Next
Ustadz Aswan, kemudian muncul untuk menanggapi berita yang menurutnya berlebihan. Dia pun menyesalkan sikap Pipik yang dianggapnya terlalu vokal menolak pemugaran di hadapan media. Dalam sebuah wawancara, Ustadz Aswan kemudian melayangkan pembelaan. Dengan dasar Kitab Fiqih, Ustadz Aswan menjelaskan posisi Pipik yang sebenarnya tak berhak kecewa atas keputusan keluarga besar Uje tersebut, karena saat ini Pipik “hanya” berstatus sebagai mantan istri.
Ungkap Ustadz Aswan, “Silakan buka lagi Fiqih, di situ dijelaskan bahwa apabila sepasang suami-istri meninggal salah satunya, maka waktu kurun iddah adalah proses perceraian. Setelah masa iddah, orang tersebut boleh menikah dengan siapa pun, dan telah terputus haknya. Istilahnya sudah jadi mantan. Jadi ketika suami meninggal dunia, istri menjadi mantan.”
Alih-alih persoalan keluarga tersebut mereda, pernyataan Ustadz Aswan malah menjadi bumerang. Pipik sendiri tak banyak berkomentar. Dengan tenang, perempuan yang pernah menjadi model Cover Girl 1995 ini menanggapinya dengan senyuman. “Saya hanya ingin jawab Alhamdulillah. Biarkan Allah saja yang tahu bagaimana diri saya,” jelasnya Kamis (20/09) lalu.
Lain Pipik, lain pula masyarakat. Berkaca dari kasus Pipik, istilah “mantan” untuk menyebut para istri yang suaminya meninggal dinilai tidak tepat. Pengurus Pondok Pesantren Al-Hamidy Pamekasan, Ustadz Imam Hanafi, salah satunya. “Pernyataan Kakak Uje itu kurang etis. Pipik masih dalam masa berkabung. Lagi pula, status ‘mantan’ itu kalau perceraian terjadi atau Pipik menikah lagi,” ungkap Ustadz Imam. Karena tak ada perceraian, tak ada pula istilah mantan. Ustadz Imam pun mendasari pernyataannya dengan satu hadits yang menyebutkan seorang perempuan yang ditinggal mati suami kemudian menikah lagi, maka dia baru menjadi istri bagi suami yang terakhir, dan mantan bagi suami yang telah meninggal.
What's On Fimela
powered by
Next
Penjelasan Ustadz Imam tak berarti menyanggah pemahaman Ustadz Aswan. Kompasioner El-Shodiq Muhammad, kemudian dengan kritis menuliskan opini bertajuk “Atasnamakan Ulama, Mereka Menghakimi Pipik” pada Senin (23/09) kemarin.
“Apa yang disampaikan Ustadz Aswan benar adanya. Setelah masa iddah, seorang istri kedudukannya ‘bebas’, tak terikat dengan lelaki manapun sampai menikah lagi. Sayang, kebenaran ajaran Islam dari kitab Fiqih itu disampaikan dengan nada dan gestur yang—bagi saya—kurang elok. Mereka ingin Pipik introspeksi dan tahu diri, tapi mereka tidak menyadari komentar terhadap pernyataan Pipik sebelumnya justru disampaikan dengan cara yang juga kurang bijak,” jabar El-Shodiq.
Setelah tulisan ini dimuat, masih banyak tanggapan yang muncul dari berbagai kalangan soal kasus Pipik. Kasus yang semula adalah permasalahan intern keluarga, berubah menjadi perhatian kita bersama karena di dalamnya mengandung ungkapan dengan makna rancu.
Apakah pas, seseorang disebut sebagai “mantan” setelah suami atau istri lebih dulu meninggal? Atau, lebih layak dianggap pasangan abadi, selama yang ditinggalkan tetap setia memegang komitmen pernikahan? Entahlah, mungkin satu-satunya cara adalah menerima dengan ikhlas label apa pun yang orang lain berikan. Sebagai janda, sebagai mantan istri, sebagai ibu, sebagai perempuan, sebagai apa pun. Toh, bukankah kita hidup bukan dari label yang melekat atas kita, tapi dari apa yang kita perbuat?