Next
Buat kamu pengguna social media aktif, mulai dari Path, Facebook, dan Twitter, pasti sudah hapal berapa banyak foto meme dan statement galau tentang status ‘single’ yang bertebaran di timeline setiap hari.
Sesekali memunculkan status galau, mungkin bisa menjadi bahan lucu-lucuan bagi pengguna social media lain. Tapi, kalau setiap kali membuka social media kerap menemukan status dan posting-an foto galau, lama kelamaan akan membuat gerah juga kan. Banyaknya bertebaran status dan foto meme galau tentang status ‘single’ dan konflik hubungan percintaan cukup menggelitik kami hingga mengundang pertanyaan, ‘apakah mereka memang bertujuan untuk mencari pasangan lewat setiap status yang dipasang?’
“Galau soal status single dan masalah pasangan yang justru terkesan malah mengasihani diri sendiri memang cukup sering kita lihat di berbagai social media belakangan ini. Tapi, apakah mereka (si pemasang) status memang benar-benar ingin mencari pasangan lewat posting-an galau mereka? Belum tentu. Ketika seseorang menyatakan dirinya ‘jomblo’ dan menjadikannya lucu-lucuan di social media apa yang bisa jadi mereka dapatkan? Bisa jadi ‘likes’, retweet, ‘laugh’, ‘repath’, ataupun ‘share’. Semua respon tersebut adalah bentuk lain dari perhatian. Artinya ketika mereka memasang status seperti itu mereka akan mendapat perhatian. Actually they need attention and they got it by doing that. So, bisa jadi mereka yang memasang status galau di social media sebenarnya tidak berniat mencari pasangan tapi sekadar meminta perhatian dari teman-teman dan mereka sudah cukup bahagia dengan melakukannya. Karena memang secara psikologis semua orang senang jika diperhatikan,” ujar Psikolog Ayoe Sutomo M.Psi., Psi., saat ditemui FIMELA.com di bilangan Jakarta Selatan.
What's On Fimela
powered by
Next
“Truk aja gandengan, masa kamu nggak?” atau “Sandal aja punya pasangan, nggak malu sama sandal?”, seberapa sering kamu melihat status semacam ini muncul di timeline kamu? Apa yang sebenarnya membuat seseorang justru merasa galau dengan kondisi ‘single’ mereka? “Keluarga memang sangat berpengaruh pada tingkah laku kita. Sikap keluarga santai dan sedikit “kolot” dalam menanggapi status ‘single’ memang memengaruhi sikap kita nantinya. Tapi, semua kembali lagi ke bagaimana cara kita memandang diri sendiri. Jika lingkungan di sekitar mereka santai menghadapinya maka mereka pun juga akan bersikap lebih santai dan dewasa menanggapi status ‘single’ mereka. Tapi, jika lingkungan memberi tekanan, perasaan insecure pun bisa timbul yang pada akhirnya berujung pada status-status galau,” Ayoe menambahkan.
‘Single’ jadi pilihan atau “kutukan”?
“Bagaimana kita memandang diri sendiri yang akan membentuk opini diri apakah ‘single’ jadi pilihan atau mungkin takdir yang diberikan Tuhan. Jika memang yang menjadi fokus kita karier dan pendidikan dan selalu memandang positif terhadap apa yang terjadi pada dirinya, akan menganggap status ‘single’ adalah pilihan. Tapi, jika seseorang memiliki konsep diri negative, tidak pernah memandang baik pada setiap aktivitas yang ia lakukan maka dengan sendirinya ia akan terus mengasihani status ‘single’-nya dan merana-rana meratapi,” papar Ayoe.
Nah, Fimelova, dari semua paparan di atas, mana yang sesuai dengan dirimu? Apakah kamu termasuk orang yang insecure dengan statusmu?