Next
Mengawali pertemuan kami dalam sebuah konferensi pers, akhirnya FIMELA.com bisa berbincang-bincang langsung salah satu desainer interior terkemuka di Indonesia ini. Kami pun sepakat untuk bertemu di sebuah hotel di bilangan Jakarta Pusat, Kosenda Hotel. Dan ternyata, hotel tempat kami bersua adalah salah satu karya terbaik sepanjang perjalanan kariernya sebagai desainer interior.
Peristiwa 9/ 11 di Amerika menentukan jalan hidupnya
Ketika meninggalkan Tanah Air untuk menimba ilmu di Negeri Paman Sam, perempuan bertubuh mungil ini justru memilih jurusan fashion marketing untuk didalami. “Dulu waktu lulus sekolah saya mengambil jurusan fashion marketing. Pada dasarnya saya suka sesuatu yang berbau seni, namun di satu sisi orangtua menginginkan saya mengambil jurusan yang memang menjamin kehidupan saya nantinya. Karena itulah, saya mengambil fashion marketing. Di satu sisi saya tidak akan kehilangan bidang seni yang saya minati dan di sisi lainnya ilmu marketing-nya juga bisa menjadi bekal saya kelak. Akhirnya, orangtua pun merestui dan berangkatlah saya ke Amerika untuk belajar,” Santi mengawali cerita di sela-sela makan siang.
"...cari klien itu sama seperti mencari pasangan."Selesai menempuh pendidikan fashion marketing, Santi sempat kerja magang di sebuah fashion showroom. Peristiwa 9 September yang mengguncang Amerika dan lesunya dunia fashion membuat perempuan vegetarian ini kembali kuliah dan mengambil jurusan yang hingga kini ia geluti, desain interior. Setelah menyelesaikan pendidikannya di dunia desain interior, Santi sempat bekerja magang di New York dan Chicago. Saat magang inilah ia berkesempatan bersama-sama dengan timnya menangani projek rumah salah satu diva Amerika, Jennifer Lopez.
Rintis bisnis handmade jewelry sebagai pelarian
Ternyata kreativitasnya tidak hanya sebatas bersinggungan dengan desain interior. Saat masih berada di Negeri Paman Sam, Santi sempat membuat line jewelry. Merasa dibatasi kreativitasnya saat masih bekerja sebagai desainer interior di sebuah perusahaan, ia mencari pelarian dengan membuat handmade jewelry.
“Saya sangat suka membuat sesuatu dengan tangan sendiri dari barang sisa, tapi dengan hasil yang keren pastinya. Terlihat effortless padahal prosesnya rumit. Saya pernah iseng membuat aksesori dari barang-barang bekas, misalnya saja dari kristal chandellior tua yang saya buat kalung. Saat saya pakai, ternyata ada teman yang tertarik. Akhirnya, saya pun mulai menitipkan aksesori pada toko teman saya dan aksesori buatan tangan saya juga pernah masuk majalah di New York lho. Bisnis perhiasan yang saya jalani bisa dikatakan sebagai kegiatan iseng-iseng berhadiah yang merupakan pelarian saya karena bosan bekerja di bawah perintah saat masih bekerja sebagai desain interior di sebuah perusahaan,” Santi bercerita dengan antusias sambil menyantap makan siangnya.
What's On Fimela
powered by
Next
Cari tantangan baru di Tanah Air
Setelah dua kali menjalani magang kerja dan juga bekerja full time sebagai desainer interior, Santi akhirnya memutuskan untuk kembali ke Indonesia. “Di sana terlalu nyaman dan membuat saya bosan. Memang perlu mencari pengalaman dengan bekerja pada orang lain, tapi sepertinya saya bukan tipe orang yang bisa bekerja terlalu lama bekerja di bawah kendali orang lain. Ketika kita sudah belajar, tentu kita ingin melakukan banyak hal dan tempat berekspresi yang lebih besar,” papar perempuan pencinta kopi ini.
"...terlihat effortless padahal prosesnya rumit."Santi merasa kepulangannya ke Indonesia pada tahun 2009 sangat tepat. Berbeda dari orang pada umumnya yang mencari kenyamanan pada satu pekerjaan, Santi justru merasa bosan dengan tingkat kenyamanan tinggi yang ia rasakan. Karena justru ia merasa terbatas dengan kenyamanan yang mengelilinginya.
‘Pucuk dicinta, ulam pun tiba’, mungkin peribahasa tersebut cocok menggambarkan kepulangan Santi ke Indonesia. Jenuh bekerja di bawah kendali orang selama di Amerika, Santi pun tidak berniat untuk bergabung di perusahaan lain saat kembali ke Tanah Air. Bersama dengan temannya yang kemudian menjadi partner bisnisnya, Santi memulai usahanya di dunia desain interior di Indonesia dengan menangani projek lepasan, hingga kini akhirnya berdiri sebuah perusahaan desain interior yang sudah cukup diperhitungkan di Indonesia.
Kesibukannya sebagai desainer interior di Indonesia membuat perempuan yang hobi makan sayur sejak kecil ini meninggalkan hobinya membuat aksesori dan perhiasan yang sempat ia tekuni selama berada di Amerika. “Sekarang sudah nggak punya waktu lagi untuk bikin-bikin perhiasan seperti dulu. Kalaupun sempat, pasti hanya saya pakai sendiri. Nggak mungkin dijual,” ujarnya sambil tertawa ringan.
Next
Cari klien sama seperti cari jodoh!
Perempuan yang sudah membangun bisnis di dunia desain interior sejak tahun 2009 ini bisa dibilang agak picky saat memilih klien yang akan ditanganinya. “Sebenarnya dibilang picky juga nggak sih. Tapi, memang saya agak memilih klien berdasarkan kecocokan. Cari klien itu sama seperti mencari pasangan, harus cocok-cocokkan hati. Walaupun klien kecil, tapi kalau saya sreg dan ada kecocokkan di antara kami maka saya akan ambil projeknya,” tuturnya.
Santi tak hanya fokus pada desain interior, ia pun turun tangan langsung pada desain produk. Bahkan, beberapa produk dan detail yang terdapat pada Hotel Kosenda, Santi yang turun tangan langsung mengerjakannya. Perempuan yang mengaku perfeksionis ini sangat detail memerhatikan setiap hal yang menyangkut dengan konsep desainnya. Sekarang, ia tak hanya fokus pada mengerjakan tiap projek desain interiornya, Santi juga berstatus sebagai dosen tamu di sebuah sekolah fashion dan desain di Jakarta.