Review Film Soekarno: Cuplikan Kisah Hidup Proklamator Indonesia

Fimela Editor diperbarui 17 Des 2013, 08:00 WIB
2 dari 4 halaman

Next

Jumat (6/12) lalu, FIMELA.com diundang untuk menghadiri premiere karya terbaru Hanung Bramantyo bersama MVP Picture yang berjudul Soekarno di bilangan Kuningan, Jakarta. Film yang satu ini memang bikin kami penasaran sejak pertama kali dicetuskan oleh Hanung pada tahun 2012 lalu. Mendapat kesempatan menggarap film biopic tentang President RI pertama merupakan pencapaian tertinggi bagi sutradara yang juga pernah mengangkat kisah KH. Ahmad Dahlan dalam film Sang Pencerah ini.

Segudang kontroversi seputar sisi cerita maupun pemilihan pemain yang mewarnai proses pembuatan film justru berhasil memancing banyak pihak – termasuk kami, untuk menonton.

Secara keseluruhan, fokus cerita akan terbagi menjadi dua bagian saat menonton film ini. Pertama, perjuangan Soekarno (diperankan oleh Ario Bayu) dalam meraih kemerdekaan bersama Bung Hatta (Lukman Sardi).

Mengejutkannya, semangat Soekarno untuk membebaskan Indonesia dari belenggu penjajahan justru dipicu dengan gambaran sederhana yaitu patah hati. Ya, patah hati karena kisah cintanya tak bisa terjalin indah dengan seorang Noni Belanda akibat perbedaan strata sosial. Mendapat perlakuan tidak adil dari bangsa lain di tanah sendiri bikin Soekarno bertekad memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

 

What's On Fimela
3 dari 4 halaman

Next

 

Karakter Soekarno saat memikat hati rakyat dengan semangat berkobar dan karismanya yang tak berkesudahan, menurut kami sukses digambarkan oleh Ario Bayu. Bahasa tubuh dan suara menggempar Ario layaknya President RI pertama berhasil bikin penonton ikut terbawa suasana. Adegan yang paling sulit kami lupakan manakala Ario melantangkan pidato Soekarno, ”Kita harus merdeka sekarang!,” di depan para rakyat. Bikin merinding, Fimelova! Akting lainnya dari Ario yang memikat adalah saat ia harus berhadapan dengan rakyat yang meragukan kesetiaannya berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Ario berhasil menggambarkan sikap tegas Bung Karno secara tidak berlebihan.

Di sisi lain, akting Tanta Ginting yang memainkan sosok Sutan Sjahrir tak kalah mencuri perhatian kami. Sjahrir sendiri merupakan pemuda yang sama-sama ingin membawa Indonesia ke garis kemerdekaan. Namun, cara yang diambil Sjahrir sering kali bertentangan dengan Soekarno. Hal itulah yang menarik untuk disimak!

Selain kisah perjuangan, cerita cinta Soekarno menjadi fokus selanjutnya dalam film ini. Rumah tangga Soekarno bersama Inggit Garnasih (Maudy Koesnaedi), istri kedua Bung Karno yang setia menemaninya dalam masa pengasingan Belanda dibeberkan dengan secukupnya. Akting Maudy yang paling mencuat adalah kala ia menolak untuk dimadu oleh Soekarno. It’s burst us into tears! Maudy mampu bertransformasi menjadi Inggit Garnasih, perempuan tangguh yang harus  merelakan Soekarno menikahi Fatmawati (Tika Bravani), yang juga teman dari putrinya sendiri.

Dari keseluruhan film kami menikmati perjalanan sosok Soekarno yang digambarkan oleh Hanung. Tapi, ada sedikit adegan komedi yang kami rasa seharusnya tidak perlu dipaksakan. Entah sengaja atau tidak, di salah satu cerita di detik-detik pembuatan proklamasi seorang prajurit dengan muka polos mencuat. Kekikukan sang prajurit yang gagal mengundang tawa justru bikin adegan pembuatan proklamasi kurang hikmat.

 

4 dari 4 halaman

Next

 

Overall, film ini cukup menjawab pertanyaan kami seputar sosok Soekarno. Tapi mungkin untuk sebagian orang terutama Rachmawati Soekarnoputri penggambaran Hanung kurang memuaskan. Perselisihan Hanung dan sang putri Proklamator Indonesia sebenarnya sudah sedari awal tersulut. Banyak hal yang dikritik oleh Rachmawati seperti pemilihan Ario sebagai Soekarno yang diangap kurang cocok hanya karena ia dibesarkan di luar negeri. Ia merasa Anjasmara-lah yang pantas memainkan peran itu. What do you think, Fimelova?

Selain itu, Rachmawati juga merasa ada beberapa adegan yang harus dipertanyakan keasliannya. Dari pihak Hanung dan MVP menjelaskan dalam situs resmi film Soekarno bahwa Rachmawati telah mengundurkan diri sejak tidak adanya kesepakatan soal pemilihan tokoh utama. Selebihnya, Hanung dan MVP merasa telah mengantongi ijin dari pihak keluarga Soekarno. Menyoal tentang skenario sutradara asal Yogyakarta ini merasa Rachmawati mendampingi proses pembuatan sampai tahap akhir.

Kontroversi memuncak saat perilisan Soekarno pada Rabu (11/12) lalu. Secara mengejutkan, pihak Pengadilan Niaga Jakarta meminta agar MVP Picture menghentikan penayangan film Soekarno sampai sejumlah tuntutan Rachmawati dikabulkan – menghapus adegan Soekarno ditampar oleh seorang polisi yang nyatanya tidak ada di film. Meski sudah diminta untuk dihentikan, anehnya film Soekarno masih beredar di bioskop sampai sekarang. Bikin penasaran? Selamat menonton, Fimelova!