diculik, namun pihak berwenang saat itu mengabarkan ia tengah memiliki masalah keluarga dan sedang ingin menyendiri. Sayangnya, Titis tidak mengabari keluarga tentang keinginannya tersebut.

Mengetahui kejadian itu (mungkin) ada saja orang yang berpendapat miring. Di saat menduduki keahlian tertentu –seperti psikolog, motivator, financial planner, dan sebagainya, di mana seringkali dituntut memberikan solusi bagi permasalahan klien, sudah seharusnya dengan mudah menyelesaikan masalah sendiri. Apakah benar begitu, Fimelova?

What's On Fimela
3 dari 8 halaman

Next

 

Kenakan Banyak Topeng

Setiap orang (terlebih perempuan pekerja) menurut psikolog Roslina Verauli, M. Psi., memiliki banyak peran dalam hidup dan di saat menjalani peran tersebut mereka harus mengenakan ‘topeng’, semisal menjalani peran sebagai ibu, perempuan pasti akan memilih topeng kelemahlembutan. Sedangkan ketika menjalani peran sebagai seorang financial planner, misalnya, topeng yang digunakan adalah tegas, mampu mengatasi permasalahan klien maupun mandiri dan serangkaian peran lainnya.

Mengenakan topeng dilakukan semua orang namun, “Saat menjalani banyak peran, individu dituntut memiliki emosi yang stabil. Sayangnya, emosi tiap orang mirip dengan gelombang, mengalami kondisi naik dan turun,” ucap psikolog yang akrab disapa Vera ini.

Lantas, apa yang membuat seseorang memasuki gelombang emosi yang menurun?

4 dari 8 halaman

Next

 


 

Terkukung oleh ekpektasi

Setiap peran memiliki beban permasalahan masing-masing. Dalam dunia psikologi, hidup seimbang sangat dianjurkan. Seimbang di sini berarti memahami tiap peran yang dijalani dan tidak menjadi bingung atau tumpang tindih akan topeng yang harus ia kenakan.

Selain memiliki beban masalah, seseorang seringkali membangun sebuah ekspektasi dalam menjalani suatu peran. Misalnya, kamu mengidolakan seseorang yang sukses dalam karier dan berkeluarga sementara kenyataannya, kamu (mungkin) belum sukses dalam kedua hal itu. Selama mencapai ekspektasimu, secara tidak sadar kamu berubah menjadi orang lain. Atau secara sederhana terkadang di rumah kamu ingin suami ikut aktif membantu urusan rumah tangga namun kenyataannya tidak. Contoh kejadian tadi bikin kamu terpusat akan bebanmu dan membuat kondisi emosi tidak normal.

Bagaimana mengelola emosi yang seimbang?

5 dari 8 halaman

Next

Merilis emosi itu penting!

Kondisi kamu merasa gagal dalam menjalani suatu peran akan menimbulkan beban dan tekanan. Bayangkan bila semua peran bermasalah? Rasa lelah pasti menghampiri!

Vera menyarankan agar melakukan me time untuk merilis emosi yang tidak normal tadi. “Setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda untuk merilis emosi. Semisal ada yang bermain dengan anak, berdiskusi dengan pasangan, melakukan hobi, atau berkumpul dengan teman lama. Bila emosi tidak disalurkan dengan tepat, nantinya akan timbul letupan-letupan emosi. Akhirnya tindakan seperti marah-marah, menyendiri sampai back-off dari masalah dilakukan,” ucapnya.

Mungkin saat ini kamu orang yang sangat dipercaya menyelesaikan banyak permasalahan orang. Tapi, mengapa permasalahanmu sendiri seolah tak bisa terpecahkan?

6 dari 8 halaman

Next

 

Keberadaan supporting agent

Saat menghadapi suatu permasalahan yang sukar dipecahkan, keberadaan orang lain (biasanya) dibutuhkan untuk sekedar mendengar atau memberi solusi. Orang lain tadi menurut Vera dinamakan supporting agent –orang-orang terdekat yang kamu percaya bisa mendukungmu dan memberikan semangat di saat kamu membutuhkannya. Supporting agent bisa siapa saja lho, Fimelova! “Setiap orang pasti memiliki supporting agent. Mereka adalah orang-orang di sekitar kita, mungikin saja pasangan, orangtua, anak, sahabat, sampai pembantu rumah tangga sekali pun,” tutur Vera.

Itulah mengapa Vera menganjurkan bila kamu memiliki masalah ada baiknya membagi beban tersebut pada para supporting agent-mu, Fimelova! Vera mengemukakan, “Get up dan benahi masalahmu! Kalau kamu merasa butuh seorang ahli untuk membantu, nggak usah ragu atau malu untuk menemuinya,” ungkapnya.

Bagi orang yang cenderung introvert, biasanya memang butuh waktu sendiri untuk merenung tapi bukan berarti kamu tidak komunikasikan hal itu pada keluarga, kan?

 

7 dari 8 halaman

Next

 


 

Kelola supporting system

Kira-kira apakah kamu sudah mengetahui siapa saja supporting agent-mu, Fimelova? Bila sudah, kelola komunikasi dengan mereka secara baik. Dalam keluarga misalnya, “Setiap anggota yang terlibat di rumah harus paham betul peran dan tanggung jawab masing-masing. Untuk mencapai tahap paham akan peran mereka memang harus dibicarakan. Jika tidak, nantinya mereka tidak menjalani peran dengan baik dan akan menimbulkan kisruh yang ujung-ujungnya membuat beban,” jelas Vera kembali.

Hal lain yang nggak kalah penting adalah mengomunikasikan tiap beban atau tekanan yang dialami. Tidak hanya kamu, tapi pasangan atau anak boleh mengungkapkannya. Dari komunikasi yang terjalin baik itu, solusi akan dibicarakan bersama sehingga terbentuk sikap saling mendukung.

Bagaimana bila keadaan telah terlanjur diketahui oleh orang lain? Sebagai seorang ahli dalam satu bidang apakah image-mu akan runtuh, Fimelova?

8 dari 8 halaman

Next

 



Bangun image kembali?

Dalam kejadian hilangnya Tities contohnya, permasalahan keluarga menjadi pemicu tindakan nekatnya. Sebagai seorang yang ahli dalam mengatasi permasalahan keuangan orang lain, apakah kejadian itu memengaruhi image yang telah dibangun? Bagi Vera, “Image itu terbentuk karena performa dan kompetisi.”

Jadi, bila keadaan permasalahanmu telah diketahui banyak orang janganlah merasa minder. “Orang Indonesia cenderung gampang melupakan dan memaafkan. By the time, orang akan lupa bahwa permasalahan tadi pernah muncul. Sebaiknya tidak perlu ada klarifikasi dan lebih baik memperbaiki permasalahan yang memang menjadi bebanmu,” tutupnya.

Nah, apakah kamu sudah memahami peran dan tanggungjawabmu sekarang, Fimelova? Semoga kamu bisa mengelolanya dengan baik, ya!